Polisi di KPK berniat tarik penyidik Korlantas
A
A
A
Sindonews.com - Puluhan polisi yang menyatroni Gedung KPK pada malam ini dipastikan akan menjemput paksa para penyidiknya yang enggan kembali ke Mabes Polri usai masa tugasnya habis.
Menurut Sumber internal di KPK mengatakan, kedatangan sejumlah aparat kepolisian dari unsur Polda Metro Jaya tersebut mendapat perintah dari Mabes Polri untuk menangkap salah satu penyidik KPK, yang menangani kasus simulator.
"Kantor (KPK) lagi gawat. Ada polisi banyak di kantor bawa surat perintah penangkapan, dari Bengkulu. Kelihatannya mau nangkap penyidik korlantas. Rombongannya dipimpin direskrimum (Polda Metro Jaya)," kata sumber kepada wartawan, Jumat (5/10/2012).
Sumber itu menuturkan, para perwira Polri itu diduga mencari-cari kesalahan masa lalu penyidik yang diketahui berinisial Kompol N.
"Mereka cari-cari kesalahan masa lalu Kompol N, penyidik utama korlantas. Ini Kriminalisasi penyidik," ungkapnya.
Masih menurut sumber itu, Kompol N merupakan penyidik utama dan sentral dalam kasus simulator SIM. "Dia panglimanya penyidik KPK," ungkapnya.
Sekitar pukul 20.00 WIB, para perwira kepolisian itu terlihat berdikusi dengan satpam KPK. Salah satu di antaranya perwira polisi itu sempat mengatakan, ingin bertemu Juru Bicara KPK.
"Kita bawa surat perintah penangkapan," kata satu orang anggota polisi.
Sempat terjadi diskusi panjang, satu satpam sempat terlihat menelpon ke bagian lantai atas KPK.
Diskusi panjang itu terjadi sampai pukul 21.39 WIB tak berapa lama, 15 orang dari rombongan itu akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu tamu. Di ruang tunggu itu, rombongan sempat berdiskusi panjang dan masih menunggu.
Tepat pukul 22.00 WIB, sekitar enam orang perwira polisi terlihat menuju ruang dalam KPK.
Di antara rombongan itu, tampak di antaranya ada pejabat Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan, Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Helmi santika, Kasubdit Jatantras Dirkrimum polda Metro Jaya, dan Kombes Toni Harmanto Direskrimum Polda Metro Jaya.
Saat ditanyai SINDO terkait tujuan kedatangan di KPK apakah untuk menangkap 5 penyidik KPK yang belum balik ke Mabes Polri atau menangkap 1 penyidik yang bertugas di penyidikan kasus simulator, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Toni Harmanto hanya tersenyum.
Dalam keadaan genting seperti ini, empat pimpinan KPK dikabarkan tidak berada di Gedung KPK, Jakarta, yakni Abraham Samad ke Makassar, Bambang Widjojanto ke Samarinda bersama Juru Bicara KPK Johan Budi, Adnan Pandu Praja ke Malaysia, sedangkan Busyro Muqoddas ke Yogyakarta. Pimpinan yang tersisa hanya Zulkarnain.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat dihubungi wartawan di Jakarta, mengingatkan Mabes Polri untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan cara hukum dan tidak melawan hukum.
Hal itu diungkapkannya menanggapi pernyataan Wakapolri Nanan Sukarna yang mengatakan akan menjemput paksa lima penyidiknya yang masih berada di KPK.
"Kami perlu mengingatkan siapapun, apalagi penegak hukum. Bila ada yang tidak berkenaan, maka selesaikan masalah dengan cara hukum. Tidak dengan melawan hukum. Apalagi dengan cara yang potensial disebut sebagai teror. Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu di era Orde Baru, dan jangan ulangi lagi. Rakyat sangat marah kala itu," kata Bambang saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
Menurut Sumber internal di KPK mengatakan, kedatangan sejumlah aparat kepolisian dari unsur Polda Metro Jaya tersebut mendapat perintah dari Mabes Polri untuk menangkap salah satu penyidik KPK, yang menangani kasus simulator.
"Kantor (KPK) lagi gawat. Ada polisi banyak di kantor bawa surat perintah penangkapan, dari Bengkulu. Kelihatannya mau nangkap penyidik korlantas. Rombongannya dipimpin direskrimum (Polda Metro Jaya)," kata sumber kepada wartawan, Jumat (5/10/2012).
Sumber itu menuturkan, para perwira Polri itu diduga mencari-cari kesalahan masa lalu penyidik yang diketahui berinisial Kompol N.
"Mereka cari-cari kesalahan masa lalu Kompol N, penyidik utama korlantas. Ini Kriminalisasi penyidik," ungkapnya.
Masih menurut sumber itu, Kompol N merupakan penyidik utama dan sentral dalam kasus simulator SIM. "Dia panglimanya penyidik KPK," ungkapnya.
Sekitar pukul 20.00 WIB, para perwira kepolisian itu terlihat berdikusi dengan satpam KPK. Salah satu di antaranya perwira polisi itu sempat mengatakan, ingin bertemu Juru Bicara KPK.
"Kita bawa surat perintah penangkapan," kata satu orang anggota polisi.
Sempat terjadi diskusi panjang, satu satpam sempat terlihat menelpon ke bagian lantai atas KPK.
Diskusi panjang itu terjadi sampai pukul 21.39 WIB tak berapa lama, 15 orang dari rombongan itu akhirnya bisa masuk ke ruang tunggu tamu. Di ruang tunggu itu, rombongan sempat berdiskusi panjang dan masih menunggu.
Tepat pukul 22.00 WIB, sekitar enam orang perwira polisi terlihat menuju ruang dalam KPK.
Di antara rombongan itu, tampak di antaranya ada pejabat Polda Metro Jaya, AKBP Herry Heryawan, Kasubdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya, AKBP Helmi santika, Kasubdit Jatantras Dirkrimum polda Metro Jaya, dan Kombes Toni Harmanto Direskrimum Polda Metro Jaya.
Saat ditanyai SINDO terkait tujuan kedatangan di KPK apakah untuk menangkap 5 penyidik KPK yang belum balik ke Mabes Polri atau menangkap 1 penyidik yang bertugas di penyidikan kasus simulator, Direskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Toni Harmanto hanya tersenyum.
Dalam keadaan genting seperti ini, empat pimpinan KPK dikabarkan tidak berada di Gedung KPK, Jakarta, yakni Abraham Samad ke Makassar, Bambang Widjojanto ke Samarinda bersama Juru Bicara KPK Johan Budi, Adnan Pandu Praja ke Malaysia, sedangkan Busyro Muqoddas ke Yogyakarta. Pimpinan yang tersisa hanya Zulkarnain.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto saat dihubungi wartawan di Jakarta, mengingatkan Mabes Polri untuk menyelesaikan masalah yang ada dengan cara hukum dan tidak melawan hukum.
Hal itu diungkapkannya menanggapi pernyataan Wakapolri Nanan Sukarna yang mengatakan akan menjemput paksa lima penyidiknya yang masih berada di KPK.
"Kami perlu mengingatkan siapapun, apalagi penegak hukum. Bila ada yang tidak berkenaan, maka selesaikan masalah dengan cara hukum. Tidak dengan melawan hukum. Apalagi dengan cara yang potensial disebut sebagai teror. Cukup sudah pengalaman menyakitkan masa lalu di era Orde Baru, dan jangan ulangi lagi. Rakyat sangat marah kala itu," kata Bambang saat dihubungi di Jakarta tadi malam.
(rsa)