Memilih kantor antara Beijing dan Jakarta
A
A
A
Permintaan perkantoran di sejumlah kota besar di Asia Pasifik mengalami pelemahan pada kuartal II 2012.Tetapi, kenyataan tersebut tidak bisa dipukul rata. Kondisi demikian tidak terjadi di Beijing, China.
Memang, permintaan volume perkantoran menurun di beberapa kota di Negeri Tirai Bambu. Hal ini diakibatkan kontraksi yang dialami sejumlah perusahaan keuangan.
Selain itu melemahnya permintaan perkantoran juga didominasi krisis ekonomi yang menggejala di wilayah Asia Pasifik. Kerentanan ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi sebagian besar tenant untuk membuka ruang perkantoran di pusat-pusat bisnis di China.
Perusahaan konsultan real estat, Jones Lang LaSalle, dalam laporan penelitiannya Kuartal II/2012 menyebutkan, permintaan perkantoran di Shanghai, Guangzhou, Hong Kong,dan Taipei secara keseluruhan melemah karena dipengaruhi ketidakpastian ekonomi dalam negeri. Di Hong Kong khususnya, harga sewa ruang kantor turun sekitar 1,2% dari harga pada Kuartal I/2012.
“Ketidakpastian ekonomi yang terus menggeliat di lingkungan eksternal, secara langsung mengekang permintaan perkantoran pada kuartal kedua ini. Hal ini mengakibatkan kebutuhan ruang semakin tinggi, tapi pasokannya kosong,” tulis laporan survei Jones Lang bertajuk Asia Pacific Property Digest Second Quarter 2012.
Meski beberapa kota di China terlihat melemah, tidak demikian yang terjadi di Beijing. Permintaan perkantoran di ibu kota China ini terus menguat. Menurut Jones Lang, kawasan pusat bisnis di Beijing terus menunjukkan peningkatan dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya.
“Peningkatan sewa perkantoran di Beijing menunjukkan, sekitar 8%, seiring tingkat ketersediaan ruang yang semakin sedikit karena tingginya permintaan dan rendahnya pasokan,” tulis Jones Lang.
Saat ini harga sewa rata-rata ruang kantor di Beijing mencapai USD977 per meter persegi. Jones Lang memprediksi permintaan kantor rata-rata sepanjang tahun ini akan lebih lemah ketimbang tahun lalu di kota-kota besar di China.
Penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat dan perusahaan yang mengurangi perekrutan. Tapi ada prediksi bahwa Beijing tetap mengalami pertumbuhan di paruh kedua 2012.
“Pertumbuhan terbesar masih akan dicetak Beijing, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10%,” tulis Jones Lang.
Permintaan perkantoran oleh perusahaan-perusahaan multinasional di beberapa kota di China memang mengalami pelambatan, tetapi kenaikan justru terjadi pada perusahaan-perusahaan domestik.
Sebagian korporasi domestik tetap dan terus berekspansi memburu perkantoran. Sayangnya, geliat ekspansi tersebut tidak diiringi dengan tingginya pasokan perkantoran. Pasokan jumlah perkantoran terus mengalami penurunan.
Seperti halnya di Hong Kong, tidak ada ruang perkantoran baru yang bisa selesai sampai akhir Kuartal II/2012. Dengan tidak adanya pasokan baru, kekosongan pasar perkantoran otomatis akan berangsur turun dari 3,8% (akhir Kuartal I/2012) menjadi 3,4% (akhir Kuartal II/2012).
Sementara, kondisi pasokan baru di Shanghai stagnan,yang seluruhnya menyelesaikan bangunan pada Kuartal I/2012 seperti perkantoran kelas A Bank Guangzhou Square.
Kondisi serupa juga terjadi di Beijing, tidak ada pasokan perkantoran baru di Kuartal II/2012 secara berturut- turut di kota berpenduduk lebih dari 7 juta jiwa ini.
Sebagian besar pasokan perkantoran yang sebelumnya diprediksi akan selesai pada 2012, ditunda sampai 2013. Akhirnya, calon pembeli atau penyewa mau tidak mau harus mencari ruang perkantoran di luar pusat bisnis di Beijing.
Padahal, tren permintaan sewa kantor terus mengalami kenaikan seiring dengan modal pertumbuhan nilai yang tetap datar.
Seperti yang ditunjukkan pada hasil survei Jones Lang, Beijing mengalami peningkatan permintaan ruang perkantoran. Kondisi positif ini sama halnya dengan yang terjadi di Jakarta. Peningkatan permintaan di Jakarta menunjukkan angka 9%, lebih tinggi 1% dibanding Beijing.
