Jangan asal murah keselamatan minim
A
A
A
Konsep penerbangan berbiaya murah (low cost carrier/LCC) saat ini makin banyak diterapkan dan berkembang pesat pada industri penerbangan dunia. Terbukti, maskapai yang menerapkan strategi bisnis ini semakin bertambah, termasuk di Indonesia.
Beberapa perusahaan penerbangan terkemuka yang ada saat ini mulai membuka bisnis baru yang mengkhususkan diri untuk menyediakan pesawat berbiaya murah dengan harga terjangkau.
Garuda Indonesia misalnya yang membuka Citilink Garuda Indonesia untuk menerapkan konsep LCC pada bisnis penerbangan. Seperti yang dilansir dari situs resmi citilink.co.id, sejak awal didirikan pada 2001, anak perusahaan Garuda Indonesia tersebut telah mengkhususkan diri sebagai maskapai penyedia layanan penerbangan berbiaya murah.
“Di tengah pertumbuhan industri penerbangan, penerapan konsep LCC atau ada perang tarif merupakan suatu yang wajar terjadi. Apalagi, operator penerbangandinegeriinisudahcukupbanyak. Hanya, ada beberapa hal yang harus tetap diperhatikan oleh maskapai yang menerapkan konsep tersebut,” ungkap Ketua Forum Transportasi Udara Suharto.
Dia memaparkan, setidaknya ada empat aspek yang tidak boleh dikurangi atau dikorbankan perusahaan penerbangan berbiaya rendah yaitu keselamatan penerbangan, ketepatan waktu, kinerja pelayanan, dan efisiensi.
“Sebab hal ini berhubungan langsung dengan penilaian masyarakat terhadap citra maskapai, ”ucapnya.
Misalnya, pada aspek keselamatan para operator tidak boleh memangkas biaya perawatan pesawat. Sedangkan dalam ketepatan waktu para operator pun dilarang untuk semena-mena terhadap penumpang contohnya waktu penundaan (delay) yang terlalu lama.
Dia meyakini, bagi perusahaan penerbangan yang dapat mempertahankan dan menerapkan empat aspek tersebut dengan baik dan benar, bisnisnya akan mampu bertahan dan terus berkembang. Sedangkan, bagi operator penerbangan yang tidak mementingkan hal tersebut, lambat laun akan ditinggalkan masyarakat.
“Apalagi, kini konsumen kita kian hari semakin cerdas dalam memilih,” katanya. Untuk menerapkan semua aspek berjalan dengan baik, agar industri penerbangan Indonesia semakin berkembang pesat, perlu ada dukungan dan peran serta dari pemerintah dalam memperhatikan hal tersebut.
Tiap tahun pemerintah Indonesia dapat melakukan pemeriksaan rutin kepada semua maskapai di Tanah Air. Mulai dari pemeriksaan terhadap kualitas pesawat, kinerja sumber daya manusia (SDM), performa perusahaan, hingga ketepatan waktu penerbangan.
Pemerintah RI bisa mencontoh pemerintah Amerika Serikat (AS) yang tiap tahun mengadakan pemeriksaan rutin terhadap kualitas semua maskapai penerbangan.
“Hasil pemeriksaan dipublikasikan dan dipaparkan secara rinci kepada masyarakat. Adanya transparansi tersebut, masyarakat AS tidak akan memilih maskapai penerbangan seperti membeli kucing dalam karung,”katanya.
Banyaknya maskapai berbiaya murah yang ada saat ini mampu memberikan dampak baik bagi pertumbuhan industri penerbangan Indonesia.
”Sebab dengan tarif murah yang mereka tawarkan, pengguna pesawat terbang menjadi semakin meningkat,”ungkapnya.
Penerbangan tarif murah bisa dilakukan karena ada strategi penurunan operating cost yang dilakukan perusahaan. Artinya, perusahaan yang mengadopsi konsep tersebut akan melakukan eliminasi layanan maskapai seperti pengurangan katering, sarana hiburan dalam pesawat, hingga meminimalisasi reservasi yang berakibat pada penurunan pengeluaran.
Menurut Suharto Abdul Majid, pengamat transportasi Trisakti, di Indonesia konsep maskapai berbiaya murah mulai muncul sejak 2000. Tepatnya saat ada deregulasi penerbangan.
