Parpol hambat regenerasi capres

Kamis, 24 Mei 2012 - 09:23 WIB
Parpol hambat regenerasi...
Parpol hambat regenerasi capres
A A A
Sindonews.com - Parpol dinilai belum bisa diandalkan untuk menerapkan konsep regenerasi kepemimpinan nasional apalagi memeloporinya.

Menurut intelektual muslim Buya Syafii Maarif, parpol justru menjadi salah satu faktor penghambat. Buya memandang, peran parpol dalam menghambat proses regenerasi kepemimpinan nasional cukup besar.

Hal ini terjadi karena parpol sebagai salah satu pilar demokrasi tidak berorientasi pada suksesnya regenerasi kepemimpinan dalam menjalankan konsolidasi demokrasi.

Akibatnya, reformasi yang sudah berjalan 14 tahun belum berhasil melahirkan regenerasi. ”Gagal total sih tidak, tetapi boleh saya katakan belum berhasil. Masih terus dalam proses karena konsolidasi demokrasi belum terjadi,” kata Syafii Maarif seusai menghadiri acara Sarasehan Budaya Nasional “Implementasi Empat Pilar Kebangsaan” di Gedung MPR/- DPR/Senat, Jakarta, kemarin.

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu menilai parpol dalam agenda reformasi lebih banyak mengedepankan orientasi yang sifatnya pragmatis dan transaksional.

Padahal, kata dia, parpol seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawal amanat reformasi. ”Terus terang, dengan partai yang ada sekarang ini, pada intinya saya tidak punya banyak kepercayaan untuk regenerasi dan Indonesia ke depan,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif The Political Literacy Institute Gun Gun Heryanto mengatakan, kepartaian di Indonesia masih dominan dengan tradisi feodal, oligarkis, dan transaksional. Struktur partai, kata dia, belum menjadi partai modern karena dominannya tiga hal tersebut.

”Ciri feodal lekat dengan kuatnya politik figur dan minimnya upaya mentransformasikan politik figur tersebut pada modernisasi partai politik sehingga partai bergerak karena kuatnya sosok tertentu di puncak hierarki otoritas partai. Ini bisa kita liat di Demokrat, PDIP, Golkar, dan hampir semua partai lain. Karena kalau partai modern harusnya berbasis kader,” katanya.

Adapun ciri oligarkis yang gampang dilihat, kata dia, terjadi distribusi dan alokasi SDM ke jabatan-jabatan publik yang lebih banyak ditentukan oleh segelintir elite sehingga mekanismenya dari-oleh-dan untuk mereka yang menjadi elite partai.

Sementara transaksional ditandai dengan proses politik yang high cost karena ditentukan oleh siapa yang bisa memiliki kekuatan hadiah (reward power).

”Artinya mereka yang punya uang yang akan mengendalikan kebijakan partai.Nah,tradisi ini tentu akan menjadi tantangan parpol ke depan,” ujarnya.

Agar terjadi proses regenerasi di parpol, lanjut dia, cara yang strategis adalah pengaturan mekanisme demokrasi internal untuk mendistribusikan dan mengalokasikan SDM partai ke jabatan-jabatan di lingkup internal maupun eksternal partai.

Mekanisme lain, kata dia, dimapankannya pola pengaderan sehingga ada proses penguatan dalam alih generasi.

Pengamat politik dari LIPI Siti Zuhro mengamini bahwa Indonesia telah gagal melakukan regenerasi kepemimpinan dan perubahan. Bahkan, kata dia, setelah 14 tahun reformasi lebih banyak yang stagnan karena parpol tidak serius dalam memerankan diri sebagai pilar demokrasi dan pengawal amanat reformasi.

”Parpol dan tokoh- tokoh kepemimpinan nasional perlu melakukan kontemplasi serta pengoreksian ke dalam dan mawas diri, apakah memang partai telah berhasil menjalankan pilar demokrasi? Sudah adakah regenerasi?” katanya.

Menurut Siti, membiarkan tidak adanya alih generasi kepemimpinan akan membuat bangsa ini timpang karena pada waktu tertentu akan mengalami kekagetan.

Karena itu, masalah regenerasi harus menjadi perhatian serius karena sebenarnya stok generasi bangsa yang potensial sangat banyak.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menilai regenerasi tak bisa dipaksakan. Namun, melihat dinamika yang berkembang, menurutnya saat ini menjadi momentum terakhir bagi generasi senior untuk berkompetisi dalam perebutan kepemimpinan nasional.

”Harus dihargai juga partai yang masih mengusung figur senior. Biarkan ini menjadi yang terakhir bagi mereka. Mungkin yang perlu didorong adalah agar untuk posisi cawapres dan kabinetnya nanti harus mengedepankan generasi muda yang memang berkompeten,” ungkapnya.(lin)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0444 seconds (0.1#10.140)