Belum ada aturan resmi untuk homeschooling

Minggu, 29 Juli 2012 - 17:17 WIB
Belum ada aturan resmi...
Belum ada aturan resmi untuk homeschooling
A A A
ORANGTUA yang menyekolahkan anaknya di sekolah formal, tentu tidak dipusingkan dengan kurikulum yang diterapkan. Sebab di sekolah formal apalagi milik pemerintah, penerapan kurikulum telah diatur dan ditetapkan dalam standar kurikulum nasional.

Kurikulum ini berlaku tidak hanya pada daerah tertentu, tetapi bersifat massal dipakai seluruh sekolah formal di Indonesia. Lalu, bagaimana dengan pendidikan berbasis rumah (homeschooling)? Apakah menggunakan kurikulum nasional yang diterapkan pemerintah? Begitulah pertanyaan yang muncul di benak orangtua ketika ingin menyekolahkan anak mereka ke pendidikan berbasis rumah.

Ketua Umum Asosiasi Rumah Sekolah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Seto Mulyadi mengatakan, proses belajar-mengajar di homeschooling mengacu pada kurikulum yang mencakup dua standar, yaitu standar isi dan kelulusan. Selain itu, proses pembelajaran yang diterapkan bersifat aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Standar isi yang ditetapkan pemerintah memuat materi-materi seperti etika, estetika, ilmu pengetahuan dan teknologi, nasionalisme atau kewarganegaraan, dan olahraga.

Semua standar isi ini menjadi materi yang harus diberikan pada anak didik yang mengenyam pendidikan homeschooling. Sementara standar kelulusan yang mesti diterapkan misalnya pada anak kelas satu SD, standar kelulusannya harus bisa menguasai hitung-hitungan dari angka satu sampai 20. “Nah, muatan-muatan dalam dua standar ini yang wajib dipenuhi di homeschooling, hanya saja strategi pembelajarannya yang diterapkan bisa lebih fleksibel,” kata Seto.

Jika semua macam jenis homeschooling yang ada di Indonesia ini, apakah homeschooling tunggal, majemuk maupun komunitas menerapkan dua standar tersebut, maka kapasitas anak didik yang belajar di sekolah rumah ini sama seperti sekolah di pendidikan formal. Pada prinsipnya, mereka juga menerima muatan materi yang sama seperti, yang ditetapkan pemerintah. Selanjutnya tinggal mengikuti ujian kesetaraan di akhir masa belajar mereka, sehingga bisa melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi.

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal (PAUDNI), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Lydia Freyani Hawadi mengatakan, keberadaan homeschooling sebagai pendidikan alternatif di Indonesia diakomodasi pemerintah seperti tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) No 20 Tahun 2003, yang kemudian peraturannya ditetapkan melalui peraturan menteri (Permen).

“Hanya dalam kajian kami, homeschooling tidak masuk dalam agenda ditjen PAUDNI pada tahun ini. Karena, perspektif yang selama ini ada, ujung dari pendidikan homeschooling adalah mengikuti ujian kesetaraan, jadi masuk dalam pendidikan formal. Yang selama ini dilihat adalah kesetaraannya bukan prosesnya. Mestinya ini dipindahkan masuk dalam pendidikan nonformal atau informal di agenda kami,” kata Lydia kepada harian Seputar Indonesia (SINDO), Kamis 26 Juli 2012.

Menurut dia, tahun lalu pembahasan sekolah rumah masuk dalam agenda dirjen kesetaraan. Namun, karena sekarang dirjen tersebut tidak ada, posisi keberadaan sekolah rumah ini seperti layang-layang, mengambang. “Karena belum jelas dinas mana yang mengaturnya, tetapi ini akan jadi bahan evaluasi untuk agenda tahun depan, sebab tahun ini sudah ada ketetapan program-programnya, dan kami tinggal meneruskannya,” kata Lydia.

Idealnya homeschooling masuk dalam kategori Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di bawah Ditjen PAUDNI, tetapi kenyataannya memang persoalan ini belum dibuatkan standar aturan, norma, prosedur, dan kurikulumnya. “Ke depan perlu diatur dan juga menjadi bagian dalam kerangka kerja kami supaya semua lembaga pendidikan yang ada terpusat pada Kemendikbud,” ujar Lydia.

Jika sudah dibuatkan lagi standar aturan, norma, prosedur, dan kurikulumnya, maka sekolah rumah ini tidak akan terjadi saling tumpang tindih dengan pendidikan formal yang ada. Pendidikan alternatif ini bisa ditempatkan pada pendidikan nonformal atau informal. Seharusnya keberadaan homeschooling ini sudah menjadi bahan kajian badan penelitian dan pengembangan di Kemendikbud, sehingga bisa mengetahui apa alasan mendasarnya kenapa model pendidikan ini kian marak.

“Kenapa anak-anak malas pergi ke sekolah, apa karena macet atau tidak cocok dengan gurunya. Ini akan menjadi bahan kajian yang menarik dan setelah itu dibuatkan standar aturan, norma, prosedur, dan kurikulumnya. Tahun depan, mau tidak mau ini harus menjadi agenda kerja kami,” ungkap Lydia.
(hyk)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5461 seconds (0.1#10.140)