Lapindo diminta perhatikan nasib anak
A
A
A
Sindonews.com – PT Lapindo Minarak Jaya selaku pihak yang bertanggung jawab atas semburan lumpur Lapindo diminta memperhatikan nasib anak-anak agar mendapatkan hak-haknya, terutama dalam bidang pendidikan.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor menilai, baik perusahaan Bakrie maupun pemerintah cenderung mengesampingkan hak-hak anak. Bahkan kebijakan yang sudah dikeluarkan melalui peraturan persiden (perpres) juga belum menyentuh masalah hak-hak anak.
"Kami melihat persoalan Lapindo ini masih dipersoalan ganti rugi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum menyentuh masalah hak-hak anak,” kata Maria di Jakarta, Jumat 22 Juni 2012.
Menurut dia, hak-hak anak di kasus Lapindo ini nyaris tidak diperhatikan. Terutama pada pendidikan, kesehatan, dan hak tumbuh berkembang anak. Banyak anak kehilangan tempat bermain, kenyamanan dalam memperoleh pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
"Seharusnya dalam kasus Lapindo anak-anak mendapatkan perhatian khusus. Selama enam tahun ini hak-hak anak pada korban Lapindo belum diperhatikan. Kasus Lapindo hanya mengedepankan proses ganti rugi finansial daripada hak-hak anak," katanya.
Maria juga meminta kepada pihak yang bertanggung jawab agar memberikan penanganan secara khusus kepada anak-anak korban Lapindo. Hal ini mengingat kondisi anak sangat rentan dalam menghadapi hal yang tidak nyaman. Hal senada dikatakan pendamping korban Lumpur Lapindo dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yuliani.
Dia juga meminta perusahaan Lapindo tidak hanya fokus mengurusi masalah ganti rugi, tapi juga harus memperhatikan hak anak. "Nasib anak sama sekali tidak pernah diperhatikan. Hak anak untuk dapat pendidikan sama sekali tidak diurus. Apalagi ini menyambut tahun ajaran baru, para orang tua juga banyak mengeluh dan tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Yuliani.
Selain hak pendidikan, lanjut Yuliani, hak bermain anak juga sudah hilang sama sekali. Itu sebabnya dia berinisiatif membuka sanggar bermain bagi anak melalui Sanggar Alfaz.
"Kami hanya ingin mengajak mereka bermain. Selama ini kesempatan itu sudah tidak dirasakan anak-anak korban Lumpur. Saya berharap jangan urusan orang tua saja yang diurus melalui ganti rugi, tapi juga hak anak perlu diperhatikan,” katanya.
Yuliani menambahkan, selama ini anak-anak korban lumpur melanjutkan sekolah dengan cara menumpang di sekolah orang lain. Pasalnya dari 33 sekolah yang tenggelam, satu pun belum ada yang dibangun kembali. "Bahkan banyak saat ini orang tua mereka memilih tidak melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kalau sudah begini, bagaimana nasib anak ke depan. Jadi ini yang perlu diperhatikan,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKB Alamudin Dimyati Rois juga mengaku prihatin dengan nasib anak yang cenderung diabaikan. Selama ini hanya masalah ganti rugi saja yang dibicarakan. Itu sebabnya dia meminta semua pihak yang bertanggung jawab atas musibah lumpur untuk bersama-sama memikirkan masa depan anak.
"Ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, nasib anak-anak jauh lebih penting untuk diperhatikan. Tentu saja masalah-masalah lain juga harus diurus seperti kesehatan,” kata Alamuddin.
Mengenai kesehatan, lanjut dia, munculnya sejumlah penyakit seperti paru-paru menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani. Bagi dia yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana institusi kesehatan seperti Kementerian Kesehatan mampu membantu warga lumpur Lapindo di Sidoarjo yang mengalami gangguan paru-paru hingga sesak napas.
Selain paru-paru, mereka juga mengalami gangguan kesemutan dan kekebalan tubuh menurun. "Terutama anak-anak harus dapat penanganan prioritas karena masih sangat rentan. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti memberikan masker penutup hidung dan pemeriksaan penyakit infeksi saluran pernapasan. Warga juga harus sedapat mungkin direlokasi ke tempat yang aman dari gangguan kesehatan tersebut,” katanya. (lil)
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Maria Ulfah Anshor menilai, baik perusahaan Bakrie maupun pemerintah cenderung mengesampingkan hak-hak anak. Bahkan kebijakan yang sudah dikeluarkan melalui peraturan persiden (perpres) juga belum menyentuh masalah hak-hak anak.
