Indonesia bisa jadi produsen pesawat
A
A
A
Semakin melonjaknya jumlah pengguna transportasi udara di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir berdampak positif pada kemajuan industri pesawat terbang. Kebutuhan akan pesawat terbang makin meningkat.
Tak heran sejumlah industri pesawat terbang asing mengincar Indonesia sebagai pasar potensial. International Air Transport Association (IATA) menilai, selama periode 2010-2014 bisnis penerbangan Indonesia makin menjanjikan. Laju pertumbuhan pengguna pesawat terbang mencapai 10–20% per tahun. Karena itu, pada 2014 kemajuan industri pesawat terbang di Indonesia diperkirakan makin menggeliat.
Tingginya permintaan pesawat memacu Bacharuddin Jusuf Habibie, mantan Presiden Indonesia yang juga pakar teknologi pesawat, berencana menghidupkan kembali industri pembuatan pesawat dengan mendesain ulang N-250.
Menurut presiden Indonesia ketiga ini, selain karena ingin membuat industri pesawat Tanah Air makin maju sehingga diakui di kancah global, gagasan tersebut juga keluar sebagai wujud keprihatinan menyaksikan matinya produksi pesawat Indonesia setelah dilanda krisis pada 1998.
“Produk pesawat terbang, produk kapal laut, dan produk kereta api–yang pernah kita rancang bangun–dalam euforia reformasi telah kita hentikan pembinaannya atau bahkan sedang dalam proses penutupan,” kata Habibie.
Sementara itu, Tengku Burhanuddin, Sekretaris Jenderal National Air Carrier Association (INACA) mengatakan, keinginan Habibie untuk kembali membuat pesawat keluaran Indonesia dan mendesain ulang pesawat N-250 merupakan satu ide cemerlang. Pesawat N-250 adalah pesawat berbadan kecil dengan kapasitas penumpang kurang dari 100 orang.
”Apalagi, bentuk N-250 yang tidak terlalu besar dan termasuk pesawat jenis commander sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan,” ungkapnya kepada harian SINDO.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan sebelum merealisasikan N-250 versi terbaru itu. Industri penerbangan merupakan bisnis yang paling padat modal. Selain itu, kian hari persaingan juga semakin ketat. Apalagi, sejumlah pabrikan pesawat dunia namanya lebih dulu dikenal dan dipercaya.
Misalnya saja Embraer,perusahaan kedirgantaraan asal Brasil yang memproduksi berbagai jenis pesawat terutama jenis commander. Dengan keunggulannya, perusahaan ini pun telah dipercaya untuk memasok pesawat ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Singapura,dan China.
Menurut Tengku, ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada rencana desain ulang N-250 yaitu tingkat efisiensi, keterjangkauan harga,dan kualitas. Dalam hal efisiensi, Tengku berharap agar N-250 baru dapat mengusung teknologi canggih yang hemat bahan bakar.
”Karena seiring berkurangnya jumlah pasokan minyak fosil dunia, para pelaku industri penerbangan sekarang berupaya menggunakan pesawat hemat BBM. Jadi,bila N-250 tidak dilengkapi dengan teknologi tersebut, saya agak meragukan kalau pesawat ini dapat diterima di pasar baik di dalam maupun di luar negeri,” ungkapnya.
Mengenai harga dan kualitas, dia menuturkan, kedua hal tersebut tidak bisa diabaikan atau dianggap ringan. Sebelum mendesain ulang N-250 ada baiknya diperhatikan dengan secara rinci dan teratur. ”Sebab jangan sampai nanti N-250 ini dipasarkan dengan adanya ketidakseimbangan antara harga dan kualitas. Apalagi kini masyarakat penerbangan dunia kian selektif dalam memilih armada,” paparnya.
Selain itu, dia menambahkan, dengan kian kompetitifnya persaingan di industri ini, hal lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan dari berbagai pihak terkait, baik dari pemerintah, perusahaan finansial, maupun dari masyarakat penerbangan Indonesia.
”Dalam industri pembuatan pesawat biasanya para customer membayar tidak secara tunai melainkan bertahap. Untuk itu, perusahaan finansial yang memegang peranan penting sehingga perlu kerja sama solid antara perusahaan pembuat dan perusahaan pembiayaan,” tuturnya.
Kendati demikian, dia menjelaskan, dengan melihat makin melonjaknya tingkat pengguna pesawat yang ada saat ini, kemajuan industri pesawat terbang Indonesia diyakini akan semakin membaik.”Hal ini tidak lain karena ke depan pesawat terbang menjadi moda transportasi yang paling banyak dipilih dan digunakan,” katanya.
Optimisme serupa juga disampaikan Suharto Abdul Majid, pengamat transportasi udara Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna pesawat terbanyak, Indonesia sangat mungkin untuk dapat memajukan industri pesawat.
”Hanya, hal ini dapat tercapai bila ada dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah. Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan pemerintah ialah mempermudah regulasi,” katanya kepada SINDO.
Dalam memberikan dukungan,Pemerintah Indonesia bisa meniru Pemerintah Amerika Serikat kepada Boeing, yang selalu mendukung promosi dalam setiap acara kedirgantaraan dunia. Pemerintah AS juga kerap memberikan bantuan modal untuk Boeing agar bisa bersaing di kancah dunia.
Lebih lanjut, dia menerangkan, langkah tepat yang bisa dilakukan untuk memajukan industri pesawat Tanah Air hanyalah dengan cara bekerja sama dengan semua pihak terkait dan mau belajar. Dengan kedua hal itu, kemajuan industri ini bisa dicapai dengan hasil memuaskan.
