Terbang tinggi, kocek aman

Senin, 01 Oktober 2012 - 12:08 WIB
Terbang tinggi, kocek...
Terbang tinggi, kocek aman
A A A
Persaingan maskapai berbiaya murah (low cost carrier/LCC) di Indonesia terlihat semakin ketat. Tarif harga yang terjangkau dan tingkat kenyamanan yang memadai memanjakan konsumen untuk memilih transportasi melalui jalur udara.

Sejak mulai mengangkasa pada 2000, Lion Air tetap konsisten menawarkan konsep LCC dalam menarik penumpang kelas menengah ke atas.

Meski saat itu baru memiliki satu buah pesawat dalam armadanya, hal itu tidak membuat maskapai ini berhenti beroperasi. Setelah 12 tahun berjalan, maskapai yang berada di bawah PT Lion Mentari Airlines ini telah mengoperasikan sejumlah 87 pesawat.

Pilihan segmentasi pasar yang dibidik pihak Lion Air dengan mengusahakan harga tiket yang terjangkau dinilai berhasil.

Kesuksesan itu terlihat dengan tingginya jumlah penumpang maskapai bersimbol Singa Merah ini setiap tahun. Pada 2011 jumlah total penumpang Lion Air mencapai 24,97 juta orang, sementara di kuartal pertama 2012 saja Lion Air berhasil mengangkut 8 juta penumpang.

Keberhasilan ini tentu tidak bisa dianggap remeh karena keberadaannya menjadi ancaman bagi maskapai-maskapai berfasilitas lengkap dan bertarif mahal.

“Peningkatan jumlah penumpang ini karena revitalisasi armada yang saat ini terus kami lakukan. Dari 8 juta penumpang, mayoritas berasal dari penerbangan domestik yaitu 98% atau 7,8 juta penumpang, sedangkan sisanya berasaldaripenerbanganinternasional atau 160.000 penumpang,” kata Direktur Utama Lion Air Edward Sirait di hadapan wartawan seusai menghadiri peresmian operasional Lion Air di Terminal III Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis 24 Mei 2012.

Untuk penerbangan domestik, Lion Air tetap merajai. Penerapan konsep LCC merupakan bagian dari strategi pemasaran yang tetap jadi andalan maskapai yang kini terbang ke lebih dari 36 kota di Indonesia dan mengoperasikan hingga 226 penerbangan setiap hari.

“Sebagai perusahaan swasta kami bukan saja menawarkan harga yang terjangkau bagi penumpang, namun juga perjalanan udara yang aman, menyenangkan, nyaman, dan dapat diandalkan,” ungkapnya.

Selain berkonsentrasi pada rute-rute penerbangan domestik, Lion Air juga tetap memusatkan perhatiannya pada rute-rute yang banyak dilalui para tenaga kerja Indonesia seperti Jakarta-Singapura, Jakarta-Jeddah, dan Jakarta-Kuala Lumpur. Pusat perhatian ini dalam rangka menyediakan layanan penerbangan murah bagi para pejuang devisa.

Selain rute-rute itu, armada Lion Air juga disiapkan bagi tujuan Singapura, Malaysia, dan Vietnam dengan armada Boeing 737- 900ER yang baru. Pilihan dalam mengusahakan harga tiket yang terjangkau menjadikan Lion Air mengambil langkah-langkah penting dan berbuah kesuksesan besar.

Pada November 2003, Lion Air diresmikan sebagai Ketua Konferensi Internasional Asia Pacific Regional Aviation (ARA) yang diadakan di Singapura. Kemudian maskapai ini juga memperoleh “Best Brand Award 2004” dari majalah SWA.

Hasil ini diperoleh Marketing Research Specialist (MARS) berdasarkan survei yang dilakukan pada 6.000 orang di lima kota besar di Indonesia. Lion Air meraih indeks sebesar 33,6% dalam kemampuan atau potensial dari sebuah produk untuk menambah jumlah penumpang pada masa depan sebagai hasil nyata penerapan konsep LCC.

Selain itu, Lion Air pun ditetapkan sebagai maskapai penerbangan resmi Miss Universe dan Puteri Indonesia 2004 dan 2005 untuk Miss ASEAN.

Tidak hanya itu, maskapai berbiaya murah terbesar di Indonesia ini juga merupakan pembeli perdana dan operator terbesar Boeing 737-900ER, anggota terbaru jenis Boeing’s Next Generation 737.

Keberhasilan Lion Air dengan konsep LCC-nya membuat pihak maskapai penerbangan berfasilitas mewah dan lengkap seperti Garuda Indonesia harus membuat strategi baru agar tetap diminati penumpang.

Usaha yang dilakukan tidak harus turut bergerak menerapkan konsep LCC, tapi dengan cara baru, elegan, dan mengerti kebutuhan penumpang kelas mewah.

Di samping itu, sebagai maskapai yang melayani rute-rute penerbangan yang lebih mengglobal, kepercayaan publik asing adalah yang lebih penting.

“Sekarang ini jumlah maskapai penerbangan sangat banyak, hampir tiap menit ada jadwal penerbangan. Harga tiket pun mudah dijangkau penumpang kelas menengah. Jadi jelas ini peluang yang bagus. Karena itu, bagi Garuda konsep yang lebih ditonjolkan adalah mengenalkan kearifan lokal yang ada. Itu daya tawar kami, yang tentu berbeda dengan yang lain,” kata CEO Garuda Indonesia Emirsyah Satar kepada harian SINDO.

Segmentasi yang dibidik Garuda Indonesia lebih pada penerbangan-penerbangan internasional. Maka itu, tidak heran jika strategi yang dipakai untuk tetap bertahan sebagai maskapai berkelas mewah adalah memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia di mata internasional.

“Para karyawan kita berikan seragam batik atau kebaya, fasilitas makanan khas Indonesia, musik-musik yang diputar di kabin adalah lagu-lagu daerah. Ini yang menjadi komitmen kami sehingga berbeda dengan maskapai-maskapai yang berkonsentrasi pada penerbangan domestik,” tutur Emirsyah.

Sementara itu, pengamat penerbangan Samudra Sukardi mengatakan, persaingan di tingkat maskapai berbiaya murah akan semakin ketat pada tahun-tahun selanjutnya.

Kondisi ini diakibatkan banyaknya penumpang yang melakukan transportasi udara. Mereka melihat tarif pesawat bisa dijangkau layaknya naik kereta api eksekutif.

“Selain itu memang masyarakat kita sudah banyak yang tingkat ekonominya lebih maju,” kata Samudra.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0573 seconds (0.1#10.140)