Memanfaatkan kreativitas, meraih keuntungan
A
A
A
Kini kian banyak anak muda yang berhasil meniti karier di dunia bisnis dengan memanfaatkan kreativitas mereka. Kebosanan yang mereka alami setelah beberapa kali pindah tempat kerja, menghabiskan mereka membuat usaha sendiri.
Pilahan cerdas tersebut dirasakan Saptuari Sugiharto dengan mendirikan ladang usaha yang bergerak dalam pembuatan mercheandise bernama Kedai Digital. Saptuari punya pengalaman yang membosankan ketika menjadi karyawan di beberapa perusahaan besar.
Ia sempat menjadi “kutu loncat” karena tak pernah mendapat kepuasan ketika berkarier di kantoran. Terinspirasi ketika ada artis di Jakarta yang menjual merchandise-nya ke fans-fans mereka, maka ide untuk membuat outlet Kedai Digital muncul.“Jika selebriti saja bisa membuat cenderamata, kenapa orang biasa tidak bisa membuatnya,” ungkap Saptuari.
Akhirnya, pada Maret 2005, dengan dana yang tidak banyak, untuk pertama kalinya pria berkacamata ini membangun outlet-nya di Jl. Cendrawasih 3C, Demangan Baru,Yogyakarta. Outlet yang didirikannya melayani setiap pelanggan yang ingin membuat pas foto, nama, gambar benda, dan tulisan di atas pin, mug, jam, kaus, piring, mouse pad, serta gantungan kunci.
Keberhasilan Saptuari tidak begitu saja didapat. Ia telah berkali-kali diterpa kesulitan seperti menarik pelanggan, keuntungan yang tidak berlanjut, sampai persoalan desain yang perlu diperbarui terus-menerus.
“Tetapi bagi wirausahawan muda seperti saya, kegagalan itu adalah hal biasa. Itu lumrah,” kata pria asli kelahiran Yogyakarta 8 September 1979 ini.
Hal itu biasa karena setiap orang mempunyai masa jatuh atau gagal. Apalagi bagi wirausahan yang pemula, ini harus menjadi pelajaran yang berharga untuk bisa bangkit kembali.“Yang terpenting adalah mereka harus fokus berwirausaha. Tidak boleh patah semangat,” kata pria yang melakukan promosi usahanya melalui media sosial ini.
Kini usaha yang digeluti Saptuari telah memiliki 80 outlet lebih di seluruh Indonesia dan terdapat ratusan karyawan yang ikut bekerja di Kedai Digital. Omzet per tahunnya bisa mencapai Rp3 miliar dan angka itu akan terus bertambah seiring dengan jalinan kemitraan yang dibangunnya.
Selain Saptuari, pengusaha muda lain adalah pemilik produk furnitur Arbor & Troy, Stephanie Hermawan. Perempuan tangguh ini telah mampu menarik pelanggan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, bahkan London. Bermodal nekat, Stephanie yang merupakan putra pakar pemasaran terkenal Hermawan Kertajaya ini dinilai sukses menjadi pengusaha perempuan muda. Kiprah bisnisnya telah menggapai go international.
Dengan prestasi tersebut, Stephanie bisa keluar dari bayang-bayang nama besar ayahnya. Ia memulai bisnis bersama mantan teman sekamarnya saat kuliah di Universitas Michigan, Ann Arbor, Amerika Serikat (AS), Meilinda Sutanto, pada 2006.
Keduanya memilih bisnis di bidang furnitur karena banyaknya ekspatriat yang datang ke Indonesia tapi kembali ke negara mereka tidak membawa furnitur. Stephanie pertamanya tidak terlalu tertarik dengan dunia usaha. Dari kecil ia sudah diarahkan keluarganya untuk mengurusi lembaga konsultasi milik ayahnya bernama Mark Plus.
Keinginan berbisnis baru muncul ketika masih kuliah di Michigan. Ia kerap berdiskusi bersama tiga teman kuliahnya tentang persoalan bisnis. Setiap bertemu bisa dipastikan yang dibicarakan adalah bisnis.
Dari situ dia bisa mencari-cari peluang untuk berbisnis apa ketika pulang ke Indonesia nanti. Tahun pertama mengawali bisnisnya, kedua perempuan pelaku usaha ini sempat mengalami keputusasaan karena tidak banyak orang melirik usahanya.
Cukup kesulitan mengajak orang untuk menjalin kerja sama. Mereka belum percaya karena memang usaha ini masih dalam tahap merintis, tapi berkat kesabaran, akhirnya Arbor & Troy sekarang bisa dipercaya banyak pelanggan. Dalam kurun lima tahun ke belakang, usahanya bisa menarik pelanggan dari negara-negara lain.
