Jakarta tempatnya kondominium mewah
A
A
A
Sentimen positif terhadap perekonomian di Indonesia dinilai menjadi faktor utama kenaikan harga kondominium mewah. Meningkatnya kelas menengah yang ingin berinvestasi juga berkontribusi pada kenaikan harga properti kelas atas.
Memburuknya ekonomi di sejumlah negara Eropa akibat krisis tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi perekonomian di Tanah Air. Situasi ini pun tidak mengakibatkan industri properti di Indonesia surut, tetapi sebaliknya. Permintaan kondominium mewah malah semakin tinggi sehingga harganya ikut melambung.
Senior Research Manager Knight Frank Indonesia Hasan Pamudji mengatakan, sesuai dengan riset yang dilakukan Knight Frank, pada kuartal II/2012 Jakarta menempati peringkat kedua kenaikan harga rata-rata properti di dunia dalam 12 bulan terakhir.
Berdasarkan Indeks Harga Properti Global Knight Frank, kenaikannya sebesar 28,5 % dari 27 kota di dunia. Bangkok menjadi kota pertama yang harga propertinya melonjak 28,8% pada kuartal II tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Tetapi, dalam lima tahun terakhir secara kuartalan Jakarta menempati posisi pertama dari Top 10 Kota di Dunia terkait pertumbuhan harga properti.
Pertumbuhan di Jakarta mencapai 88,3%, disusul Beijing (84%), Hong Kong (58,5%),Shanghai (47,4%),Moskow (28,6%), Mumbai (27,8%),Kuala Lumpur (25,8%), London (24,9%), Paris (23,6%),dan Manhattan (21,2%).
”Komponen kenaikan harga kondominium mewah beragam dan ditunjang beberapa faktor penting di antaranya sentimen positif terhadap prospek ekonomi dan kenaikan harga tanah yang tinggi di dalam negeri,” kata Hasan kepada harian Seputar Indonesia (SINDO),Jumat (3/8).
Kenaikan harga kondominium mewah tidak saja dipicu oleh dua persoalan tersebut tetapi adanya kenaikan jumlah orang kaya yang berinvestasi dan cenderung menganggap investasi ini yang lebih menggiurkan.
Para investorberekspektasi akan imbal hasil dan potensi kenaikan nilai aset yang lebih tinggi saat ini ketimbang aset investasi lain seperti emas, saham, maupun obligasi yang tidak stabil atau mudah bergejolak. Kenaikan harga kondominium juga dipicu oleh naiknya harga bahan bangunan dan ongkos pekerja sehingga menyebabkan tingginya modal awal pembangunan.
Menurut Senior Marketing & Communication Knight Frank Indonesia Miranti Paramita, kenaikan harga kondominium mewah ini juga tidak semata-mata karena banyak orang kaya yang ingin menjadikannya aset investasi, tetapi karena mereka ingin menjadikan hunian vertikal tersebut sebagai rumah kedua yang berdekatan dengan tempat kerja.
”Selain itu, juga dipengaruhi terbatasnya pasokan di Central Business District (CBD) dan daerah di luar CBD untuk segmen kondominium mewah,” ujar Miranti.
Terkait adanya pemberlakuan peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengharuskan publik melakukan pelaporan jika melakukan transaksi di atas Rp500 juta, hal ini tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan harga dan permintaan yang meningkat. Sama seperti sentimen ekonomi global yang tidak berdampak pada industri properti di Indonesia.
Kenaikan itu justru karena ditunjang pertumbuhan perekonomian di Tanah Air yang berada di kisaran 6%, kemudian kondisi sosial dan politik yang relatif stabil, terbatasnya ketersediaan rumah atau kondominium mewah, serta kian tumbuhnya masyarakat kelas atas di Indonesia.
”Karena berbagai faktor tersebut, tidak mengherankan jika kondisi ini menempatkan peringkat Jakarta lebih tinggi dari kota-kota besar di dunia seperti Nairobi, Miami, Jenewa, dan New York dalam hal kenaikan harga kondominium mewah,” lanjut Miranti.
Hingga kuartal IV/2012, kekhawatiran terhadap melambatnya jumlah transaksi penjualan diprediksi bisa menjadi kenyataan karena adanya masa lebaran dan liburan akhir tahun. Tetapi, dalam pandangan Knight Frank Indonesia, bisa diperkirakan jika harga rata-rata properti mewah di Jakarta masih meningkat antara 15–20% pada semester II/2012.
Meningkatnya permintaan terhadap kondominium mewah di Indonesia juga ditemukan dalam rangkuman kajian pasar properti pada kuartal II/ 2012lembaga konsultan properti, Cushman & Wakefield.
Dalam laporannya, Cushman menyebutkan, sampai dengan Juni 2012, tingkat penjualan kondominium yang terbangun di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai 95,3%, naik 0,4% secara tahunan dan 0,2% secara kuartalan.