Kedua ibu kota negara ini sama-sama memiliki daya tarik baik bagi korporasi domestik maupun internasional.
Memang, permintaan volume perkantoran menurun di beberapa kota di Negeri Tirai Bambu. Hal ini diakibatkan kontraksi yang dialami sejumlah perusahaan keuangan.
Selain itu melemahnya permintaan perkantoran juga didominasi krisis ekonomi yang menggejala di wilayah Asia Pasifik. Kerentanan ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi sebagian besar tenant untuk membuka ruang perkantoran di pusat-pusat bisnis di China.
Perusahaan konsultan real estat, Jones Lang LaSalle, dalam laporan penelitiannya Kuartal II/2012 menyebutkan, permintaan perkantoran di Shanghai, Guangzhou, Hong Kong,dan Taipei secara keseluruhan melemah karena dipengaruhi ketidakpastian ekonomi dalam negeri. Di Hong Kong khususnya, harga sewa ruang kantor turun sekitar 1,2% dari harga pada Kuartal I/2012.
“Ketidakpastian ekonomi yang terus menggeliat di lingkungan eksternal, secara langsung mengekang permintaan perkantoran pada kuartal kedua ini. Hal ini mengakibatkan kebutuhan ruang semakin tinggi, tapi pasokannya kosong,” tulis laporan survei Jones Lang bertajuk Asia Pacific Property Digest Second Quarter 2012.
Meski beberapa kota di China terlihat melemah, tidak demikian yang terjadi di Beijing. Permintaan perkantoran di ibu kota China ini terus menguat. Menurut Jones Lang, kawasan pusat bisnis di Beijing terus menunjukkan peningkatan dibanding kuartal yang sama tahun sebelumnya.
“Peningkatan sewa perkantoran di Beijing menunjukkan, sekitar 8%, seiring tingkat ketersediaan ruang yang semakin sedikit karena tingginya permintaan dan rendahnya pasokan,” tulis Jones Lang.
Saat ini harga sewa rata-rata ruang kantor di Beijing mencapai USD977 per meter persegi. Jones Lang memprediksi permintaan kantor rata-rata sepanjang tahun ini akan lebih lemah ketimbang tahun lalu di kota-kota besar di China.
Penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang melambat dan perusahaan yang mengurangi perekrutan. Tapi ada prediksi bahwa Beijing tetap mengalami pertumbuhan di paruh kedua 2012.
“Pertumbuhan terbesar masih akan dicetak Beijing, dengan pertumbuhan mencapai lebih dari 10%,” tulis Jones Lang.
Permintaan perkantoran oleh perusahaan-perusahaan multinasional di beberapa kota di China memang mengalami pelambatan, tetapi kenaikan justru terjadi pada perusahaan-perusahaan domestik.
Sebagian korporasi domestik tetap dan terus berekspansi memburu perkantoran. Sayangnya, geliat ekspansi tersebut tidak diiringi dengan tingginya pasokan perkantoran. Pasokan jumlah perkantoran terus mengalami penurunan.
Seperti halnya di Hong Kong, tidak ada ruang perkantoran baru yang bisa selesai sampai akhir Kuartal II/2012. Dengan tidak adanya pasokan baru, kekosongan pasar perkantoran otomatis akan berangsur turun dari 3,8% (akhir Kuartal I/2012) menjadi 3,4% (akhir Kuartal II/2012).
Sementara, kondisi pasokan baru di Shanghai stagnan,yang seluruhnya menyelesaikan bangunan pada Kuartal I/2012 seperti perkantoran kelas A Bank Guangzhou Square.
Kondisi serupa juga terjadi di Beijing, tidak ada pasokan perkantoran baru di Kuartal II/2012 secara berturut- turut di kota berpenduduk lebih dari 7 juta jiwa ini.
Sebagian besar pasokan perkantoran yang sebelumnya diprediksi akan selesai pada 2012, ditunda sampai 2013. Akhirnya, calon pembeli atau penyewa mau tidak mau harus mencari ruang perkantoran di luar pusat bisnis di Beijing.
Padahal, tren permintaan sewa kantor terus mengalami kenaikan seiring dengan modal pertumbuhan nilai yang tetap datar.
Seperti yang ditunjukkan pada hasil survei Jones Lang, Beijing mengalami peningkatan permintaan ruang perkantoran. Kondisi positif ini sama halnya dengan yang terjadi di Jakarta. Peningkatan permintaan di Jakarta menunjukkan angka 9%, lebih tinggi 1% dibanding Beijing.
Kedua ibu kota negara ini sama-sama memiliki daya tarik baik bagi korporasi domestik maupun internasional.
(kur)