Pilahan cerdas tersebut dirasakan Saptuari Sugiharto dengan mendirikan ladang usaha yang bergerak dalam pembuatan mercheandise bernama Kedai Digital. Saptuari punya pengalaman yang membosankan ketika menjadi karyawan di beberapa perusahaan besar.
Ia sempat menjadi “kutu loncat” karena tak pernah mendapat kepuasan ketika berkarier di kantoran. Terinspirasi ketika ada artis di Jakarta yang menjual merchandise-nya ke fans-fans mereka, maka ide untuk membuat outlet Kedai Digital muncul.“Jika selebriti saja bisa membuat cenderamata, kenapa orang biasa tidak bisa membuatnya,” ungkap Saptuari.
Akhirnya, pada Maret 2005, dengan dana yang tidak banyak, untuk pertama kalinya pria berkacamata ini membangun outlet-nya di Jl. Cendrawasih 3C, Demangan Baru,Yogyakarta. Outlet yang didirikannya melayani setiap pelanggan yang ingin membuat pas foto, nama, gambar benda, dan tulisan di atas pin, mug, jam, kaus, piring, mouse pad, serta gantungan kunci.
Keberhasilan Saptuari tidak begitu saja didapat. Ia telah berkali-kali diterpa kesulitan seperti menarik pelanggan, keuntungan yang tidak berlanjut, sampai persoalan desain yang perlu diperbarui terus-menerus.
“Tetapi bagi wirausahawan muda seperti saya, kegagalan itu adalah hal biasa. Itu lumrah,” kata pria asli kelahiran Yogyakarta 8 September 1979 ini.
Hal itu biasa karena setiap orang mempunyai masa jatuh atau gagal. Apalagi bagi wirausahan yang pemula, ini harus menjadi pelajaran yang berharga untuk bisa bangkit kembali.“Yang terpenting adalah mereka harus fokus berwirausaha. Tidak boleh patah semangat,” kata pria yang melakukan promosi usahanya melalui media sosial ini.
Kini usaha yang digeluti Saptuari telah memiliki 80 outlet lebih di seluruh Indonesia dan terdapat ratusan karyawan yang ikut bekerja di Kedai Digital. Omzet per tahunnya bisa mencapai Rp3 miliar dan angka itu akan terus bertambah seiring dengan jalinan kemitraan yang dibangunnya.
Selain Saptuari, pengusaha muda lain adalah pemilik produk furnitur Arbor & Troy, Stephanie Hermawan. Perempuan tangguh ini telah mampu menarik pelanggan dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura, bahkan London. Bermodal nekat, Stephanie yang merupakan putra pakar pemasaran terkenal Hermawan Kertajaya ini dinilai sukses menjadi pengusaha perempuan muda. Kiprah bisnisnya telah menggapai go international.
Dengan prestasi tersebut, Stephanie bisa keluar dari bayang-bayang nama besar ayahnya. Ia memulai bisnis bersama mantan teman sekamarnya saat kuliah di Universitas Michigan, Ann Arbor, Amerika Serikat (AS), Meilinda Sutanto, pada 2006.
Keduanya memilih bisnis di bidang furnitur karena banyaknya ekspatriat yang datang ke Indonesia tapi kembali ke negara mereka tidak membawa furnitur. Stephanie pertamanya tidak terlalu tertarik dengan dunia usaha. Dari kecil ia sudah diarahkan keluarganya untuk mengurusi lembaga konsultasi milik ayahnya bernama Mark Plus.
Keinginan berbisnis baru muncul ketika masih kuliah di Michigan. Ia kerap berdiskusi bersama tiga teman kuliahnya tentang persoalan bisnis. Setiap bertemu bisa dipastikan yang dibicarakan adalah bisnis.
Dari situ dia bisa mencari-cari peluang untuk berbisnis apa ketika pulang ke Indonesia nanti. Tahun pertama mengawali bisnisnya, kedua perempuan pelaku usaha ini sempat mengalami keputusasaan karena tidak banyak orang melirik usahanya.
Cukup kesulitan mengajak orang untuk menjalin kerja sama. Mereka belum percaya karena memang usaha ini masih dalam tahap merintis, tapi berkat kesabaran, akhirnya Arbor & Troy sekarang bisa dipercaya banyak pelanggan. Dalam kurun lima tahun ke belakang, usahanya bisa menarik pelanggan dari negara-negara lain.
(kur)