KPK harus lepas dari intervensi
A
A
A
Sindonews.com – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mampu melepaskan diri dari berbagai intervensi politis dalam penanganan suatu kasus.
KPK juga mesti menjaga independensinya dari pengaruh kepentingan kelompok tertentu yang berniat menjatuhkan lawan politiknya. Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengakui sulit membuktikan apakah lembaga antikorupsi benar-benar berada di bawah tekanan atau tidak.
“Namun, kita bisa melihat dari sisi penanganan berbagai kasus berskala besar di KPK. Hingga kini banyak kasus besar yang belum bisa dituntaskan, bahkan banyak kasus yang sudah sejak lama masih dalam level penyelidikan,” ujar Mudzakir saat dihubungi di Jakarta, Selasa 26 Juni 2012.
Menurut dia, kondisi ini akan menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Karena itu, wajar jika publik menilai bahwa KPK sudah tersandera.
Sebelumnya, berbagai pengamat hukum dan anggota Komisi III DPR menilai kinerja KPK sudah terkontaminasi dan banyak diintervensi oleh kelompok yang memiliki kepentingan dalam menjatuhkan lawan politik.
Akibatnya, kinerja lembaga ad hoc itu dalam penegakan hukum justru sudah tidak independen saat menjalankan tugas dan kewenangannya. Menjawab penilaian berbagai pengamat di atas, Mudzakir mengatakan bahwa persepsi itu muncul karena KPK hingga kini masih belum memiliki prestasi besar yang bisa dibanggakan.
KPK justru menangani kasus-kasus yang tak selayaknya ditangani oleh lembaga itu. KPK saat ini terkesan menangani kasus yang pembuktiannya mudah dan tak ada dugaan keterlibatan dari orang-orang partai penguasa.
“Tak perlulah KPK menangani pemerasan atau dugaan suap yang nilainya tidak seberapa. Itu bisa ditangani lembaga lain. Sekarang publik bertanya, ke mana kasus-kasus besar yang diharapkan bisa dituntaskan,” papar Mudzakir.
Dia berharap KPK dengan segala keterbatasan sumber daya manusianya fokus pada kasus-kasus besar yang menjadi sorotan publik. Misalnya kasus bailout Bank Century atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang diduga sudah mengorup uang negara senilai triliunan rupiah.
Mudzakir juga mendesak pimpinan KPK agar tidak berkomitmen dengan partai politik yang memilihnya pada saat proses pemilihan pimpinan KPK. Pasalnya, komitmen antara pimpinan KPK dan partai politik bisa jadi menghancurkan harapan masyarakat terhadaplembagaitu.
“Secara lembaga, KPK sudah sangat independen. Namun secara personal, independensinya bisa diperdebatkan. Ada semacam perasaan dari dalam diri kita yang mempertanyakan apakah memang komitmen itu tidak ada atau memang komitmen itu ada. Apalagi jika komitmen itu semacam balas budi, terlebih jika itu dilakukan dengan partai politik penguasa atau partai politik besar,” pungkas dia.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Herman Hery menilai ada intervensi dari kelompok-kelompok politik tertentu yang ditujukan pada KPK. Dia meminta KPK menghindarinya agar solid dan fokus untuk pemberantasan kasus-kasus korupsi besar. Menurut dia, intervensi itu biasanya datang bertubi-tubi yang dikhawatirkan membuat KPK tidak independen.
“KPK sudah pernah menyatakan bahwa akan profesional dalam penanganan kasus. Nah, itu menjadi pegangan kami publik agar KPK senantiasa profesional,” ucap dia.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai fungsi penegakan hukum di KPK saat ini tidak berfungsi optimal. Bahkan, dia menilai KPK tidak berbeda jauh dengan kejaksaan dan kepolisian. Beruntung, publik masih menaruh kepercayaan sedikit lebih tinggi dibanding dua lembaga penegak hukum lain.
“Sama saja dengan yang lain. KPK sekarang tidak ubahnya seperti yang lain. Ditekan secara politis baru bertindak. Nah kalau ditekan secara politis, kan bisa membuat KPK bingung dan tidak tegas,” papar dia.
KPK, lanjut dia, harus memiliki respons cepat dan jangan hanya menunggu tekanan politis dan tekanan dari publik untuk bertindak. “KPK harus memiliki prestasi dengan mengungkap kasus besar yang melibatkan orang besar pula," tandas Huda.
Sebelumnya Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, seluruh komponen KPK bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi pokoknya untuk pemberantasan korupsi. Pendapat yang menyebutkan KPK terjebak dalam ranah politik maupun bekerja dengan sifat politis tidak benar adanya.
“Perlu saya sampaikan bahwa KPK tidak bermain politik. KPK menjalankan fungsinya dalam ranah hukum. Tidak dipengaruhi oleh siapa pun,” kata Johan.
Dalam pandangannya, dua alat bukti yang cukup merupakan standarisasi yang dipegang oleh penyidik KPK dalam penyelesaian berbagai kasus besar seperti kasus Hambalang, Bailout Bank Century, suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, kasus Wisma Atlet, dan kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Karena itu, menemukan dua alat bukti itu turut memengaruhi kesulitan dalam membongkar tuntas kasus-kasus tersebut. (lil)
KPK juga mesti menjaga independensinya dari pengaruh kepentingan kelompok tertentu yang berniat menjatuhkan lawan politiknya. Pengamat hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Mudzakir mengakui sulit membuktikan apakah lembaga antikorupsi benar-benar berada di bawah tekanan atau tidak.
