Menanti kehadiran generasi terbaru

Kamis, 30 Agustus 2012 - 16:07 WIB
Menanti kehadiran generasi...
Menanti kehadiran generasi terbaru
A A A
Pernyataan mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie yang akan mendesain ulang pesawat N-250 ditunggu banyak pihak. Jika terealisasi, rencana ini bakal menghidupkan kembali industri dirgantara Indonesia.

Salah satu pihak yang antusias menunggu realisasi ini adalah PT Dirgantara Indonesia (DI). Perusahaan yang pernah memproduksi pesawat N-250 ini dikabarkan juga akan mendapat saham dari proyek ini.

Menurut Staf Hubungan Masyarakat (Humas) PT DI Rakhendi Triyatna, pihaknya bersedia jika diajak untuk mengembangkan N-250 yang akan didesain ulang.Kabarnya, PT DI akan mendapatkan 15% dari rencana produksi pesawat N-250, namun belum ada keputusan resmi tentang share saham tersebut.

“Pembicaraan masih di tataran pimpinan belum resmi. Kami bersyukur jika PT DI diberikan saham 15% tersebut,” kata Rakhendi kepada harian SINDO.

Menurut dia, PT DI bisa berperan dengan kesiapan manufaktur yang dimiliki. Saat ini PT DI juga sedang memproduksi sejumlah pesawat. Salah satunya pesawat N-219. Sekarang pesawat ini sudah mencapai proses rancang bangun dan sudah menjalani uji terowongan angin.

“Belum tahu kapan persisnya akan diproduksi,namun biasanya nanti setelah detail desain baru akan masuk pada tahap produksi,” kata Rakhendi.

Generasi terbaru pesawat N219 dirancang sesuai kondisi geografis Indonesia. Pesawat ini mampu mendarat di landasan yang pendek sehingga bisa diaplikasikan di wilayah terpencil dengan lahan terbatas. Di samping itu, pesawat ini juga dirancang bisa membawa bahan bakar tambahan.

Saat ini penerbangan perintis di beberapa wilayah Indonesia seperti Papua masih menggunakan pesawat-pesawat produksi lama seperti Twin Otter. Beberapa unit yang ada telah tidak layak pakai sehingga diperlukan pesawat yang lebih modern.

Karena itu, sejak 2006 PT DI mengembangkan pesawat N-219 berkapasitas 19 orang untuk menggantikan peran pesawat perintis yang ada sekarang. Uji aerodinamika pesawat tersebut telah dituntaskan.

Tahun depan pesawat N-219 diharapkan bisa diluncurkan. PT DI akan memproduksi pesawat berdasarkan pesanan. Produksi sejumlah unit pesawat jenis ini disebut-sebut memakan biaya sekitar Rp1 triliun.

Saat ini sudah ada permintaan 30 pesawat dari PT Nusantara Buana Air (PT NBA). Sejak Februari lalu sudah terjalin penandatanganan surat pernyataan minat (letter of intent/LoI) antara PT DI dan PT NBA.

LoI berisi tentang minat pembelian 20 unit pesawat N-219 ditambah opsi 10 unit produksi PT DI oleh PT NBA. Dalam LoI ini juga dinyatakan bahwa PT DI bersedia untuk memenuhi minat PT NBA dengan memproduksi pesawat N-219.

Selanjutnya kedua pihak sepakat untuk membentuk tim kerja yang akan merundingkan dan menegosiasikan seluruh aspek teknis dan aspek bisnis dalam pembelian 20 unit N-219 ditambah opsi 10 unit dengan total harga USD 120 juta. Pesawat N-219 merupakan armada udara multifungsi bermesin ganda yang dirancang PT DI dengan tujuan dioperasikan di daerah-daerah terpencil.

Pesawat ini dirancang untuk mengangkut penumpang maupun kargo. Pesawat yang dibuat dengan memenuhi persyaratan FAR 23 ini dirancang memiliki volume kabin terbesar di kelasnya dan pintu fleksibel yang memastikan bahwa pesawat ini bisa dipakai untuk mengangkut penumpang dan kargo. Banyak pihak yakin bahwa pesawat jenis perintis akan banyak diminati pasar lokal.

Seperti yang di-sampaikan Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (INACA) Tengku Burhanuddin yang menyatakan jenis pesawat yang cocok dengan bentuk geografis Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau dan jarak tempuh yang hanya sebentar sekitar 1-2 jam adalah pesawat-pesawat kecil dengan kapasitas 70-100 orang.

“Apalagi sebagian besar bandara kita belum memenuhi standar internasional. Luas bendara dan infrastruktur di banyak bandara Indonesia belum memadai, terutama bandara-bandara yang ada di timur Indonesia,” kata Tengku.

Dia menyarankan agar produksi pesawat di Indonesia harus cocok dengan kondisi yang ada. Bila sudah selesai diluncurkan, pesawat tersebut bisa langsung terserap pasar lokal dengan baik. Tengku yakin potensi perkembangan industri penerbangan di Indonesia sangat cerah,terutama maskapaimaskapai yang menggunakan pesawatpesawat kecil. Saat ini bisnis pesawat carter yang memakai pesawat kecil juga mulai banyak diminati pasar.

“Contohnya saja maskapai Susi Air yang dalam waktu empat tahun sudah dapat menjadi satu perusahaan penerbangan yang dikenal,” tambah Tengku.

Sementara itu, menurut pengamat transportasi, Suharto Abdul Majid, pesawat dengan tipe kecil yang cocok digunakan di Indonesia adalah pesawat jenis amfibi. Indonesia merupakan negara maritim yang sebagian besar terdiri atas perairan. Pengadaan pesawat jenis ini memang agak sulit karena Indonesia belum memiliki bandara berbasis air seperti negara lain.

“Di tengah pesatnya pertumbuhan bisnis maskapai seperti saat ini seharusnya kita bisa melihat celah yang dapat dikembangkan. Karena itu, semua penting untuk dapat memajukan industri penerbangan ke depan, baik bisnis maskapainya maupun pada bisnis pembuatan pesawatnya,” kata Suharto.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1123 seconds (0.1#10.140)