“Kebijakan ini diambil pemerintah bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia yang ingin masuk pada industri pener bangan Tanah Air,” ungkapnya kepada harian SINDO.
Dia mengatakan, tujuan utama dari deregulasi ialah agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah ada krisis ekonomi pada 1998.
“Konsep LCC itu sendiri diadopsi dari Eropa dan Amerika yang memang telah lama dan sukses menggunakan konsep tersebut dalam industri penerbangan mereka,” katanya.
Sebagai salah satu moda transportasi modern, peranan maskapai memang cukup besar untuk dapat menumbuhkan perekonomian. Dengan transportasi udara yang mumpuni secara tidak langsung, geliat perekonomian di suatu negara juga akan semakin membaik.
“ Sebab transportasi udara mampu berdampak pada tingginya mobilitas masyarakat,” katanya.
Saat ini hampir sebagian maskapai di Indonesia menerapkan konsep LCC pada bisnis penerbangan. Hal ini dapat dilihat dari harga tiket pesawat yang cukup terjangkau.
Hal ini memunculkan persaingan tarif yang kian sengit. Meski begitu,menurut Sekretaris Jenderal National Air Carrier (INACA) Tengku Burhanuddin, saat ini keberadaan maskapai berbiaya murah mampu menjadi salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya industri penerbangan.
”Buktinya, kini pesawat telah menjadi salah satu moda transportasi yang paling banyak dipilih, ” tuturnya kepada SINDO.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data INACA, penumpang pesawat di Indonesia tumbuh sebesar 15% per tahun. Buktinyata ini bisa dilihat dari penambahan jam terbang seluruh maskapai di Indonesia.
”Dalam beberapa waktu lalu jumlah penerbangan Jakarta- Medan paling banyak hanya 10 kali sehari. Sedangkan kini, menurut perhitungan saya,setidaknya ada 40 kali penerbanganyangditawarkan,” paparnya.
Dari 61 juta jumlah penumpang pesawat pada 2011, hampir 77% diangkut perusahaan penerbangan berbiaya murah. Ini semakin membuktikan bahwa maskapai berbiaya murah dapat memberikan kontribusi baik bagi industri penerbangan Tanah Air dan perekonomian negara.
Beberapa perusahaan penerbangan terkemuka yang ada saat ini mulai membuka bisnis baru yang mengkhususkan diri untuk menyediakan pesawat berbiaya murah dengan harga terjangkau.
Garuda Indonesia misalnya yang membuka Citilink Garuda Indonesia untuk menerapkan konsep LCC pada bisnis penerbangan. Seperti yang dilansir dari situs resmi citilink.co.id, sejak awal didirikan pada 2001, anak perusahaan Garuda Indonesia tersebut telah mengkhususkan diri sebagai maskapai penyedia layanan penerbangan berbiaya murah.
“Di tengah pertumbuhan industri penerbangan, penerapan konsep LCC atau ada perang tarif merupakan suatu yang wajar terjadi. Apalagi, operator penerbangandinegeriinisudahcukupbanyak. Hanya, ada beberapa hal yang harus tetap diperhatikan oleh maskapai yang menerapkan konsep tersebut,” ungkap Ketua Forum Transportasi Udara Suharto.
Dia memaparkan, setidaknya ada empat aspek yang tidak boleh dikurangi atau dikorbankan perusahaan penerbangan berbiaya rendah yaitu keselamatan penerbangan, ketepatan waktu, kinerja pelayanan, dan efisiensi.
“Sebab hal ini berhubungan langsung dengan penilaian masyarakat terhadap citra maskapai, ”ucapnya.
Misalnya, pada aspek keselamatan para operator tidak boleh memangkas biaya perawatan pesawat. Sedangkan dalam ketepatan waktu para operator pun dilarang untuk semena-mena terhadap penumpang contohnya waktu penundaan (delay) yang terlalu lama.
Dia meyakini, bagi perusahaan penerbangan yang dapat mempertahankan dan menerapkan empat aspek tersebut dengan baik dan benar, bisnisnya akan mampu bertahan dan terus berkembang. Sedangkan, bagi operator penerbangan yang tidak mementingkan hal tersebut, lambat laun akan ditinggalkan masyarakat.
