KPK sibuk tangani kasus kecil
A
A
A
Sindonews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2012-2016 yang dipimpin Abraham Samad, dinilai belum memiliki prestasi signifikan serta tidak memiliki cukup keberanian dalam mengungkap kasus korupsi besar.
Padahal lembaga ad hoc itu memiliki kewenangan lebih mengungkap kasus dugaan korupsi berskala kakap ketimbang lembaga penegak hukum lainnya. Karena itu, KPK seharusnya fokus terhadap kasus korupsi yang merugikan negara dengan nominal yang besar. Namun sayangnya, KPK justru disibukkan menangani kasuskasus korupsi berskala kecil.
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengatakan, publik masih menunggu realisasi janji Ketua KPK Abraham Samad yang akan mengungkap kasus kakap dalam jangka waktu satu tahun sejak terpilih 2 Desember 2011 lalu. "Itu tanggung jawab moral pimpinan KPK kepada publik yang harus ditepati," ujar Syarifuddin di Gedung DPR, Kamis 14 Juni 2012. KPK memiliki tanggung jawab besar kepada rakyat Indonesia dalam hal penanganan kasus.
Untuk itu, seharusnya KPK memiliki prioritas kasus per kasus agar fokus dan tidak terlalu banyak menangani kasus. KPK yang disibukkan dengan kasus-kasus kecil akan berdampak pada tidak fokusnya penanganan perkara untuk kasus besar. "Selanjutnya kasus yang mendapat sorotan publik justru akan terbengkalai," paparnya. Menurut dia, KPK menyita waktu dan tenaga dengan menangani kasus-kasus kelas teri.
Sumber daya manusia (SDM) yang ada kurang dioptimalkan, padahal di waktu lain KPK selalu mengeluh minimnya personel penyidik. "KPK tidak memaksimalkan SDM yang ada. Mereka selalu beralasan kekurangan SDM. Tetapi SDM-nya digunakan untuk menangani kasus-kasus kecil. Sebetulnya SDM itu kan bisa dimaksimalkan dengan khusus menangani kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dengan nominal yang besar," papar Syarifuddin.
Menurutnya, kasus-kasus korupsi besar dengan nilai Rp1 triliun lebih hingga kini masih terbengkalai. Misalnya, kasus bailout Bank Century, mafia pajak Gayus Tambunan yang disebut-sebut melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan kasus Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) yang hingga kini belum terungkap siapa penyandang dananya. "Itu semua seharusnya menjadi prioritas, jangan justru sibuk dengan kasus-kasus kecil di daerah. Itu sebetulnya bisa diserahkan pada lembaga hukum lain," tukas dia.
Kini publik menunggu gebrakan KPK. Misalnya mengungkap kasus bailout Bank Century yang sempat menyita perhatian publik saat dipansuskan di DPR. "Setelah dilimpahkan kepada KPK, tidak ada tindak lanjut yang diharapkan. Begitu pun dengan kasus mafia pajak. Tidak ditemukan perusahaan-perusahaan yang menyuap Gayus," papar Syarifuddin. KPK, papar dia, tak berkonsentrasi penuh dalam penanganan kasus korupsi besar.
Padahal, lembaga antikorupsi itu menjadi andalan publik untuk mengungkap jaringan korupsi besar. Terlebih yang melibatkan orang-orang penting di Tanah Air. "Ke depan KPK mesti menjadi lembaga yang khusus menangani kasus korupsi besar terutama di sektor penerimaan negara," tandas dia.
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyayangkan langkah KPK yang lebih banyak menangani kasus kecil. "KPK jangan hanya sibuk dengan kasus kelas teri. Kasus DPRD Riau, Jawa Tengah misalnya, sebetulnya bisa ditangani lembaga penegak hukum yang lain. KPK harus fokus bekerja menuntaskan kasus besar," ujar Taslim kepada SINDO.
KPK, lanjut dia, seharusnya terus menyidik siapa aktor-aktor di balik kasus-kasus besar itu. Seperti siapa penyedia dana kasus DGSBI, lalu aktor dibalik bailout Bank Century. DPR juga mendukung KPK untuk menuntaskan kasus Bank Century yang dianggap sudah mencederai keadilan masyarakat.
"Bank Century itu kemajuannya baru sekadar gelar perkara. Belum ada siapa tersangkanya atau siapa yang dibidiknya," papar dia. Menurut dia, KPK selalu beralasan kekurangan sumber daya manusia. Jika demikian SDM yang ada sudah seharusnya difokuskan untuk menyidik kasus-kasus besar.