Memburuknya ekonomi di sejumlah negara Eropa akibat krisis tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi perekonomian di Tanah Air. Situasi ini pun tidak mengakibatkan industri properti di Indonesia surut, tetapi sebaliknya. Permintaan kondominium mewah malah semakin tinggi sehingga harganya ikut melambung.
Senior Research Manager Knight Frank Indonesia Hasan Pamudji mengatakan, sesuai dengan riset yang dilakukan Knight Frank, pada kuartal II/2012 Jakarta menempati peringkat kedua kenaikan harga rata-rata properti di dunia dalam 12 bulan terakhir.
Berdasarkan Indeks Harga Properti Global Knight Frank, kenaikannya sebesar 28,5 % dari 27 kota di dunia. Bangkok menjadi kota pertama yang harga propertinya melonjak 28,8% pada kuartal II tahun ini dibanding periode yang sama tahun lalu. Tetapi, dalam lima tahun terakhir secara kuartalan Jakarta menempati posisi pertama dari Top 10 Kota di Dunia terkait pertumbuhan harga properti.
Pertumbuhan di Jakarta mencapai 88,3%, disusul Beijing (84%), Hong Kong (58,5%),Shanghai (47,4%),Moskow (28,6%), Mumbai (27,8%),Kuala Lumpur (25,8%), London (24,9%), Paris (23,6%),dan Manhattan (21,2%).
”Komponen kenaikan harga kondominium mewah beragam dan ditunjang beberapa faktor penting di antaranya sentimen positif terhadap prospek ekonomi dan kenaikan harga tanah yang tinggi di dalam negeri,” kata Hasan kepada harian Seputar Indonesia (SINDO),Jumat (3/8).
Kenaikan harga kondominium mewah tidak saja dipicu oleh dua persoalan tersebut tetapi adanya kenaikan jumlah orang kaya yang berinvestasi dan cenderung menganggap investasi ini yang lebih menggiurkan.
Para investorberekspektasi akan imbal hasil dan potensi kenaikan nilai aset yang lebih tinggi saat ini ketimbang aset investasi lain seperti emas, saham, maupun obligasi yang tidak stabil atau mudah bergejolak. Kenaikan harga kondominium juga dipicu oleh naiknya harga bahan bangunan dan ongkos pekerja sehingga menyebabkan tingginya modal awal pembangunan.
Menurut Senior Marketing & Communication Knight Frank Indonesia Miranti Paramita, kenaikan harga kondominium mewah ini juga tidak semata-mata karena banyak orang kaya yang ingin menjadikannya aset investasi, tetapi karena mereka ingin menjadikan hunian vertikal tersebut sebagai rumah kedua yang berdekatan dengan tempat kerja.
”Selain itu, juga dipengaruhi terbatasnya pasokan di Central Business District (CBD) dan daerah di luar CBD untuk segmen kondominium mewah,” ujar Miranti.
Terkait adanya pemberlakuan peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengharuskan publik melakukan pelaporan jika melakukan transaksi di atas Rp500 juta, hal ini tidak berdampak signifikan terhadap kenaikan harga dan permintaan yang meningkat. Sama seperti sentimen ekonomi global yang tidak berdampak pada industri properti di Indonesia.
Kenaikan itu justru karena ditunjang pertumbuhan perekonomian di Tanah Air yang berada di kisaran 6%, kemudian kondisi sosial dan politik yang relatif stabil, terbatasnya ketersediaan rumah atau kondominium mewah, serta kian tumbuhnya masyarakat kelas atas di Indonesia.
”Karena berbagai faktor tersebut, tidak mengherankan jika kondisi ini menempatkan peringkat Jakarta lebih tinggi dari kota-kota besar di dunia seperti Nairobi, Miami, Jenewa, dan New York dalam hal kenaikan harga kondominium mewah,” lanjut Miranti.
Hingga kuartal IV/2012, kekhawatiran terhadap melambatnya jumlah transaksi penjualan diprediksi bisa menjadi kenyataan karena adanya masa lebaran dan liburan akhir tahun. Tetapi, dalam pandangan Knight Frank Indonesia, bisa diperkirakan jika harga rata-rata properti mewah di Jakarta masih meningkat antara 15–20% pada semester II/2012.
Meningkatnya permintaan terhadap kondominium mewah di Indonesia juga ditemukan dalam rangkuman kajian pasar properti pada kuartal II/ 2012lembaga konsultan properti, Cushman & Wakefield.
Dalam laporannya, Cushman menyebutkan, sampai dengan Juni 2012, tingkat penjualan kondominium yang terbangun di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai 95,3%, naik 0,4% secara tahunan dan 0,2% secara kuartalan.
(kur)