“Apalagi, kini konsumen kita kian hari semakin cerdas dalam memilih,” katanya. Untuk menerapkan semua aspek berjalan dengan baik, agar industri penerbangan Indonesia semakin berkembang pesat, perlu ada dukungan dan peran serta dari pemerintah dalam memperhatikan hal tersebut.
Tiap tahun pemerintah Indonesia dapat melakukan pemeriksaan rutin kepada semua maskapai di Tanah Air. Mulai dari pemeriksaan terhadap kualitas pesawat, kinerja sumber daya manusia (SDM), performa perusahaan, hingga ketepatan waktu penerbangan.
Pemerintah RI bisa mencontoh pemerintah Amerika Serikat (AS) yang tiap tahun mengadakan pemeriksaan rutin terhadap kualitas semua maskapai penerbangan.
“Hasil pemeriksaan dipublikasikan dan dipaparkan secara rinci kepada masyarakat. Adanya transparansi tersebut, masyarakat AS tidak akan memilih maskapai penerbangan seperti membeli kucing dalam karung,”katanya.
Banyaknya maskapai berbiaya murah yang ada saat ini mampu memberikan dampak baik bagi pertumbuhan industri penerbangan Indonesia.
”Sebab dengan tarif murah yang mereka tawarkan, pengguna pesawat terbang menjadi semakin meningkat,”ungkapnya.
Penerbangan tarif murah bisa dilakukan karena ada strategi penurunan operating cost yang dilakukan perusahaan. Artinya, perusahaan yang mengadopsi konsep tersebut akan melakukan eliminasi layanan maskapai seperti pengurangan katering, sarana hiburan dalam pesawat, hingga meminimalisasi reservasi yang berakibat pada penurunan pengeluaran.
Menurut Suharto Abdul Majid, pengamat transportasi Trisakti, di Indonesia konsep maskapai berbiaya murah mulai muncul sejak 2000. Tepatnya saat ada deregulasi penerbangan.
“Kebijakan ini diambil pemerintah bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat Indonesia yang ingin masuk pada industri pener bangan Tanah Air,” ungkapnya kepada harian SINDO.
Dia mengatakan, tujuan utama dari deregulasi ialah agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia setelah ada krisis ekonomi pada 1998.
“Konsep LCC itu sendiri diadopsi dari Eropa dan Amerika yang memang telah lama dan sukses menggunakan konsep tersebut dalam industri penerbangan mereka,” katanya.
Sebagai salah satu moda transportasi modern, peranan maskapai memang cukup besar untuk dapat menumbuhkan perekonomian. Dengan transportasi udara yang mumpuni secara tidak langsung, geliat perekonomian di suatu negara juga akan semakin membaik.
“ Sebab transportasi udara mampu berdampak pada tingginya mobilitas masyarakat,” katanya.
Saat ini hampir sebagian maskapai di Indonesia menerapkan konsep LCC pada bisnis penerbangan. Hal ini dapat dilihat dari harga tiket pesawat yang cukup terjangkau.
Hal ini memunculkan persaingan tarif yang kian sengit. Meski begitu,menurut Sekretaris Jenderal National Air Carrier (INACA) Tengku Burhanuddin, saat ini keberadaan maskapai berbiaya murah mampu menjadi salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi, khususnya industri penerbangan.
”Buktinya, kini pesawat telah menjadi salah satu moda transportasi yang paling banyak dipilih, ” tuturnya kepada SINDO.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data INACA, penumpang pesawat di Indonesia tumbuh sebesar 15% per tahun. Buktinyata ini bisa dilihat dari penambahan jam terbang seluruh maskapai di Indonesia.
”Dalam beberapa waktu lalu jumlah penerbangan Jakarta- Medan paling banyak hanya 10 kali sehari. Sedangkan kini, menurut perhitungan saya,setidaknya ada 40 kali penerbanganyangditawarkan,” paparnya.
Dari 61 juta jumlah penumpang pesawat pada 2011, hampir 77% diangkut perusahaan penerbangan berbiaya murah. Ini semakin membuktikan bahwa maskapai berbiaya murah dapat memberikan kontribusi baik bagi industri penerbangan Tanah Air dan perekonomian negara.
(kur)