Mewaspadai follower semu

Rabu, 05 September 2012 - 13:59 WIB
Mewaspadai follower...
Mewaspadai follower semu
A A A
Untuk membangun brand atau citra, tidak sedikit individu maupun perusahaan memilih membeli follower Twitter. Padahal, cara ini dianggap kurang efektif sebab tidak sedikit dari akun follower itu berupa bot (robot).

Semakin berkembangnya teknologi seperti, membawa dampak perubahan fungsi bagi situs jejaring sosial seperti Twitter dan Facebook.

Media sosial kini tidak lagi hanya digunakan sebagai tempat bersosialisasi semata, melainkan telah beralih menjadi tempat untuk promosi.

Buktinya, sebagian besar para pebisnis yang ada di dunia termasuk Indonesia telah menjadikan media sosial untuk membangun brand.

Beralihnya fungsi media sosial ternyata juga diperkuat dengan hasil Survey Global Web Index (GWI) terbaru yang menyatakan, ada tren perilaku berbeda dari pengguna situs jejaring sosial dunia.

Hampir sepertiga dari pengguna kini memanfaatkan situs media sosial untuk mengenalkan merek (brand) yang mereka miliki. Tidak hanya para pelaku usaha saja yang telah memanfaatkan media sosial sebagai alat baru dalam dunia marketing.

Beberapa perusahaan global, publik figur, politisi juga telah menggunakan media sosial untuk membangun citra di masyarakat.

Dengan begitu, dengan hal ini, rasanya wajar bila sekarang praktik jual beli like di Facebook maupun follower di Twittermakin menjamur di seluruh dunia.

Di Indonesia beberapa penyedia jasa jual beli follower bahkan mulai berani memasang iklan di internet dan berbagai situs. Menurut praktisi media sosial Nukman Luthfie,umumnya ada dua alasan yang membuat seseorang atau perusahaan tertarik untuk membeli follower yaitu untuk personal branding dan meningkatkan produksi.

“Maka dari itu, biasanya sasaran utama para pengguna jasa jual beli follower ini adalah perusahaan dan para publik figur, baik dari kalangan artis maupun politisi yang biasanya ingin menaikkan pamor,” ungkapnya kepada harian Seputar Indonesia (SINDO).

Dia mengatakan, dengan makin menjamurnya penggunaan Twitterdan Facebookyang ada di Indonesia, cara ini memang dinilai sangat menguntungkan.

“ Apalagi,kebanyakan masyarakat kita masih berpikir bahwa dengan banyaknya jumlah followerdari seseorang maupun produk, mereka pasti disukai. Secara otomatis akan membuat orang mudah percaya dan akhirnya terdorong untuk mem-follow,” katanya.

Kendati demikian, dia menerangkan, sebenarnya langkah membeli follower ini bukanlah satu cara tepat yang bisa dipilih dan dilakukan seseorang maupun perusahaan dalam membangun brand maupun citra diri. Seiring dengan makin meningkatnya teknologi status follower asli maupun palsu dari hasil jual beli akan dapat terlihat dengan mudah.

Yang dimaksud palsu ialah akun yang dihasilkan dari software tertentu dan biasanya akun ini tidak akan meretwitt apa yang dikicaukan seseorang.

“Akun palsu biasanya akan diam tanpa ada aktivitas. Ini bisa dilihat dengan tidak ada komentar dari pemilik akun tersebut,” katanya.

Dia menerangkan, salah satu cara mengetahui follower palsu adalah lewat situs fakers. statuspeople.com. Dalam situs ini langkah untuk mengetahui persentase jumlah fake follower dibuat sangat mudah. Caranya cukup dengan mengklik connect to Twitter terlebih dahulu.

Lalu, bukalah akun Twitter milik pribadi seperti biasa, dengan memasukkan user name dan kata sandi (password) yang dimiliki. Kemudian, langkah selanjutnya ialah mengklik tulisan authorize app.

Setelah itu, para pengguna pun secara otomatis akan mengetahui persentase follower asli maupun palsu dengan cepat. Para pengguna juga bisa mendapatkan informasi tentang follower yang tidak aktif lagi. Langkah ini mudah diikuti, apalagi bagi yang telah aktif berselancar di jejaring sosial.

Dengan adanya hal ini, dia menyarankan sebaiknya langkah membeli follower tidak dilakukan. “Sebab apabilaketahuan, secaralangsungcitrapersonal maupun merek yang dibangun akan menjadi rusak dan menurunkan kepercayaan para follower. Sehingga, bukan tidak mungkin akan ditinggalkan dalam waktu cepat. Hal tersebut pastinya merugikan,”imbuhnya.

Ditambah lagi, biasanya para konsumen atau pun penggemar lebih cenderung mem-follow karena ingin mengetahui secara rinci mengenai perkembangan publik figur maupun produk yang mereka sukai.

Dia menuturkan,bagi pemilik brand cara ini memang merupakan salah satu langkah jitu untuk meningkatkan minat pembeli.“Jadi,apabila memang tetap dipilih,ada baiknya para pembeli follower harus memilih dengan benar penyedia jasa tersebut.Hal ini sematamata agar terhindar dari akun palsu buatan mesin,”ungkapnya.

Sementara itu, dalam artikelnya yang bertajuk “Jangan Terjebak untuk Mengejar Follower Semu”, Iim Fahima, Online Marketing Communication Strategist, Virtual Consulting menuliskan, terkadang para pemilik brand yang terpaku mengejar angka follower sering lupa akan tujuan utamanya.

Terkadang budget yang ada akhirnya digunakan untuk kegiatan sia-sia seperti membelifollower. Padahal berdasarkan riset yang dilakukan Razorfish, perusahaan konsultan marketing terbesar dunia, alasan terpenting seseorang berteman di media sosial karena ingin mendapat informasi eksklusif dan konten yang menarik. “Dengan itu, follower palsu pastinya tidak akan membantu sama sekali,”pungkasnya.

Untuk membangun brand, dia menyarankan perusahaan bisa melakukan cara dengan giat memberikan setiap informasi menarik tentang produk yang dihasilkan. Selain itu, juga bisa menjalin komunikasi baik dan rutin dengan para konsumen. Misalnya saja dengan mengadakan acara promosi.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0677 seconds (0.1#10.140)