“Namun, kita bisa melihat dari sisi penanganan berbagai kasus berskala besar di KPK. Hingga kini banyak kasus besar yang belum bisa dituntaskan, bahkan banyak kasus yang sudah sejak lama masih dalam level penyelidikan,” ujar Mudzakir saat dihubungi di Jakarta, Selasa 26 Juni 2012.
Menurut dia, kondisi ini akan menimbulkan pertanyaan di kalangan masyarakat. Karena itu, wajar jika publik menilai bahwa KPK sudah tersandera.
Sebelumnya, berbagai pengamat hukum dan anggota Komisi III DPR menilai kinerja KPK sudah terkontaminasi dan banyak diintervensi oleh kelompok yang memiliki kepentingan dalam menjatuhkan lawan politik.
Akibatnya, kinerja lembaga ad hoc itu dalam penegakan hukum justru sudah tidak independen saat menjalankan tugas dan kewenangannya. Menjawab penilaian berbagai pengamat di atas, Mudzakir mengatakan bahwa persepsi itu muncul karena KPK hingga kini masih belum memiliki prestasi besar yang bisa dibanggakan.
KPK justru menangani kasus-kasus yang tak selayaknya ditangani oleh lembaga itu. KPK saat ini terkesan menangani kasus yang pembuktiannya mudah dan tak ada dugaan keterlibatan dari orang-orang partai penguasa.
“Tak perlulah KPK menangani pemerasan atau dugaan suap yang nilainya tidak seberapa. Itu bisa ditangani lembaga lain. Sekarang publik bertanya, ke mana kasus-kasus besar yang diharapkan bisa dituntaskan,” papar Mudzakir.
Dia berharap KPK dengan segala keterbatasan sumber daya manusianya fokus pada kasus-kasus besar yang menjadi sorotan publik. Misalnya kasus bailout Bank Century atau Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang diduga sudah mengorup uang negara senilai triliunan rupiah.
Mudzakir juga mendesak pimpinan KPK agar tidak berkomitmen dengan partai politik yang memilihnya pada saat proses pemilihan pimpinan KPK. Pasalnya, komitmen antara pimpinan KPK dan partai politik bisa jadi menghancurkan harapan masyarakat terhadaplembagaitu.
“Secara lembaga, KPK sudah sangat independen. Namun secara personal, independensinya bisa diperdebatkan. Ada semacam perasaan dari dalam diri kita yang mempertanyakan apakah memang komitmen itu tidak ada atau memang komitmen itu ada. Apalagi jika komitmen itu semacam balas budi, terlebih jika itu dilakukan dengan partai politik penguasa atau partai politik besar,” pungkas dia.
Sementara itu, anggota Komisi III DPR Herman Hery menilai ada intervensi dari kelompok-kelompok politik tertentu yang ditujukan pada KPK. Dia meminta KPK menghindarinya agar solid dan fokus untuk pemberantasan kasus-kasus korupsi besar. Menurut dia, intervensi itu biasanya datang bertubi-tubi yang dikhawatirkan membuat KPK tidak independen.
“KPK sudah pernah menyatakan bahwa akan profesional dalam penanganan kasus. Nah, itu menjadi pegangan kami publik agar KPK senantiasa profesional,” ucap dia.
Sementara itu, pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda menilai fungsi penegakan hukum di KPK saat ini tidak berfungsi optimal. Bahkan, dia menilai KPK tidak berbeda jauh dengan kejaksaan dan kepolisian. Beruntung, publik masih menaruh kepercayaan sedikit lebih tinggi dibanding dua lembaga penegak hukum lain.
“Sama saja dengan yang lain. KPK sekarang tidak ubahnya seperti yang lain. Ditekan secara politis baru bertindak. Nah kalau ditekan secara politis, kan bisa membuat KPK bingung dan tidak tegas,” papar dia.
KPK, lanjut dia, harus memiliki respons cepat dan jangan hanya menunggu tekanan politis dan tekanan dari publik untuk bertindak. “KPK harus memiliki prestasi dengan mengungkap kasus besar yang melibatkan orang besar pula," tandas Huda.
Sebelumnya Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, seluruh komponen KPK bekerja sesuai dengan tugas dan fungsi pokoknya untuk pemberantasan korupsi. Pendapat yang menyebutkan KPK terjebak dalam ranah politik maupun bekerja dengan sifat politis tidak benar adanya.
“Perlu saya sampaikan bahwa KPK tidak bermain politik. KPK menjalankan fungsinya dalam ranah hukum. Tidak dipengaruhi oleh siapa pun,” kata Johan.
Dalam pandangannya, dua alat bukti yang cukup merupakan standarisasi yang dipegang oleh penyidik KPK dalam penyelesaian berbagai kasus besar seperti kasus Hambalang, Bailout Bank Century, suap Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah, kasus Wisma Atlet, dan kasus cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Karena itu, menemukan dua alat bukti itu turut memengaruhi kesulitan dalam membongkar tuntas kasus-kasus tersebut. (lil)
()