RUU Pemilu bukan alat singkirkan partai kecil
Kamis, 15 Maret 2012 - 08:47 WIB

RUU Pemilu bukan alat singkirkan partai kecil
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Pansus RUU Pemilu DPR Arif Wibowo menjamin bahwa RUU Pemilu tidak menjadi alat partai politik besar untuk "membunuh" partaipartai kecil.
Sebaliknya, dia mengaku pihaknya bertujuan memperbaiki pemilu. "Setiap partai kan ada syaratnya mengikuti pemilu. Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikhawatirkan. Tidak ada upaya untuk 'membunuh'," tegasnya di Jakarta, kemarin.
Menurut politikus PDIP itu, masyarakat menginginkan jumlah partai sedikit atau tidak banyak. DPR memilih mekanisme untuk mewujudkannya melalui pembahasan RUU Pemilu. Bahkan, dia memprediksi bakal tidak banyak jumlah partai di masa mendatang.
"Sebagai partai berbadan hukum,mereka tetap eksis. Jangan mengaku partai nasional, tapi kekuatannya hanya tingkatan lokal," sebut Arif.
Sebelumnya, lima partai politik yang tergabung dalam Forum Lima meminta Pemilu 2014 menggunakan UU 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD atau UU lama.
Sebaliknya, RUU Pemilu yang saat ini sedang dibahas DPR sebaiknya digunakan untuk pelaksanaan Pemilu 2019. Mereka khawatir RUU Pemilu yang sekarang digodok DPR menjadi alat kekuatan politik di parlemen untuk menyingkirkan eksistensi partai-partai kecil.
Lima partai yang tergabung dalam Forum Lima adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
"Kami tetap minta Pemilu 2014 tetap menggunakan yang lama. Kami juga minta parliamentary threshold (PT) dihapuskan. Sebenarnya, ini (kembali ke UU Pemilu lama) jalan kedua bila PT tidak dihapuskan," kata Ketua Pelaksana Harian (PLH) PDP Roy BB Janis.
Ketua Umum PKPI Sutiyoso menyatakan pihaknya akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila Pansus RUU Pemilu masih tetap mempertahankan Pasal 8 ayat (2).
Menurut dia, perubahan Pasal 8 ayat (2) UU 10/2008 dalam RUU Pemilu merupakan upaya DPR yang notabene partai berkuasa (9 partai dari 38 partai lainnya) untuk melanggengkan dan memperkuat kekuasaannya dengan cara yang tidak fair, adil, jujur, diskriminatif, dan mengingkari keberadaan dan hak mereka. (san)
Sebaliknya, dia mengaku pihaknya bertujuan memperbaiki pemilu. "Setiap partai kan ada syaratnya mengikuti pemilu. Jadi, tidak ada yang perlu ditakutkan dan dikhawatirkan. Tidak ada upaya untuk 'membunuh'," tegasnya di Jakarta, kemarin.
Menurut politikus PDIP itu, masyarakat menginginkan jumlah partai sedikit atau tidak banyak. DPR memilih mekanisme untuk mewujudkannya melalui pembahasan RUU Pemilu. Bahkan, dia memprediksi bakal tidak banyak jumlah partai di masa mendatang.
"Sebagai partai berbadan hukum,mereka tetap eksis. Jangan mengaku partai nasional, tapi kekuatannya hanya tingkatan lokal," sebut Arif.
Sebelumnya, lima partai politik yang tergabung dalam Forum Lima meminta Pemilu 2014 menggunakan UU 10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD atau UU lama.
Sebaliknya, RUU Pemilu yang saat ini sedang dibahas DPR sebaiknya digunakan untuk pelaksanaan Pemilu 2019. Mereka khawatir RUU Pemilu yang sekarang digodok DPR menjadi alat kekuatan politik di parlemen untuk menyingkirkan eksistensi partai-partai kecil.
Lima partai yang tergabung dalam Forum Lima adalah Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
"Kami tetap minta Pemilu 2014 tetap menggunakan yang lama. Kami juga minta parliamentary threshold (PT) dihapuskan. Sebenarnya, ini (kembali ke UU Pemilu lama) jalan kedua bila PT tidak dihapuskan," kata Ketua Pelaksana Harian (PLH) PDP Roy BB Janis.
Ketua Umum PKPI Sutiyoso menyatakan pihaknya akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) bila Pansus RUU Pemilu masih tetap mempertahankan Pasal 8 ayat (2).
Menurut dia, perubahan Pasal 8 ayat (2) UU 10/2008 dalam RUU Pemilu merupakan upaya DPR yang notabene partai berkuasa (9 partai dari 38 partai lainnya) untuk melanggengkan dan memperkuat kekuasaannya dengan cara yang tidak fair, adil, jujur, diskriminatif, dan mengingkari keberadaan dan hak mereka. (san)
()