"Kami melihat persoalan Lapindo ini masih dipersoalan ganti rugi, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum menyentuh masalah hak-hak anak,” kata Maria di Jakarta, Jumat 22 Juni 2012.
Menurut dia, hak-hak anak di kasus Lapindo ini nyaris tidak diperhatikan. Terutama pada pendidikan, kesehatan, dan hak tumbuh berkembang anak. Banyak anak kehilangan tempat bermain, kenyamanan dalam memperoleh pendidikan, dan pelayanan kesehatan.
"Seharusnya dalam kasus Lapindo anak-anak mendapatkan perhatian khusus. Selama enam tahun ini hak-hak anak pada korban Lapindo belum diperhatikan. Kasus Lapindo hanya mengedepankan proses ganti rugi finansial daripada hak-hak anak," katanya.
Maria juga meminta kepada pihak yang bertanggung jawab agar memberikan penanganan secara khusus kepada anak-anak korban Lapindo. Hal ini mengingat kondisi anak sangat rentan dalam menghadapi hal yang tidak nyaman. Hal senada dikatakan pendamping korban Lumpur Lapindo dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Yuliani.
Dia juga meminta perusahaan Lapindo tidak hanya fokus mengurusi masalah ganti rugi, tapi juga harus memperhatikan hak anak. "Nasib anak sama sekali tidak pernah diperhatikan. Hak anak untuk dapat pendidikan sama sekali tidak diurus. Apalagi ini menyambut tahun ajaran baru, para orang tua juga banyak mengeluh dan tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Yuliani.
Selain hak pendidikan, lanjut Yuliani, hak bermain anak juga sudah hilang sama sekali. Itu sebabnya dia berinisiatif membuka sanggar bermain bagi anak melalui Sanggar Alfaz.
"Kami hanya ingin mengajak mereka bermain. Selama ini kesempatan itu sudah tidak dirasakan anak-anak korban Lumpur. Saya berharap jangan urusan orang tua saja yang diurus melalui ganti rugi, tapi juga hak anak perlu diperhatikan,” katanya.
Yuliani menambahkan, selama ini anak-anak korban lumpur melanjutkan sekolah dengan cara menumpang di sekolah orang lain. Pasalnya dari 33 sekolah yang tenggelam, satu pun belum ada yang dibangun kembali. "Bahkan banyak saat ini orang tua mereka memilih tidak melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kalau sudah begini, bagaimana nasib anak ke depan. Jadi ini yang perlu diperhatikan,” katanya.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKB Alamudin Dimyati Rois juga mengaku prihatin dengan nasib anak yang cenderung diabaikan. Selama ini hanya masalah ganti rugi saja yang dibicarakan. Itu sebabnya dia meminta semua pihak yang bertanggung jawab atas musibah lumpur untuk bersama-sama memikirkan masa depan anak.
"Ini tidak bisa ditawar-tawar lagi, nasib anak-anak jauh lebih penting untuk diperhatikan. Tentu saja masalah-masalah lain juga harus diurus seperti kesehatan,” kata Alamuddin.
Mengenai kesehatan, lanjut dia, munculnya sejumlah penyakit seperti paru-paru menjadi masalah serius yang perlu segera ditangani. Bagi dia yang paling penting untuk diperhatikan adalah bagaimana institusi kesehatan seperti Kementerian Kesehatan mampu membantu warga lumpur Lapindo di Sidoarjo yang mengalami gangguan paru-paru hingga sesak napas.
Selain paru-paru, mereka juga mengalami gangguan kesemutan dan kekebalan tubuh menurun. "Terutama anak-anak harus dapat penanganan prioritas karena masih sangat rentan. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti memberikan masker penutup hidung dan pemeriksaan penyakit infeksi saluran pernapasan. Warga juga harus sedapat mungkin direlokasi ke tempat yang aman dari gangguan kesehatan tersebut,” katanya. (lil)
()