Jejak daya saing Indonesia
A
A
A
Sejumlah pilar indeks daya saing global Indonesia mengalami penurunan. Hal ini membuat Indonesia harus segera berbenah agar tidak semakin tertinggal dari negara lain.
World Economics Forum dalam menentukan indeks daya saing menggunakan tiga unsur utama yakni persyaratan dasar, penopang efisiensi, faktor inovasi dan kecanggihan.
Dari ketiga unsur tersebut, selama 2011–2012 Indonesia mengalami kenaikan peringkat, walau hanya satu tingkat, hanya pada unsur terakhir. Sedangkan, dua unsur lain mengalami penurunan, yang terburuk adalah unsur pertama yaitu persyaratan dasar yang turun lima peringkat.
Sedangkan unsur penopang efisiensi Indonesia turun dua peringkat. Karena itu, indeks daya saing global Indonesia tahun ini mengalami penurunan empat peringkat dari posisi 46 tahun lalu menjadi urutan ke-50.
Sekadar informasi, peringkat indeks daya saing global Indonesia terbaik terjadi pada 2010 yang berada di urutan 44, melonjak dari posisi 54 pada tahun sebelumnya.
Indeks daya saing global Indonesia dalam lima tahun terakhir memiliki jejak yang berbeda dibanding negaranegara berkembang yang sedang menapak menjadi negara maju. Di mana mereka umumnya mengalami peningkatan peringkat, tetapi Indonesia justru stagnan dan terjadi penurunan untuk beberapa unsur. Dari sejumlah pilar daya saing, kesiapan teknologi Indonesia meningkat cukup tajam, dari posisi 94 tahun lalu menjadi urutan 85 (2012).
Kenaikan peringkat juga terjadi pada efisiensi pasar barang (naik empat peringkat) dan kecanggihan bisnis (naiktigaperingkat) sementara, pilar lain justru mengalami penurunan, di antaranya kelembagaan (turun satu peringkat), kemajuan pasar uang (turun satu peringkat), infrastruktur (turun satu peringkat), lingkungan ekonomi makro (turun dua peringkat), inovasi (turun tiga peringkat), pendidikan tinggi dan pelatihan (turun empat peringkat), kesehatan dan pendidikan dasar (turun enam peringkat).
Yang cukup tajam penurunannya adalah pilar efisiensi pasar tenaga kerja, yang merosot dari peringkat 94 dunia menjadi 120, turun 26 peringkat. Aspek ketenagakerjaan ini menjadi salah satu penyebab merosotnya daya saing Indonesia pada tahun ini.
Hal ini membuktikan bahwa daya saing sangat ditentukan sumber daya manusia (SDM), mulai dari aparat hingga tenaga kerja. SDM yang baik akan berkontribusi besar pada peningkatan daya saing. Dari sejumlah indikator tersebut, WEF menyoroti kondisi institusi Indonesia.
Praktik korupsi yang masih marak terjadi menempatkan institusi Indonesia berada di peringkat 72 dengan nilai 3,86. Indonesia hanya berada satu peringkat di atas Kamboja dan dua peringkat di atas Etiopia.
Menurut WEF, kualitas lembaga ditentukan kerangka hukum dan administratif. Lembaga yang sehat dan adil sangat penting untuk menghindari negara dari bahaya krisis dan pemulihannya. Indikator ini sering dilihat para investor untuk investasi, serta menghitung biaya strategi dan kebijakan.
Sebagai contoh, pemilik tanah, pemilik perusahaan, dan para pemilik kekayaan intelektual tidak akan bersedia berinvestasi dalam perbaikan dan pemeliharaan properti mereka jika hak-hak mereka sebagai pemilik tidak diproteksi. Peran lembaga melampaui kerangka hukum.
Sikap pemerintah terhadap pasar dan kebebasan serta efisiensi operasinya juga sangat penting. Permasalahan seperti birokrasi, regulasi yang tumpang tindih, korupsi, kurangnya transparansi dan kepercayaan, ketidakmampuan untuk menyediakan layanan yang sesuai untuk sektor bisnis, peradilan yang bergantung pada kondisi politik serta masalah lainnya adalah berbagai hal yang menjadi pertimbangan investor untuk masuk.
Selain itu, pengelolaan keuangan publik yang tepat juga penting untuk memastikan kepercayaan dalam lingkungan bisnis nasional. Bukan hanya kualitas lembaga pemerintah yang menjadi perhatian investor, namun juga lembaga swasta. Apalagi, saat ini banyak krisis keuangan yang pertama kali muncul akibat skandal swasta seperti perbankan.
Akhirnya, saat ini banyak yang menyoroti pelaporan akuntansi dan transparansi untuk mencegah penipuan dan kesalahan manajemen, serta memastikan tata pemerintahan yang baik, dan menjaga kepercayaan investor dan konsumen.
