Sultan & Paku Alam dalam UUK DIY
A
A
A
SETELAH melalui beberapa masa persidangan di DPR, Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akhirnya berhasil disahkan menjadi UU melalui rapat paripurna DPR.
Meski ada polemik, pengesahan UUK ini sedikit melegakan hati masyarakat Yogya. Sebab, nasib Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam ke depan terkatung-katung selama UUK tersebut masih berkutat di DPR.
Salah satu persoalan dalam alotnya proses pembahasan UUK tersebut menyangkut proses pengangkatan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Ada yang menginginkan melalui penetapan oleh DPRD, ada yang menginginkan melalui mekanisme pemilihan langsung di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada).
Usai melewati polemik yang panjang, diputuskanlah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam bisa menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur melalui mekanisme penetapan oleh DPRD DIY. Tetapi ada catatan yang mensyaratkan kedua pimpinan Yogyakarta tersebut tidak boleh berkencimpung dalam aktivitas politik praktis.
Hal ini tertulis dalam BAB VI mengenai pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasal 18 ayat (1) huruf n yang berbunyi, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Reublik Indonesia yang harus memenuhi syarat bukan sebagai anggota partai politik.
Dalam ayat (2) huruf m juga disebutkan, kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Bunyi aturan inilah yang kemudian melahirkan polemik baru. Aturan tersebut dinilai sebagai upaya mengganjal Sri Sultan maju sebagai bakal calon presiden 2014 mendatang, mengingat namanya selama ini sudah digadang-gadang oleh beberapa kalangan.
Polemik juga muncul, mengenai aturan larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur tidak boleh ikut berpartai sebaiknya jangan hanya untuk DIY, tetapi berlaku diberlakukan untuk daerah lainnya termasuk jabatan Bupati, Wali Kota, Menteri , bahkan Presiden.
Sementara itu, mengenai bagaimana tata cara pengajuan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DIY diatur dalam pasal 19 ayat (1), yaitu DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipatenan tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Ayat (2) menerangkan, berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling lambat 30 hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima.
Ayat (3) Kesultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan, surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngyogyakarta Hadiningrat; surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman; surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai calon Wakil Gubernur; dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2).
Setelah itu DPRD DIY (pasal 20) membentuk panitia khusus penyusunan tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Selanjutnya (pasal 21, 22, dan 23) DPRD DIY melakukan verifikasi melalui panitia khusus terhadap dokumen persyaratan Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur.
Selanjutnya, dalam pasal 24 DPRD DIY menyelenggarakan rapat paripurna dengan agenda pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lambat tujuh hari setelah diterimanya hasil penetapan dari panitia khusus.
Setelah menyampaikan visi, misi, dan program, DPRD DIY kemudian menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai Wakil Gubernur.
Usai ditetapkan, sesuai ketentuan pasal 27, keduanya akan dilantik oleh Presiden. Jika Presiden berhalangan, pelantikan dilakukan oleh Wakil Presiden. Jika Wakil Presiden juga berhalangan, maka pelantikan dilakukan oleh menteri .
Dalam UUK DIY tersebut, selain menyangkut mekanisme pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY juga diatur mengenai kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Selain itu juga diatur mengenai Perda, Perdais, peraturan Gubernur, dan keputusan Gubernur.
Bahkan, mengenai pendanaannya juga diatur dalam UUK DIY tersebut, termasuk ketentuan lain-lain.
Meski ada polemik, pengesahan UUK ini sedikit melegakan hati masyarakat Yogya. Sebab, nasib Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam ke depan terkatung-katung selama UUK tersebut masih berkutat di DPR.
Salah satu persoalan dalam alotnya proses pembahasan UUK tersebut menyangkut proses pengangkatan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Ada yang menginginkan melalui penetapan oleh DPRD, ada yang menginginkan melalui mekanisme pemilihan langsung di Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada).
