Pilpres 2014 minim figur populer
A
A
A
Sindonews.com – Hasil survei Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menyimpulkan hingga kini belum ada figur kuat untuk calon presiden 2014. Padahal publik sudah jenuh dengan figur lama dan incumbent.
”Kesimpulan umumnya, kalau keadaan tidak berubah maka Pilpres 2014 menjadi arena tanpa kandidat yang kuat, semua relatif sama kekuatannya,” kata Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional Lembaga Kajian CSIS, Philips Vermonte, saat memaparkan hasil survei di Jakarta kemarin.
Survei yang melibatkan 2.117 responden itu diadakan sejak 16-24 Januari 2012. Penelitian dengan tingkat margin error 2,5 persen itu dilakukan di 23 provinsi, terutama daerah yang memiliki jumlah penduduk padat.
Menurut Philips, bila pilpres digelar sekarang, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri akan mendapatkan dukungan 10 persen pemilih. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra memperoleh 6,7 persen.
Adapun figur-figur yang diasosiasikan dengan partai koalisi seperti Aburizal Bakrie dan Hatta Rajasa cenderung mendapat dukungan yang lebih rendah.
Figur dari nonpartai politik,seperti, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD hanya meraih dukungan 2 persen.
Menurut dia, situasi tersebut menunjukkan bahwa pemilih memperlihatkan tanda-tanda bahwa mereka bersedia menghukum partai atau figur incumbent.
Hal yang mengejutkan, hasil survei CSIS ini menyebut 17,3 persen akan memilih kembali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bila Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu diperbolehkan maju lagi dalam pilpres mendatang.
Sisanya, 40,9 persen, pemilih akan bertahan dengan pilihannya. Lalu 41,7 persen mengaku tidak tahu. Artinya, meskipun kinerja dan kepemimpinan SBY dinilai buruk, masyarakat belum melihat figur yang ada sebagai alternatif dan kredibel atau layak dipilih.
Padahal, semestinya figur-figur partai oposisi dapat menangguk dukungan dari masyarakat yang kecewa terhadap kinerja incumbent. Dia menyatakan, berdasarkan penilaian kinerja, 16,5 persen responden menilai buruk kinerja Megawati.
Urutan kedua Prabowo (11,3 persen), Jusuf Kalla (6,8 persen), dan Aburizal Bakrie alias Ical (6,6 persen). Tiga bidang yang menjadi fokus penilaian masyarakat adalah penegakan hukum, pengentasan kemiskinan, dan pemberantasan korupsi.
"Kurang dari seperlima masyarakat Indonesia yang menganggap ada banyak perbaikan di tiga permasalahan tersebut. Sisanya, beranggapan tidak banyak kemajuan, bahkan kemunduran,”ungkap Philips.
Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional Lembaga Kajian CSIS, Sunny Tanuwidjaja, mengungkapkan, ketika masyarakat diminta menilai situasi ekonomi sekarang dibandingkan tiga tahun silam, kurang dari seperlima merasa ada perbaikan. Namun, sebagian besar merasakan ada stagnasi, bahkan kemunduran.
”Pendapat yang sama ditemukan terkait persepsi tentang kepemimpinan SBY, di mana secara umum masyarakat menilai tidak ada kemajuan berarti,”katanya.
Sunny berpendapat, kemunduran dalam kinerja pemerintahan dan ekonomi menggambarkan bahwa publik diliputi rasa kecewa.
Survei memperlihatkan, dua figur yang memimpin partai oposisi, yaitu partai yang tidak ikut dalam koalisi Pemerintahan SBY, relatif mendapat dukungan yang lebih kuat dibandingkan figur lain yang dilihat sebagai representasi partai-partai incumbent.
Menanggapi survei CSIS tersebut, Ketua Dewan Pakar DPP Partai NasDem Hary Tanoesoedibjo melihat kompleksitas permasalahan bangsa saat ini makin rumit.
Karena itu pemimpin yang ideal tidak hanya memenuhi kriteria popularitas dan elektabilitas saja.
”Aspek kapabilitas yang kuat dan tegas (strong leadership) serta ketulusan untuk mengabdi kepada bangsa dan negara juga menjadi penting,”katanya.
Menurut Hary, kriteria tersebut semestinya bukan hanya untuk pimpinan lembaga eksekutif, tetapi juga di lembaga legislatif. Karena itu, publik perlu melihat aspek-aspek lain di luar popularitas.
Sekjen DPP Partai NasDem Ahmad Rofiq menambahkan, hasil survei dan analisis para pengamat soal jenuhnya publik terhadap figur lama dan peluang figur alternatif di 2014 ada benarnya.