Ekonomi dilayani dengan baik oleh bisnis yang dijalankan dengan jujur, di mana manajer mematuhi praktik etika yang kuat dalam berhubungan dengan pemerintah, perusahaan lain, dan masyarakat pada umumnya.
“Transparansi sektor swasta sangat diperlukan untuk bisnis,” tulis WEF. Ahmad Erani Yustikan, pengamat ekonomi dari The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), juga menyoroti faktor korupsi dan efisiensi birokrasi guna menunjang daya saing Indonesia.
Kualitas kelembagaan bisa terlihat pada antara kualitas SDM dan tenaga kerja, dan kepastian hukum. “Saya rasa yang perlu dilakukan pada masalah birokrasi adalah segera penataan ulang dan pelatihan ditingkatkan,” kata Erani kepada Seputar Indonesia(SINDO).
Dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) tahun 2011, Indonesia mempunyai sekor 3,0, lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 2,8. Dalam CPI Indonesia berada di peringkat ke- 100.
Di kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia masih kalah dibanding Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Dalam masalah pemberantasan korupsi memang banyak masyarakat yang pesimistis.
Hal ini tecermin pada jajak pendapat yang dilakukan MNC Media Research di 10 kota. Jajak pendapat itu menunjukkan 71% responden menilai tidak ada perubahan signifikan yang terjadi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Jajak pendapat yang dilakukan terhadap 1.103 responden berusia 17 tahun ke atas ini menunjukkan bahwa masyarakat pesimistis terhadap penuntasan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Perizinan merupakan salah satu masalah yang sering disorot dalam hal banyaknya praktik korupsi dan suap. Namun, saat ini sejumlah pemerintah daerah telah mencoba untuk mempermudah perizinan dengan sistem satu atap, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang telah lama membentuk Unit Pelayanan Satu Atap (UPTSA).
Unit ini melayani 66 bidang pelayanan publik yang terdiri dari 52 pelayanan perizinan dan pelayanan non-perizinan. Upaya mempermudah perizinan juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, yang berusaha mempermudah perizinan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di daerah ini guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Kami akan mempermudah pelayanan izin bagi investor domestik maupun mancanegara,” kata Kepala Badan Penanaman Modal Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak Agi Sugianto sebagaimana dilansir Antara(29/8).
World Economics Forum dalam menentukan indeks daya saing menggunakan tiga unsur utama yakni persyaratan dasar, penopang efisiensi, faktor inovasi dan kecanggihan.
Dari ketiga unsur tersebut, selama 2011–2012 Indonesia mengalami kenaikan peringkat, walau hanya satu tingkat, hanya pada unsur terakhir. Sedangkan, dua unsur lain mengalami penurunan, yang terburuk adalah unsur pertama yaitu persyaratan dasar yang turun lima peringkat.
Sedangkan unsur penopang efisiensi Indonesia turun dua peringkat. Karena itu, indeks daya saing global Indonesia tahun ini mengalami penurunan empat peringkat dari posisi 46 tahun lalu menjadi urutan ke-50.
Sekadar informasi, peringkat indeks daya saing global Indonesia terbaik terjadi pada 2010 yang berada di urutan 44, melonjak dari posisi 54 pada tahun sebelumnya.
Indeks daya saing global Indonesia dalam lima tahun terakhir memiliki jejak yang berbeda dibanding negaranegara berkembang yang sedang menapak menjadi negara maju. Di mana mereka umumnya mengalami peningkatan peringkat, tetapi Indonesia justru stagnan dan terjadi penurunan untuk beberapa unsur. Dari sejumlah pilar daya saing, kesiapan teknologi Indonesia meningkat cukup tajam, dari posisi 94 tahun lalu menjadi urutan 85 (2012).
Kenaikan peringkat juga terjadi pada efisiensi pasar barang (naik empat peringkat) dan kecanggihan bisnis (naiktigaperingkat) sementara, pilar lain justru mengalami penurunan, di antaranya kelembagaan (turun satu peringkat), kemajuan pasar uang (turun satu peringkat), infrastruktur (turun satu peringkat), lingkungan ekonomi makro (turun dua peringkat), inovasi (turun tiga peringkat), pendidikan tinggi dan pelatihan (turun empat peringkat), kesehatan dan pendidikan dasar (turun enam peringkat).
Yang cukup tajam penurunannya adalah pilar efisiensi pasar tenaga kerja, yang merosot dari peringkat 94 dunia menjadi 120, turun 26 peringkat. Aspek ketenagakerjaan ini menjadi salah satu penyebab merosotnya daya saing Indonesia pada tahun ini.
