Menggenjot pembangunan infrastruktur

Jum'at, 21 September 2012 - 14:05 WIB
Menggenjot pembangunan...
Menggenjot pembangunan infrastruktur
A A A
Ada sejumlah faktor yang menentukan dalam menilai peringkat daya saing yang dikeluarkan World Econimc Forum (WEF) baru-baru ini. Salah satunya yang sering menjadi perhatian dalam peningkatan daya saing adalah masalah ketersediaan infrastruktur yang memadai.

Dalam daftar The Global Competitiveness Report 2012-2013, indikator infrastruktur Indonesia berada di peringkat 78 dengan skor 3,75.

Menurut WEF, tidak ada perkembangan infrastruktur yang berarti di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Padahal, perluasan dan efisiensi infrastruktur sangat penting untuk menjamin efektivitas perekonomian.

Infrastruktur diyakini dapat menentukan lokasi kegiatan ekonomi dan jenis kegiatan atau sektor yang dapat berkembang. Disamping itu, pengembangan infrastruktur akan mengurangi dampak jarak antar daerah dan mengintegrasikan pasar nasional.

Selain itu, infrastruktur yang baik akan menekan biaya transportasi,baik untuk hubungan antarpasar domestik maupun internasional.

Kualitas dan ekstensifikasi jaringan infrastruktur secara signifikan memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesenjangan pendapatan antardaerah.

Sebuah transportasi yang berkembang dengan baik dan jaringan komunikasi infrastruktur merupakan prasyarat untuk akses bagi masyarakat yang kurang berkembang untuk kegiatan ekonomi inti dan jasa.

Efektivitas moda transportasi, seperti kualitas jalan, rel kereta api, pelabuhan, dan transportasi udara memungkinkan pengusaha untuk mendapatkan barang dan jasa ke pasar dengan cara yang aman dan tepat waktu. Hal ini juga memfasilitasi pergerakan pekerja untuk pekerjaan mengakses pekerjaan yang cocok.

Menurut pengamat logistik National Maritime Institute (Namarin) Siswanto Rusdi, saat ini pergerakan barang di Indonesia didominasi angkutan laut. Hal ini disebabkan kondisi geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan.

“Di dunia internasional angkutan laut untuk arus barang lebih dari 90%, hal serupa terjadi di Indonesia. Bahkan untuk arus barang dari dan keluar Indonesia, hampir 100% melalui laut,” katanya.

Karena itu, agar pergerakan barang berjalan baik, maka sektor laut harus dimaksimalkan. Untuk itu, perlu perbaikan sistem pelabuhan dan moda transportasi laut.

Sistem pelabuhan bukan hanya operator namun juga bea cukai, perusahaan transportasi, hingga gudang konsolidasi barang. Untuk mengintegrasikan semua faktor itu, maka perlu sistem teknologi informasi (TI).

“Jangan hanya infrastruktur fisik, namun juga sistem TI. Sebab, apa gunanya dibangun pelabuhan besar jika arus barang tidak lancar karena barang tersendat di sejumlah instansi yang ada di pelabuhan karena sistemnya tidak online,” papar Siswanto.

Di Indonesia, angkutan darat hanya intensif terjadi di Jawa dan Sumatera. Namun, mengingat luasnya dua pulau tersebut, angkutan laut juga dimaksimalkan. Seperti untuk mengangkut barang dari Lampung ke Aceh atau Medan yang berjarak jauh.

Apalagi, angkutan laut lebih aman dan murah dibanding darat yang selalu membutuhkan kondisi jalan yang prima serta membutuhkan perbaikan yang terus menerus akibat beban kendaraan.

Menurut laporan WEF, selain transportasi, masalah di bidang infrastruktur yang perlu mendapatkan perhatian adalah ketersediaan pasokan listrik.

Sebab, saat ini kegiatan ekonomi sangat bergantung pada pasokan listrik yang bebas gangguan.Sehingga, bisnis dan pabrik dapat bekerja tanpa hambatan.

Selain itu, yang juga perlu diperhatikan adalah jaringan telekomunikasi yang solid dan luas. Hal ini untuk memungkinkan aliran informasi yang cepat dan bebas, sehingga meningkatkan efisiensi ekonomi.

Di Indonesia, selama ini listrik masih terfokus di Jawa. Padahal, sejumlah pulau lain sudah banyak dilirik investor. Pemerintah berusaha menambah pasokan listrik dengan pelaksanaan proyek listrik 10 megawatt.

Saat ini proyek listrik 10 MW sudah memasuki tahap kedua. Menurut Staf Ahli Menteri Bidang Investasi dan Produksi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) FX Sutijastoto, proyek percepatan tahap kedua tersebut 66% didominasi oleh energi baru terbarukan.

“Di sistem pembangkitan listrik Jawa- Bali akan dibangun tambahan kapasitas listrik berbasis energi baru terbarukan sekitar 4.500 MW, dengan rincian 1.080 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan 2.100 MW, sisanya pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP),” ujar Sutijastoto seperti dikutip laman resmi ESDM.

Secara umum, untuk meningkatkan infrastruktur, pemerintah sejatinya telah membuat Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Pada acara International Infrastucture Conference and Exhibition 2012 akhir Agustus lalu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah secara optimal memberikan semua dukungan yang diperlukan untuk dapat merealisasikan proyek infrastruktur strategis serta investasi lain oleh investor swasta di enam koridor ekonomi MP3EI.

Salah satu strategi untuk mewujudkan ini adalah dengan cara public private partnership (PPP), terutama di sektor jalan tol.

“Kebijakan PPP tersebut tentunya akan mendorong realisasi dari peluang investasi yang ada,termasuk di sektor transportasi,di antaranya pembangunan jalur rel baru, pengembangan bandara baru, dan pelabuhan laut,” ujar Hatta sebagaimana dilansir Antara (30/8).
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7950 seconds (0.1#10.140)