Kemenag bentuk tim internal usut korupsi Alquran
A
A
A
Sindonews.com – Kementerian Agama (Kemenag) membentuk tim audit internal yang terdiri atas tiga orang. Tim ini akan menelusuri dugaan korupsi pengadaan Alquran.
Inspektur Jenderal Kemenag M Suparta mengatakan, tim tersebut akan memeriksa berkas pengadaan Alquran yang berlangsung pada 2009, 2010, dan 2011. Menurut dia, dibutuhkan waktu sekitar empat hari untuk memeriksa seluruh berkas pengadaan tersebut. “Kita sudah membentuk tim yang secara khusus bertugas menyelidiki berkas pengadaan Alquran itu,” ungkap Suparta di Jakarta, Jumat 22 Juni 2012.
Meski sebelumnya tidak pernah diketahui adanya penyimpangan dalam proyek pengadaan Alquran, Suparta mengakui jika pengadaan paling rawan terjadi pada 2011. Hal itu disebabkan nilai anggaran pengadaan cukup besar, mencapai Rp22 miliar lebih. Dia juga mengakui kesulitan melakukan pemeriksaan terhadap semua laporan keuangan di Kemenag dengan alasan keterbatasan tenaga yang dimiliki.
“Kami hanya punya 153 auditor, padahal Kemenag memiliki 4.400 lebih satuan kerja,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pengadaan Alquran di jajarannya. Namun, menurut Nazaruddin, proyek pengadaan Alquran sudah sesuai prosedur yang berlaku serta mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 54/2010 Pasal 87 Ayat.
Pasal itu menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat menambah volume pekerjaan dengan ketentuan tidak boleh melebihi 10% dari nilai kontrak. Bahkan, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ujarnya, tidak ditemukan adanya penyimpangan. Meski demikian, Nasaruddin tetap persilakan KPK mengusut dugaan korupsi tersebut.
“Kami tidak mau melanggar hukum. Jadi, di atas kertas tidak ada penyimpangan, karena semua proyek pengadaan Alquran yang berlangsung sejak 2009–2011 telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Namun, kami bersyukur jika KPK menemukan sesuatu yang tidak kami temukan. Bagi saya, sangat penting agar KPK mengusut tuntas kasus ini jika ada dugaan penyimpangan agar tidak menjadi lubang di masa yang akan datang,” tandas Nasaruddin.
Nasaruddin mengungkapkan, kebutuhan terhadap Alquran setiap tahunnya mencapai dua juta eksemplar. Dia menyebutkan, pada 2009, Kemenag melakukan pengadaan Alquran sebanyak 42.600 eksemplar dengan pagu anggaran Rp1,136 miliar. Sementara nilai kontrak yang disepakati sekitar Rp1,165 miliar. Selanjutnya, pada 2010 Kemenag kembali melakukan pengadaan Alquran sebanyak 45.000 eksemplar dengan pagu anggaran Rp1,2 miliar dan nilai kontrak Rp1,4 miliar.
Sementara pada 2011, pengadaan Alquran berlangsung dua kali, antara lain pengadaan 67.600 Alquran ukuran besar melalui APBN dengan pagu anggaran Rp2,1 miliar serta pengadaan Alquran ukuran kecil, tafsir Alquran, surah Yasin, dan Alquran terjemah dengan nilai anggaran Rp5,6 miliar. Terakhir, kata Wamenag, pengadaan 653.000 Alquran lewat APBNP 2011 dengan pagu anggaran Rp22,8 miliar.