Dan Partai Nas- Dem, kata dia, memang berharap 2014 nanti muncul tokoh baru yang belum terkontaminasi politik lama.
”Yang sekarang kan yang ditawarkan itu gagasan dan cara lama sehingga aspek perubahan yang jadi keinginan masyarakat akan mengalami kegagalan,” kata Rofiq.
Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo menilai apa yang disampaikan oleh CSIS merupakan hasil dari survei. Hasil tersebut akan menjadi masukan bagi partai terkait pengambilan keputusan politik dalam pilpres. Sebab, untuk memimpin bangsa yang besar ini juga dibutuhkan visi yang kuat untuk memakmurkan rakyat.
”Partai akan cari momentum yang tepat, itu bisa sebelum atau sesudah pemilihan anggota legislatif 2014,”katanya.
Menurut dia, yang menjadi pertimbangan PDIP dalam menentukan capres tidak hanya survei CSIS. PDIP juga pada akhir tahun akan melakukan survei eksternal dan internal sendiri untuk mengukur elektabilitas figur. ”Jadi ya kita lihat saja nanti,”ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan partainya sampai hari ini belum berpikir untuk mengusung figur sehingga tidak terlalu risau dengan hasil survei CSIS.
Dia yakin pada saatnya nanti, ketika sudah ditetapkan oleh Demokrat, figur itu akan diterima oleh publik dan elektabilitasnya juga tinggi.
”Masih cukup panjang waktunya. Tidak ada kekhawatiran akan kalah start. Kalau nama itu keluar, publik pasti sudah tahu dan akan menerimanya,” katanya.
Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto mengaku setuju jika figur capres tidak hanya mengandalkan aspek popularitas.
Menurut dia, capres ke depan juga harus figur yang bersih dari persoalan hukum. Hatta Rajasa merupakan figur yang memenuhi kriteria tersebut.
Bima menegaskan, PAN semakin yakin bahwa pengusungan Hatta Rajasa sebagai capres bakal sukses. Dari sisi pengalaman kerja Hatta dinilai paling lentur dan menguasai banyak bidang.
“Ini yang membuat tren Bang Hatta terus naik dan mendapat kepercayaan.Dibanding capres lain yang sudah beredar, Hatta lebih kompleks menguasai banyak bidang,” beber Bima.(lin)
”Kesimpulan umumnya, kalau keadaan tidak berubah maka Pilpres 2014 menjadi arena tanpa kandidat yang kuat, semua relatif sama kekuatannya,” kata Ketua Departemen Politik dan Hubungan Internasional Lembaga Kajian CSIS, Philips Vermonte, saat memaparkan hasil survei di Jakarta kemarin.
Survei yang melibatkan 2.117 responden itu diadakan sejak 16-24 Januari 2012. Penelitian dengan tingkat margin error 2,5 persen itu dilakukan di 23 provinsi, terutama daerah yang memiliki jumlah penduduk padat.
Menurut Philips, bila pilpres digelar sekarang, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri akan mendapatkan dukungan 10 persen pemilih. Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra memperoleh 6,7 persen.
Adapun figur-figur yang diasosiasikan dengan partai koalisi seperti Aburizal Bakrie dan Hatta Rajasa cenderung mendapat dukungan yang lebih rendah.
Figur dari nonpartai politik,seperti, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD hanya meraih dukungan 2 persen.
Menurut dia, situasi tersebut menunjukkan bahwa pemilih memperlihatkan tanda-tanda bahwa mereka bersedia menghukum partai atau figur incumbent.
Hal yang mengejutkan, hasil survei CSIS ini menyebut 17,3 persen akan memilih kembali Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bila Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat itu diperbolehkan maju lagi dalam pilpres mendatang.
Sisanya, 40,9 persen, pemilih akan bertahan dengan pilihannya. Lalu 41,7 persen mengaku tidak tahu. Artinya, meskipun kinerja dan kepemimpinan SBY dinilai buruk, masyarakat belum melihat figur yang ada sebagai alternatif dan kredibel atau layak dipilih.
Padahal, semestinya figur-figur partai oposisi dapat menangguk dukungan dari masyarakat yang kecewa terhadap kinerja incumbent. Dia menyatakan, berdasarkan penilaian kinerja, 16,5 persen responden menilai buruk kinerja Megawati.
Urutan kedua Prabowo (11,3 persen), Jusuf Kalla (6,8 persen), dan Aburizal Bakrie alias Ical (6,6 persen). Tiga bidang yang menjadi fokus penilaian masyarakat adalah penegakan hukum, pengentasan kemiskinan, dan pemberantasan korupsi.