Tak heran sejumlah industri pesawat terbang asing mengincar Indonesia sebagai pasar potensial. International Air Transport Association (IATA) menilai, selama periode 2010-2014 bisnis penerbangan Indonesia makin menjanjikan. Laju pertumbuhan pengguna pesawat terbang mencapai 10–20% per tahun. Karena itu, pada 2014 kemajuan industri pesawat terbang di Indonesia diperkirakan makin menggeliat.
Tingginya permintaan pesawat memacu Bacharuddin Jusuf Habibie, mantan Presiden Indonesia yang juga pakar teknologi pesawat, berencana menghidupkan kembali industri pembuatan pesawat dengan mendesain ulang N-250.
Menurut presiden Indonesia ketiga ini, selain karena ingin membuat industri pesawat Tanah Air makin maju sehingga diakui di kancah global, gagasan tersebut juga keluar sebagai wujud keprihatinan menyaksikan matinya produksi pesawat Indonesia setelah dilanda krisis pada 1998.
“Produk pesawat terbang, produk kapal laut, dan produk kereta api–yang pernah kita rancang bangun–dalam euforia reformasi telah kita hentikan pembinaannya atau bahkan sedang dalam proses penutupan,” kata Habibie.
Sementara itu, Tengku Burhanuddin, Sekretaris Jenderal National Air Carrier Association (INACA) mengatakan, keinginan Habibie untuk kembali membuat pesawat keluaran Indonesia dan mendesain ulang pesawat N-250 merupakan satu ide cemerlang. Pesawat N-250 adalah pesawat berbadan kecil dengan kapasitas penumpang kurang dari 100 orang.
”Apalagi, bentuk N-250 yang tidak terlalu besar dan termasuk pesawat jenis commander sangat cocok dengan kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan,” ungkapnya kepada harian SINDO.
Menurut dia, ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan sebelum merealisasikan N-250 versi terbaru itu. Industri penerbangan merupakan bisnis yang paling padat modal. Selain itu, kian hari persaingan juga semakin ketat. Apalagi, sejumlah pabrikan pesawat dunia namanya lebih dulu dikenal dan dipercaya.
Misalnya saja Embraer,perusahaan kedirgantaraan asal Brasil yang memproduksi berbagai jenis pesawat terutama jenis commander. Dengan keunggulannya, perusahaan ini pun telah dipercaya untuk memasok pesawat ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Singapura,dan China.
Menurut Tengku, ada tiga hal yang perlu diperhatikan pada rencana desain ulang N-250 yaitu tingkat efisiensi, keterjangkauan harga,dan kualitas. Dalam hal efisiensi, Tengku berharap agar N-250 baru dapat mengusung teknologi canggih yang hemat bahan bakar.
”Karena seiring berkurangnya jumlah pasokan minyak fosil dunia, para pelaku industri penerbangan sekarang berupaya menggunakan pesawat hemat BBM. Jadi,bila N-250 tidak dilengkapi dengan teknologi tersebut, saya agak meragukan kalau pesawat ini dapat diterima di pasar baik di dalam maupun di luar negeri,” ungkapnya.
Mengenai harga dan kualitas, dia menuturkan, kedua hal tersebut tidak bisa diabaikan atau dianggap ringan. Sebelum mendesain ulang N-250 ada baiknya diperhatikan dengan secara rinci dan teratur. ”Sebab jangan sampai nanti N-250 ini dipasarkan dengan adanya ketidakseimbangan antara harga dan kualitas. Apalagi kini masyarakat penerbangan dunia kian selektif dalam memilih armada,” paparnya.
Selain itu, dia menambahkan, dengan kian kompetitifnya persaingan di industri ini, hal lain yang perlu diperhatikan adalah dukungan dari berbagai pihak terkait, baik dari pemerintah, perusahaan finansial, maupun dari masyarakat penerbangan Indonesia.
”Dalam industri pembuatan pesawat biasanya para customer membayar tidak secara tunai melainkan bertahap. Untuk itu, perusahaan finansial yang memegang peranan penting sehingga perlu kerja sama solid antara perusahaan pembuat dan perusahaan pembiayaan,” tuturnya.
Kendati demikian, dia menjelaskan, dengan melihat makin melonjaknya tingkat pengguna pesawat yang ada saat ini, kemajuan industri pesawat terbang Indonesia diyakini akan semakin membaik.”Hal ini tidak lain karena ke depan pesawat terbang menjadi moda transportasi yang paling banyak dipilih dan digunakan,” katanya.
Optimisme serupa juga disampaikan Suharto Abdul Majid, pengamat transportasi udara Indonesia. Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna pesawat terbanyak, Indonesia sangat mungkin untuk dapat memajukan industri pesawat.
”Hanya, hal ini dapat tercapai bila ada dukungan dari semua pihak, terutama pemerintah. Salah satu bentuk dukungan yang dapat diberikan pemerintah ialah mempermudah regulasi,” katanya kepada SINDO.
Dalam memberikan dukungan,Pemerintah Indonesia bisa meniru Pemerintah Amerika Serikat kepada Boeing, yang selalu mendukung promosi dalam setiap acara kedirgantaraan dunia. Pemerintah AS juga kerap memberikan bantuan modal untuk Boeing agar bisa bersaing di kancah dunia.
Lebih lanjut, dia menerangkan, langkah tepat yang bisa dilakukan untuk memajukan industri pesawat Tanah Air hanyalah dengan cara bekerja sama dengan semua pihak terkait dan mau belajar. Dengan kedua hal itu, kemajuan industri ini bisa dicapai dengan hasil memuaskan.
(kur)