Panggung kicauan yang ramai

Kamis, 06 September 2012 - 11:51 WIB
Panggung kicauan yang...
Panggung kicauan yang ramai
A A A
Belakangan ini media sosial Twitter menjadi sarana aktif di panggung politik. Tidak saja di dalam negeri, di banyak negara di dunia para politisi juga memanfaatkan jejaring pertemanan ini untuk kampanye politik.

Banyak politisi yang berlomba menarik dukungan melalui jumlah follower di Twitter. Jejaring ini selain memudahkan para politisi berkomunikasi dengan konstituennya, juga bisa memperlihatkan popularitas mereka dan mudah memberikan tanggapan terhadap isu-isu sosial yang sedang berkembang.

Pemimpin Konsultan Media 140Elect, Zach Green, seperti dilansir AFP, mengatakan, Twitter berpotensi memengaruhi narasi nasional.

Karena itu, ada baiknya jika seorang kandidat presiden hendaknya dapat menggunakan jejaring sosial ini. “Twitter dapat menyampaikan informasi secara demokratis, juga bisa menginformasikan pesan yang mungkin tidak nampak di media umum seperti koran dan televisi,” pungkasnya.

Seperti dikutip situs Listfanpage.com sampai pukul 11:00, Sabtu, 2 September 2012, banyaknya dukungan melalui follower terhadap politisi dunia tampak seperti pada Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama (19.174.873 followers), kandidat presiden AS dari Partai Republik Mitt Romney (1.001.040 followers).

Kandidat wakil presiden dari Partai Republik Paul Ryan (212.067 followers), PresidenVenezuela Hugo Chavez (3.387.193 followers), politisi Yordania Queen Ryan al-Abdullah (2.286.190 followers), politisi India Shashi Tharoor (1.472.525 followers), politisi Demokrat AS Al Gore (2.487.891 followers), dan mantan Gubernur California Arnold Schwarzenegger (2.574.383 followers).

Keterpilihan Obama dalam pemilihan presiden AS pada 2008 disebutsebut juga tidak luput dari kesuksesannya berkampanye lewat jejaring sosial.

Dia mampu menarik jutaan pendukung melalui Facebook dan Twitter sehingga visi, misi, dan kepopulerannya mudah dilihat publik. Strategi kampanye tersebut kini dipakai lagi, begitupun dengan lawan politiknya sekarang, Mitt Romney.

“Obama adalah politisi generasi baru yang cerdik memahami kekuatan elektoral webdengan hanya selalu membolak- balikkan pesan pada BlackBerrynya. Kampanye Obama tidak saja terdapat pada Youtube, Facebook, Twitter, tetapi juga MySpace, Flickr, Digg, Black- Planet, LinkedIn, AsianAve, MiGente, Glee, dan lain-lain,” tulis media USNews pada masa-masa kampanye presiden AS, November 2008.

Tidak saja terjadi di panggung politik global, di pentas politik Tanah Air pun gegap gempita politisi menarik follower dari jejaring sosial kian ramai. Politisi bahkan banyak yang menjadikan jejaring sosial untuk menanggapi isu-isu kebangsaan.

Karena itu, mereka berlomba menarik banyak follower dan selalu memperbarui statusnya dengan wacana perpolitikan yang sedang diperbincangkan publik.

Terlihat pada akun Twitter politisi nasional sampai pukul 12.00, Sabtu, 2 September 2012, seperti politikus PKS yang juga Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring (424.470 followers), politikus Partai Golkar Indra J Pialang (53.560 followers), politikus PDIP Puan Maharani (19.742 followers), politikus Partai Demokrat Ruhut Sitompul (4.361 followers), dan politikus PAN Teguh Juwarno (16.813 followers).

Dengan mempunyai banyak follower, opini mereka bisa lebih mudah diinformasikan ke publik. Namun, bagi politikus Partai Demokrat Roy Suryo yang hanya mempunyai 245 followers, penggunaan Twitter tidak bisa dijadikan sebagai hal utama media beropini bagi politisi.

“Soal ngetwit di Twitter sebenarnya bergantung pada target, juga daerah pemilihannya. Saya ngetwit bukan garagara karena menjadi politisi,” katanya melalui pesan pendek kepada harian Seputar Indonesia (SINDO), Sabtu 2 September 2012.

Meski begitu, jejaring sosial seperti Twitterdan Facebook tidak bisa dipungkiri kini tengah menjadi “panggung” baru yang diperebutkan para politisi baik luar negeri maupun nasional.

Hal ini membuktikan bahwa Twitter sebagai media sosial menjadi panggung yang ramai akan kicauan penggunanya, mulai dari orang biasa, politisi, hingga kepala negara. Cara cerdas menggunakannya dibutuhkan agar media ini bisa menjadi sarana positif untuk pertemanan, bukan “medan perang” kata-kata.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0524 seconds (0.1#10.140)