"Kurang dari seperlima masyarakat Indonesia yang menganggap ada banyak perbaikan di tiga permasalahan tersebut. Sisanya, beranggapan tidak banyak kemajuan, bahkan kemunduran,”ungkap Philips.
Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional Lembaga Kajian CSIS, Sunny Tanuwidjaja, mengungkapkan, ketika masyarakat diminta menilai situasi ekonomi sekarang dibandingkan tiga tahun silam, kurang dari seperlima merasa ada perbaikan. Namun, sebagian besar merasakan ada stagnasi, bahkan kemunduran.
”Pendapat yang sama ditemukan terkait persepsi tentang kepemimpinan SBY, di mana secara umum masyarakat menilai tidak ada kemajuan berarti,”katanya.
Sunny berpendapat, kemunduran dalam kinerja pemerintahan dan ekonomi menggambarkan bahwa publik diliputi rasa kecewa.
Survei memperlihatkan, dua figur yang memimpin partai oposisi, yaitu partai yang tidak ikut dalam koalisi Pemerintahan SBY, relatif mendapat dukungan yang lebih kuat dibandingkan figur lain yang dilihat sebagai representasi partai-partai incumbent.
Menanggapi survei CSIS tersebut, Ketua Dewan Pakar DPP Partai NasDem Hary Tanoesoedibjo melihat kompleksitas permasalahan bangsa saat ini makin rumit.
Karena itu pemimpin yang ideal tidak hanya memenuhi kriteria popularitas dan elektabilitas saja.
”Aspek kapabilitas yang kuat dan tegas (strong leadership) serta ketulusan untuk mengabdi kepada bangsa dan negara juga menjadi penting,”katanya.
Menurut Hary, kriteria tersebut semestinya bukan hanya untuk pimpinan lembaga eksekutif, tetapi juga di lembaga legislatif. Karena itu, publik perlu melihat aspek-aspek lain di luar popularitas.
Sekjen DPP Partai NasDem Ahmad Rofiq menambahkan, hasil survei dan analisis para pengamat soal jenuhnya publik terhadap figur lama dan peluang figur alternatif di 2014 ada benarnya.
Dan Partai Nas- Dem, kata dia, memang berharap 2014 nanti muncul tokoh baru yang belum terkontaminasi politik lama.
”Yang sekarang kan yang ditawarkan itu gagasan dan cara lama sehingga aspek perubahan yang jadi keinginan masyarakat akan mengalami kegagalan,” kata Rofiq.
Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo menilai apa yang disampaikan oleh CSIS merupakan hasil dari survei. Hasil tersebut akan menjadi masukan bagi partai terkait pengambilan keputusan politik dalam pilpres. Sebab, untuk memimpin bangsa yang besar ini juga dibutuhkan visi yang kuat untuk memakmurkan rakyat.
”Partai akan cari momentum yang tepat, itu bisa sebelum atau sesudah pemilihan anggota legislatif 2014,”katanya.
Menurut dia, yang menjadi pertimbangan PDIP dalam menentukan capres tidak hanya survei CSIS. PDIP juga pada akhir tahun akan melakukan survei eksternal dan internal sendiri untuk mengukur elektabilitas figur. ”Jadi ya kita lihat saja nanti,”ujarnya.
Wakil Sekjen DPP Partai Demokrat Ramadhan Pohan mengatakan partainya sampai hari ini belum berpikir untuk mengusung figur sehingga tidak terlalu risau dengan hasil survei CSIS.
Dia yakin pada saatnya nanti, ketika sudah ditetapkan oleh Demokrat, figur itu akan diterima oleh publik dan elektabilitasnya juga tinggi.
”Masih cukup panjang waktunya. Tidak ada kekhawatiran akan kalah start. Kalau nama itu keluar, publik pasti sudah tahu dan akan menerimanya,” katanya.
Ketua DPP PAN Bima Arya Sugiarto mengaku setuju jika figur capres tidak hanya mengandalkan aspek popularitas.
Menurut dia, capres ke depan juga harus figur yang bersih dari persoalan hukum. Hatta Rajasa merupakan figur yang memenuhi kriteria tersebut.
Bima menegaskan, PAN semakin yakin bahwa pengusungan Hatta Rajasa sebagai capres bakal sukses. Dari sisi pengalaman kerja Hatta dinilai paling lentur dan menguasai banyak bidang.
“Ini yang membuat tren Bang Hatta terus naik dan mendapat kepercayaan.Dibanding capres lain yang sudah beredar, Hatta lebih kompleks menguasai banyak bidang,” beber Bima.(lin)
()