Hal ini membuktikan bahwa daya saing sangat ditentukan sumber daya manusia (SDM), mulai dari aparat hingga tenaga kerja. SDM yang baik akan berkontribusi besar pada peningkatan daya saing. Dari sejumlah indikator tersebut, WEF menyoroti kondisi institusi Indonesia.
Praktik korupsi yang masih marak terjadi menempatkan institusi Indonesia berada di peringkat 72 dengan nilai 3,86. Indonesia hanya berada satu peringkat di atas Kamboja dan dua peringkat di atas Etiopia.
Menurut WEF, kualitas lembaga ditentukan kerangka hukum dan administratif. Lembaga yang sehat dan adil sangat penting untuk menghindari negara dari bahaya krisis dan pemulihannya. Indikator ini sering dilihat para investor untuk investasi, serta menghitung biaya strategi dan kebijakan.
Sebagai contoh, pemilik tanah, pemilik perusahaan, dan para pemilik kekayaan intelektual tidak akan bersedia berinvestasi dalam perbaikan dan pemeliharaan properti mereka jika hak-hak mereka sebagai pemilik tidak diproteksi. Peran lembaga melampaui kerangka hukum.
Sikap pemerintah terhadap pasar dan kebebasan serta efisiensi operasinya juga sangat penting. Permasalahan seperti birokrasi, regulasi yang tumpang tindih, korupsi, kurangnya transparansi dan kepercayaan, ketidakmampuan untuk menyediakan layanan yang sesuai untuk sektor bisnis, peradilan yang bergantung pada kondisi politik serta masalah lainnya adalah berbagai hal yang menjadi pertimbangan investor untuk masuk.
Selain itu, pengelolaan keuangan publik yang tepat juga penting untuk memastikan kepercayaan dalam lingkungan bisnis nasional. Bukan hanya kualitas lembaga pemerintah yang menjadi perhatian investor, namun juga lembaga swasta. Apalagi, saat ini banyak krisis keuangan yang pertama kali muncul akibat skandal swasta seperti perbankan.
Akhirnya, saat ini banyak yang menyoroti pelaporan akuntansi dan transparansi untuk mencegah penipuan dan kesalahan manajemen, serta memastikan tata pemerintahan yang baik, dan menjaga kepercayaan investor dan konsumen.
Ekonomi dilayani dengan baik oleh bisnis yang dijalankan dengan jujur, di mana manajer mematuhi praktik etika yang kuat dalam berhubungan dengan pemerintah, perusahaan lain, dan masyarakat pada umumnya.
“Transparansi sektor swasta sangat diperlukan untuk bisnis,” tulis WEF. Ahmad Erani Yustikan, pengamat ekonomi dari The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), juga menyoroti faktor korupsi dan efisiensi birokrasi guna menunjang daya saing Indonesia.
Kualitas kelembagaan bisa terlihat pada antara kualitas SDM dan tenaga kerja, dan kepastian hukum. “Saya rasa yang perlu dilakukan pada masalah birokrasi adalah segera penataan ulang dan pelatihan ditingkatkan,” kata Erani kepada Seputar Indonesia(SINDO).
Dalam Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) tahun 2011, Indonesia mempunyai sekor 3,0, lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 2,8. Dalam CPI Indonesia berada di peringkat ke- 100.
Di kawasan Asia Tenggara, skor Indonesia masih kalah dibanding Singapura (9,2), Brunei (5,2), Malaysia (4,3), dan Thailand (3,4). Dalam masalah pemberantasan korupsi memang banyak masyarakat yang pesimistis.
Hal ini tecermin pada jajak pendapat yang dilakukan MNC Media Research di 10 kota. Jajak pendapat itu menunjukkan 71% responden menilai tidak ada perubahan signifikan yang terjadi dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Jajak pendapat yang dilakukan terhadap 1.103 responden berusia 17 tahun ke atas ini menunjukkan bahwa masyarakat pesimistis terhadap penuntasan kasus-kasus korupsi di Indonesia.
Perizinan merupakan salah satu masalah yang sering disorot dalam hal banyaknya praktik korupsi dan suap. Namun, saat ini sejumlah pemerintah daerah telah mencoba untuk mempermudah perizinan dengan sistem satu atap, seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya yang telah lama membentuk Unit Pelayanan Satu Atap (UPTSA).
Unit ini melayani 66 bidang pelayanan publik yang terdiri dari 52 pelayanan perizinan dan pelayanan non-perizinan. Upaya mempermudah perizinan juga dilakukan Pemerintah Kabupaten Lebak, Banten, yang berusaha mempermudah perizinan bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di daerah ini guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
“Kami akan mempermudah pelayanan izin bagi investor domestik maupun mancanegara,” kata Kepala Badan Penanaman Modal Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Lebak Agi Sugianto sebagaimana dilansir Antara(29/8).
(kur)