Transaksi mencurigakan per bulan capai 2.054

Kamis, 13 September 2012 - 03:03 WIB
Transaksi mencurigakan per bulan capai 2.054
Transaksi mencurigakan per bulan capai 2.054
A A A
Sindonews.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, jumlah Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) pada semester pertama 2012 terus mengalami peningkatan signifikan dibandingkan akhir semester 2011. Pada tujuh bulan pertama 2012, PPATK mencatat lebih dari 14.383 laporan transaksi.

Kepala PPATK Muhammad Yusuf menyebutkan, berdasarkan laporan statistik PPATK Priode Juli 2012, transaksi keuangan mencurigakan mencapai 2.054 transaksi per bulan. Jumlah tersebut meningkat, dibandingkan pada 2010 sebanyak 1.445 transaksi perbulan, dan pada 2011 sebanyak 1.685 per bulan.

"Dengan meningkatnya jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan, semakin tinggi pula transaksi yang terindikasi pidana korupsi," kata Yusuf di Jakarta, Rabu (12/9/2012).

Menurut Yusuf, berdasarkan hasil analisis PPATK, dugaan tindak pidana Korupsi (Tipikor) masih menempati urutan pertama, yaitu sebesar 44,8 persen, diikuti dugaan tindak pidana penipuan sebesar 23,2 persen dan dugaan tindak pidana penyuapan sebesar 3,9 persen.

Sementara itu, berdasarkan Hasil Analisis, nilai transaksi yang dilakukan terlapor di bawah satu miliar sebesar 60,7 persen, sedangkan dengan tansaksi antara Rp1 miliar hingga Rp5 miliar sebesar 25,6 persen dan di atas Rp5 miliar mencapai 13,7 persen.

"Hasil audit kepatuhan yang telah dilakukan penilaian selama 2012 menunjukkan bahwa 93,7 persen mendapat penilaian yang rendah, dan tidak ada yang mendapatkan nilai baik," kata Yusuf.

Dari 14.383 laporan transaksi, Provinsi DKI Jakarta tercatat berada di posisi pertama sebagai daerah yang dilaporkan adanya dugaan korupsi yaitu sebanyak 46,7 persen dari seluruh LTKM.

Lantas diikuti oleh Jawa Barat dengan enam persen, Kalimantan Timur 5,7 persen, Jawa Timur 5,2 persen, Jambi 4,1 persen, Sumatera Utara empat persen, Jawa Tengah 3,5 persen, serta Aceh Darussalam dan Kalimantan Selatan yang sama-sama 2,1 persen.

Yusuf menjelaskan, tansaksi keuangan mencurigakan merupaka transaksi yang nilai atau frekuensinya di luar kewajaran dari profil pemilik rekening. Misalnya, seorang pegawai negeri sipil (PNS) memiliki gaji sebesar Rp10 juta per bulan.

Pada suatu waktu ada uang masuk ke rekeningnya sebesar Rp500 juta. Jika tidak ada penjelasan mengenai asal-usul uang tersebut, PPATK akan menilainya sebagai transaksi mencurigakan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun lantas membantah pernyataan Ketua PPATK M Yusuf yang menyebut aparat Pemprov DKI Jakarta terkorup di Indonesia. Tuduhan ini dinilai bertendensi menghancurkan kredibilitas para PNS di lingkungan Pemprov DKI.

"Tudingan yang diarahkan kepada Pemprov DKI Jakarta sangat keliru dan bertendensi menghancurkan kredibilitas Pemprov DKI Jakarta. Angka 46 persen yang dilansir sejumlah media massa yang menyatakan Pemprov DKI Jakarta terkorup tidaklah sesuai dengan laporan PPATK per Juni 2012," ujar Kepala Bidang Informasi Publik Dinas Komunikasi, Informatika dan Kehumasan Provinsi DKI Jakarta, Cucu Ahmad Kurnia, di Jakarta.

Wakil Kepala PPATK Agus Santoso berjanji untuk terus memperkaya sumber data pemeriksaan selain melalui LTKM, yaitu melalui Laporan Transaksi Keuangan Tunai, Laporan Pembawaan Uang Tunai, dan Laporan Perusahaan Penyedia Barang dan/atau Jasa (PBJ), apalagi PPATK kini bisa mengakses sistem kependudukan melaluiu Sistem Administrasi Kependudukan.

"PPATK telah menyerahkan 2.046 hasil analisis dari 4.232 LKTM kepada penyidik," terangnya.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7037 seconds (0.1#10.140)