Anggota Tim Pengawas Kasus Century DPR Bambang Soesatyo mengatakan hingga kini perkembangan baru yang dijanjikan KPK terkait kasus Century belum memuaskan akal sehat publik, kendati keterangan para ahli yang diminta KPK sudah mengarah pada adanya perbuatan melawan hukum pada kasus tersebut. "Sudah hampir tiga tahun kasus Century jalan di tempat," ujar Bambang. (lil)
Padahal lembaga ad hoc itu memiliki kewenangan lebih mengungkap kasus dugaan korupsi berskala kakap ketimbang lembaga penegak hukum lainnya. Karena itu, KPK seharusnya fokus terhadap kasus korupsi yang merugikan negara dengan nominal yang besar. Namun sayangnya, KPK justru disibukkan menangani kasuskasus korupsi berskala kecil.
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengatakan, publik masih menunggu realisasi janji Ketua KPK Abraham Samad yang akan mengungkap kasus kakap dalam jangka waktu satu tahun sejak terpilih 2 Desember 2011 lalu. "Itu tanggung jawab moral pimpinan KPK kepada publik yang harus ditepati," ujar Syarifuddin di Gedung DPR, Kamis 14 Juni 2012. KPK memiliki tanggung jawab besar kepada rakyat Indonesia dalam hal penanganan kasus.
Untuk itu, seharusnya KPK memiliki prioritas kasus per kasus agar fokus dan tidak terlalu banyak menangani kasus. KPK yang disibukkan dengan kasus-kasus kecil akan berdampak pada tidak fokusnya penanganan perkara untuk kasus besar. "Selanjutnya kasus yang mendapat sorotan publik justru akan terbengkalai," paparnya. Menurut dia, KPK menyita waktu dan tenaga dengan menangani kasus-kasus kelas teri.
Sumber daya manusia (SDM) yang ada kurang dioptimalkan, padahal di waktu lain KPK selalu mengeluh minimnya personel penyidik. "KPK tidak memaksimalkan SDM yang ada. Mereka selalu beralasan kekurangan SDM. Tetapi SDM-nya digunakan untuk menangani kasus-kasus kecil. Sebetulnya SDM itu kan bisa dimaksimalkan dengan khusus menangani kasus-kasus korupsi yang merugikan negara dengan nominal yang besar," papar Syarifuddin.
Menurutnya, kasus-kasus korupsi besar dengan nilai Rp1 triliun lebih hingga kini masih terbengkalai. Misalnya, kasus bailout Bank Century, mafia pajak Gayus Tambunan yang disebut-sebut melibatkan perusahaan-perusahaan besar dan kasus Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGSBI) yang hingga kini belum terungkap siapa penyandang dananya. "Itu semua seharusnya menjadi prioritas, jangan justru sibuk dengan kasus-kasus kecil di daerah. Itu sebetulnya bisa diserahkan pada lembaga hukum lain," tukas dia.
Kini publik menunggu gebrakan KPK. Misalnya mengungkap kasus bailout Bank Century yang sempat menyita perhatian publik saat dipansuskan di DPR. "Setelah dilimpahkan kepada KPK, tidak ada tindak lanjut yang diharapkan. Begitu pun dengan kasus mafia pajak. Tidak ditemukan perusahaan-perusahaan yang menyuap Gayus," papar Syarifuddin. KPK, papar dia, tak berkonsentrasi penuh dalam penanganan kasus korupsi besar.
Padahal, lembaga antikorupsi itu menjadi andalan publik untuk mengungkap jaringan korupsi besar. Terlebih yang melibatkan orang-orang penting di Tanah Air. "Ke depan KPK mesti menjadi lembaga yang khusus menangani kasus korupsi besar terutama di sektor penerimaan negara," tandas dia.
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menyayangkan langkah KPK yang lebih banyak menangani kasus kecil. "KPK jangan hanya sibuk dengan kasus kelas teri. Kasus DPRD Riau, Jawa Tengah misalnya, sebetulnya bisa ditangani lembaga penegak hukum yang lain. KPK harus fokus bekerja menuntaskan kasus besar," ujar Taslim kepada SINDO.
KPK, lanjut dia, seharusnya terus menyidik siapa aktor-aktor di balik kasus-kasus besar itu. Seperti siapa penyedia dana kasus DGSBI, lalu aktor dibalik bailout Bank Century. DPR juga mendukung KPK untuk menuntaskan kasus Bank Century yang dianggap sudah mencederai keadilan masyarakat.
"Bank Century itu kemajuannya baru sekadar gelar perkara. Belum ada siapa tersangkanya atau siapa yang dibidiknya," papar dia. Menurut dia, KPK selalu beralasan kekurangan sumber daya manusia. Jika demikian SDM yang ada sudah seharusnya difokuskan untuk menyidik kasus-kasus besar.
Anggota Tim Pengawas Kasus Century DPR Bambang Soesatyo mengatakan hingga kini perkembangan baru yang dijanjikan KPK terkait kasus Century belum memuaskan akal sehat publik, kendati keterangan para ahli yang diminta KPK sudah mengarah pada adanya perbuatan melawan hukum pada kasus tersebut. "Sudah hampir tiga tahun kasus Century jalan di tempat," ujar Bambang. (lil)
()