“Namun di akhir 2011, saya tidak lagi menjabat Dirjen Bimas Islam,” paparnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, sejauh ini belum ada pejabat Kemenag yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran ini. KPK juga belum bisa memberikan banyak penjelasan mengenai kasus tersebut. Selain masih dalam proses penyelidikan, KPK tidak ingin perkembangan proses hukum dugaan korupsi pengadaan Alquran ini menjadi terganggu. “Kita belum dapat informasi jadwal pemeriksaan pejabat Kemenag,” kata Johan. (lil)
Inspektur Jenderal Kemenag M Suparta mengatakan, tim tersebut akan memeriksa berkas pengadaan Alquran yang berlangsung pada 2009, 2010, dan 2011. Menurut dia, dibutuhkan waktu sekitar empat hari untuk memeriksa seluruh berkas pengadaan tersebut. “Kita sudah membentuk tim yang secara khusus bertugas menyelidiki berkas pengadaan Alquran itu,” ungkap Suparta di Jakarta, Jumat 22 Juni 2012.
Meski sebelumnya tidak pernah diketahui adanya penyimpangan dalam proyek pengadaan Alquran, Suparta mengakui jika pengadaan paling rawan terjadi pada 2011. Hal itu disebabkan nilai anggaran pengadaan cukup besar, mencapai Rp22 miliar lebih. Dia juga mengakui kesulitan melakukan pemeriksaan terhadap semua laporan keuangan di Kemenag dengan alasan keterbatasan tenaga yang dimiliki.
“Kami hanya punya 153 auditor, padahal Kemenag memiliki 4.400 lebih satuan kerja,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Nasaruddin Umar mempersilakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pengadaan Alquran di jajarannya. Namun, menurut Nazaruddin, proyek pengadaan Alquran sudah sesuai prosedur yang berlaku serta mengacu pada Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 54/2010 Pasal 87 Ayat.
Pasal itu menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dapat menambah volume pekerjaan dengan ketentuan tidak boleh melebihi 10% dari nilai kontrak. Bahkan, dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ujarnya, tidak ditemukan adanya penyimpangan. Meski demikian, Nasaruddin tetap persilakan KPK mengusut dugaan korupsi tersebut.
“Kami tidak mau melanggar hukum. Jadi, di atas kertas tidak ada penyimpangan, karena semua proyek pengadaan Alquran yang berlangsung sejak 2009–2011 telah dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Namun, kami bersyukur jika KPK menemukan sesuatu yang tidak kami temukan. Bagi saya, sangat penting agar KPK mengusut tuntas kasus ini jika ada dugaan penyimpangan agar tidak menjadi lubang di masa yang akan datang,” tandas Nasaruddin.
Nasaruddin mengungkapkan, kebutuhan terhadap Alquran setiap tahunnya mencapai dua juta eksemplar. Dia menyebutkan, pada 2009, Kemenag melakukan pengadaan Alquran sebanyak 42.600 eksemplar dengan pagu anggaran Rp1,136 miliar. Sementara nilai kontrak yang disepakati sekitar Rp1,165 miliar. Selanjutnya, pada 2010 Kemenag kembali melakukan pengadaan Alquran sebanyak 45.000 eksemplar dengan pagu anggaran Rp1,2 miliar dan nilai kontrak Rp1,4 miliar.
Sementara pada 2011, pengadaan Alquran berlangsung dua kali, antara lain pengadaan 67.600 Alquran ukuran besar melalui APBN dengan pagu anggaran Rp2,1 miliar serta pengadaan Alquran ukuran kecil, tafsir Alquran, surah Yasin, dan Alquran terjemah dengan nilai anggaran Rp5,6 miliar. Terakhir, kata Wamenag, pengadaan 653.000 Alquran lewat APBNP 2011 dengan pagu anggaran Rp22,8 miliar.
“Namun di akhir 2011, saya tidak lagi menjabat Dirjen Bimas Islam,” paparnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, sejauh ini belum ada pejabat Kemenag yang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Alquran ini. KPK juga belum bisa memberikan banyak penjelasan mengenai kasus tersebut. Selain masih dalam proses penyelidikan, KPK tidak ingin perkembangan proses hukum dugaan korupsi pengadaan Alquran ini menjadi terganggu. “Kita belum dapat informasi jadwal pemeriksaan pejabat Kemenag,” kata Johan. (lil)
()