Tidak ada arahan dari Direksi Merparti

Kamis, 30 Agustus 2012 - 21:41 WIB
Tidak ada arahan dari Direksi Merparti
Tidak ada arahan dari Direksi Merparti
A A A
Sindonews.com - Keputusan pemilihan penyewaan dua unit pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC pada 2006, bukan arahan dari Direksi Merpati Nusantara Airlines (MNA). Namun, proses pengadaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan 737-500 dilakukan secara terbuka.

Dua saksi fakta dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan terdakwa Hotasi Nababan, dan Tony Sudjiarto di Pengadilan Tipikor Jakarta justru berpandangan kalau proses pengadaan tidak menyalahi prosedur.

Dua saksi yang dihadirkan adalah Bagus Panuntun dan Mohamad Avianto dari tim pengadaan pesawat (procurement) PT MNA. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu, baik Avianto maupun Bagus menganggap Merpati akan kesulitan jika menyewa pesawat mengacu dengan prosedur birokratis sistem tender.

Avianto menuturkan, posisi tawar Merpati di hadapan perusahaan penyewaan pesawat memang sangat lemah lantaran kondisi keuangan perusahaan yang sedang memburuk. "Tidak mungkin mengacu itu (prosedur pengadaan barang)," kata Avianto.

Meski demikian ditegaskannya, proses pengadaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan 737-500 dilakukan secara terbuka. Dalam rangka pengadaan pesawat sewaan itu, Avianto pada 10 Januari 2006 memasang iklan di SpeedNews yang dikenal sebagai forum bisnis dan informasi seputar pesawat terbang.

Bagaimana dengan uang tunai sebesar USD1 juta sebagai security deposit yang justru diserahkan ke rekening pengacara Hume Associates selaku pihak ketiga? Menurut Avianto, itu merupakan hal lazim jika security deposit diserahkan ke lawyer.

"Agar lebih secure (aman). Kalau ingkar janji, itu masalah lain," ucapnya.

Meski dia menegaskan, selama Hotasi menjabat Dirut, MNA melakukan pengetatan anggaran. "Cost pun dihemat. Perjalanan Dinas untuk inspeksi (pemeriksaan pesawat) saja paling banyak dua orang," tuturnya.

Hanya saja, kata Avianto, MNA memang mengincar jenis Boeing B737 Classic Family itu. Alasannya, karena dua pesawat yang akan disewa tersebut memang menjanjikan dari sisi komersil.

"Hampir seluruh karyawan Merpati seperti perusahaan penerbangan lainnya menginginkan tipe ini waktu itu, karena efisien dan lebih baru," ujarnya.

Dikatakannya, keputusan untuk memilih perusahaan penyewa pesawat juga bukan keputusan direksi. "Itu murni direkomendasi oleh tim setelah dilakukan proses pencarian," ucapnya.

Di bagian lain, Avianto menegaskan Merpati selalu membayar security deposit untuk sewa pesawat sebelumnya dalam cash, karena reputasi keuangan Merpati yang sangat buruk, bahkan ada Lessor meminta security deposit sebesar 10 kali biaya sewa bulanan.

Hal serupa juga dikatakan Bagus Panuntun. Menurutnya, Direksi tak pernah mengarahkan tim untuk memilih perusahaan tertentu. "Setahu saya Direksi tidak pernah mempengaruhi atau mengarahkan tim procurement," ucapnya.

Dia justru mengatakan, sebenarnya hal yang wajar jika ada perubahan tentang tipe pesawat yang akan disewa MNA. "Karena tidak ada yang ganjil dari sisi bisnis selama tipe itu lebih baik," ucapnya.

Sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Hotasi dan Tony telah korupsi USD1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD1 juta, namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.

JPU, menganggap perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA membayarkan security deposit secara cash USD1 juta telah memperkaya TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD1 juta. Karenanya, Hotasi dan Tony dijerat dengan pasal 2 ayat (1) junto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1664 seconds (0.1#10.140)