Revisi UU KPK dinilai melemahkan

Senin, 12 Maret 2012 - 09:00 WIB
Revisi UU KPK dinilai melemahkan
Revisi UU KPK dinilai melemahkan
A A A
Sindonews.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai upaya Komisi III DPR merevisi Undang-Undang (UU) KPK diduga hanya untuk melemahkan lembaga antikorupsi itu. Revisi UU tersebut belum saatnya dilakukan.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, jika DPR masih mempertahankan keinginannya merevisi, benar adanya KPK ingin dilemahkan. "Revisi UU KPK untuk melemahkan KPK jadi masuk akal adanya," kata Johan saat dihubungi di Jakarta kemarin. Menurut dia, KPK dilahirkan melalui semangat pemberantasan korupsi.

Karena itu, sangat ironis jika revisi UU KPK justru menghilangkan satu di antara kewenangannya. "Sangat disayangkan seperti kembali ke belakang, massa yang gelap jika KPK dihilangkan fungsi utamanya," katanya.

Terkait efek jera, Johan merasa yakin hal itu dapat diefektifkan melalui keseimbangan fungsi dan wewenang. Dia pun berharap jika nanti revisi tetap dilakukan justru perlunya ditanamkan fungsi dan wewenang tambahan. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas sebelumnya menilai rencana revisi UU KPK yang akan mengubah kewenangan KPK hingga saat ini belum perlu dilakukan.

Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah bagaimana menambah anggaran dan sumber daya manusia KPK. "Saya kira belum perlu jika kewenangan diubah. Anggarannya saja sebaiknya ditambah kalau UU KPK ini mau direvisi," kata Busyro di Jakarta kemarin.

Selain penambahan anggaran, Busyro juga menegaskan lembaganya tersebut membutuhkan penambahan sumber daya manusia. Dengan penambahan SDM ini, penyidikan kasus diharapkan bisa lebih cepat dan mampu merespons semua pengaduan masyarakat. "Harus diakui, SDM kita ini saat ini masih kurang," katanya.

Busyro juga mengaku heran dengan sikap DPR yang gencar menyuarakan revisi UU KPK. Saat ini KPK dengan kewenangan yang ada sudah berjalan dengan baik. "Sekali lagi, DPR tidak perlu repot-repot merevisi UU KPK," katanya.

Meski demikian, lanjut Busyro, KPK tidak bisa berbuat apa-apa jika nanti Komisi III DPR bersikeras untuk merevisi itu. Bagi dia, selama ini UU KPK sudah cukup memadai. "Yang pasti, kami tidak menemukan sedikit pun urgensi hingga harus direvisi. Sekarang kita bersikap pasif saja. Kita juga terus pantau. Kita berharap rencana revisi ini justru memperkuat dan tidak memperlemah," ucapnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta rencana revisi Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan dibahas DPR dibatalkan saja. Peneliti hukum ICW, Donal Fariz, mengkhawatirkan rencana ini menjadi salah satu siasat mengerdilkan lembaga pemberantasan korupsi itu.

"Kami menilai tujuan revisi diduga bukanlah untuk memberantas korupsi. Tapi,lebihsebagairespons dari pihak yang terganggu dengan kerja KPK. Proses revisi ini sangat potensial digunakan untuk menyerang balik upayaupaya pemberantasan korupsi," kata Donal di Jakarta kemarin.

Dia menilai, secara normatif tidak ada yang berarti dari proses revisi undang-undang. Pada prinsipnya aturan hukum dapat diubah dan diperbarui jika tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan masyarakat atau demi peningkatan upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.

Masalahnya, revisi UU KPK ini dilakukan pada saat korupsi yang dilakukan penyelenggara negara semakin masuk pada lapisan yang paling busuk. Koordinator Divisi Hukum ICW Febri Diansyah mengatakan, rencana revisi Undang- Undang No 30/2002 tentang KPK merupakan serangan langsung DPR ke KPK. Suasana politik saat ini menghendaki KPK lumpuh.

Di tempat terpisah, Koordinator Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) Jamil Mubarok menilai, UU KPK yang ada saat ini masih sangat relevan untuk digunakan dan tidak perlu direvisi.

KPK saat ini sudah bekerja cukup bagus dibanding dengan lembaga penegak hukum lainnya. Ketua Komisi III DPR Benny K Harman sempat menyatakan komisinya mewacanakan revisi UU KPK ke depan akan memuat tugas dan fungsi KPK fokus pada pencegahan. Namun, dia membantah hal itu justru akan memangkas kewenangan penindakan KPK.

Menurut Benny, karena banyak dan beratnya beban penanganan kasus di KPK, solusi atas masalah itu cenderung memilih untuk mengoptimalkan Polri dan Kejaksaan Agung. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4752 seconds (0.1#10.140)