Usai melewati polemik yang panjang, diputuskanlah Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam bisa menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur melalui mekanisme penetapan oleh DPRD DIY. Tetapi ada catatan yang mensyaratkan kedua pimpinan Yogyakarta tersebut tidak boleh berkencimpung dalam aktivitas politik praktis.
Hal ini tertulis dalam BAB VI mengenai pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, pasal 18 ayat (1) huruf n yang berbunyi, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur adalah warga negara Reublik Indonesia yang harus memenuhi syarat bukan sebagai anggota partai politik.
Dalam ayat (2) huruf m juga disebutkan, kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi surat pernyataan bukan sebagai anggota partai politik, sebagai bukti pemenuhan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Bunyi aturan inilah yang kemudian melahirkan polemik baru. Aturan tersebut dinilai sebagai upaya mengganjal Sri Sultan maju sebagai bakal calon presiden 2014 mendatang, mengingat namanya selama ini sudah digadang-gadang oleh beberapa kalangan.
Polemik juga muncul, mengenai aturan larangan bagi Gubernur dan Wakil Gubernur tidak boleh ikut berpartai sebaiknya jangan hanya untuk DIY, tetapi berlaku diberlakukan untuk daerah lainnya termasuk jabatan Bupati, Wali Kota, Menteri , bahkan Presiden.
Sementara itu, mengenai bagaimana tata cara pengajuan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur DIY diatur dalam pasal 19 ayat (1), yaitu DPRD DIY memberitahukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kasultanan dan Kadipatenan tentang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur paling lambat tiga bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Ayat (2) menerangkan, berdasarkan pemberitahuan dari DPRD DIY sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kasultanan mengajukan Sultan Hamengku Buwono yang bertakhta sebagai calon Gubernur dan Kadipaten mengajukan Adipati Paku Alam yang bertakhta sebagai calon Wakil Gubernur paling lambat 30 hari setelah surat pemberitahuan DPRD DIY diterima.
Ayat (3) Kesultanan dan Kadipaten pada saat mengajukan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur kepada DPRD DIY menyerahkan, surat pencalonan untuk calon Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura Kasultanan Ngyogyakarta Hadiningrat; surat pencalonan untuk calon Wakil Gubernur yang ditandatangani oleh Penghageng Kawedanan Hageng Kasentanan Kadipaten Pakualaman; surat pernyataan kesediaan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai calon Wakil Gubernur; dan kelengkapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (2).
Setelah itu DPRD DIY (pasal 20) membentuk panitia khusus penyusunan tata tertib penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur. Selanjutnya (pasal 21, 22, dan 23) DPRD DIY melakukan verifikasi melalui panitia khusus terhadap dokumen persyaratan Sultan Hamengku Buwono sebagai calon Gubernur dan Adipati Paku Alam sebagai calon Wakil Gubernur.
Selanjutnya, dalam pasal 24 DPRD DIY menyelenggarakan rapat paripurna dengan agenda pemaparan visi, misi, dan program calon Gubernur paling lambat tujuh hari setelah diterimanya hasil penetapan dari panitia khusus.
Setelah menyampaikan visi, misi, dan program, DPRD DIY kemudian menetapkan Sultan Hamengku Buwono yang bertahta sebagai Gubernur dan Adipati Paku Alam yang bertahta sebagai Wakil Gubernur.
Usai ditetapkan, sesuai ketentuan pasal 27, keduanya akan dilantik oleh Presiden. Jika Presiden berhalangan, pelantikan dilakukan oleh Wakil Presiden. Jika Wakil Presiden juga berhalangan, maka pelantikan dilakukan oleh menteri .
Dalam UUK DIY tersebut, selain menyangkut mekanisme pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY juga diatur mengenai kelembagaan, kebudayaan, pertanahan, dan tata ruang. Selain itu juga diatur mengenai Perda, Perdais, peraturan Gubernur, dan keputusan Gubernur.
Bahkan, mengenai pendanaannya juga diatur dalam UUK DIY tersebut, termasuk ketentuan lain-lain.
(kur)