Penindakan kekayaan pejabat perlu diubah
A
A
A
Sindonews.com - Keinginan pemerintah untuk menerapkan penyerahan laporan harta kekayaan pejabat eselon I dan II akan lebih kuat jika dibarengi dengan penerapan sistem pembuktian terbalik.
Pengamat pemerintahan Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago mengatakan, dengan penerapan sistem pembuktian terbalik, pelaporan harta kekayaan pejabat eselon I dan II kepada Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) semakin bergigi. Menurut dia, jika hanya sebatas syarat, laporan harta kekayaan para pejabat itu tidak akan berarti.
Andrinof mengatakan, sistem pembuktian terbalik ini akan diterapkan dengan menggunakan metode perbandingan. Sebelum pejabat eselon I dan II menjabat, memang diperlukan melaporkan harta kekayaannya.
Kemudian, laporan itu disimpan dan setelah dua tahun menjabat, pejabat bersangkutan harus kembali melaporkan harta kekayaannya.
“Nah, nanti tinggal disamakan saja laporan awal saat dia akan dipromosikan dengan laporan harta kekayaan terakhir. Kalau harta kekayaannya melonjak tajam,perlu dipertanyakan kembali oleh pejabat yang berwenang,” tegas Andrinof menjelaskan, Kamis 9 Februari 2012.
Menurut dia, korupsi yang merajalela di birokrat karena sistem penegakan hukum yang diterapkan masih standar. Aparat penegak hukum baru turun tangan dan melakukan penyidikan saat kasus muncul di permukaan dan pengadilan baru membuktikannya. Selama ini, pembuktian terbalik tidak pernah diterapkan. Padahal, jika diterapkan, aparat penegak hukum justru lebih mudah menjerat pelaku korupsi.
“Semestinya, semua pejabat harus melakukan hal tersebut dan tidak perlu ada penolakan jika memang dirinya bersih atau tidak bersalah,” ujarnya.
Seperti diketahui,Kemenpan dan RB akan mewajibkan seluruh pejabat yang dipromosikan menjadi eselon I dan II untuk melaporkan harta kekayaannya kepada PPATK. Jika terbukti ada transaksi mencurigakan, promosinya dapat ditangguhkan. Langkah ini dilakukan untuk mencegah tindak pidana korupsi dan penyimpangan uang negara oleh oknum pejabat negara.
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain sepakat perlunya pembuktian terbalik atas laporan harta kekayaan pejabat negara. Menurut dia, pembuktian terbalik itu,di samping bisa menghukum maksimal bagi para tersangka koruptor, juga bisa sebagai tindak pencegahan.
“Sejak zamannya Gus Dur (mantan Presiden Abdurrahman Wahid) kami sudah mengusulkan itu. Memang, pembuktian terbalik itu bukan cara satu-satunya, tetapi akan memberikan kehatian-kehatian kepada pejabat dan sebagai warning agar jangan bermain dengan korupsi,” ungkapnya.
Politikus PKB itu menilai, meski eselon I dan II bukan jabatan politis, tugas dan fungsinya berkaitan erat dengan kebijakan teknis di suatu kementerian atau lembaga. Artinya, para pejabat ini memiliki otoritas tinggi dan menjadi rentan akan potensi penyelewengan.(azh)
Pengamat pemerintahan Universitas Indonesia (UI) Andrinof Chaniago mengatakan, dengan penerapan sistem pembuktian terbalik, pelaporan harta kekayaan pejabat eselon I dan II kepada Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) semakin bergigi. Menurut dia, jika hanya sebatas syarat, laporan harta kekayaan para pejabat itu tidak akan berarti.
Andrinof mengatakan, sistem pembuktian terbalik ini akan diterapkan dengan menggunakan metode perbandingan. Sebelum pejabat eselon I dan II menjabat, memang diperlukan melaporkan harta kekayaannya.
Kemudian, laporan itu disimpan dan setelah dua tahun menjabat, pejabat bersangkutan harus kembali melaporkan harta kekayaannya.
“Nah, nanti tinggal disamakan saja laporan awal saat dia akan dipromosikan dengan laporan harta kekayaan terakhir. Kalau harta kekayaannya melonjak tajam,perlu dipertanyakan kembali oleh pejabat yang berwenang,” tegas Andrinof menjelaskan, Kamis 9 Februari 2012.
Menurut dia, korupsi yang merajalela di birokrat karena sistem penegakan hukum yang diterapkan masih standar. Aparat penegak hukum baru turun tangan dan melakukan penyidikan saat kasus muncul di permukaan dan pengadilan baru membuktikannya. Selama ini, pembuktian terbalik tidak pernah diterapkan. Padahal, jika diterapkan, aparat penegak hukum justru lebih mudah menjerat pelaku korupsi.
“Semestinya, semua pejabat harus melakukan hal tersebut dan tidak perlu ada penolakan jika memang dirinya bersih atau tidak bersalah,” ujarnya.
Seperti diketahui,Kemenpan dan RB akan mewajibkan seluruh pejabat yang dipromosikan menjadi eselon I dan II untuk melaporkan harta kekayaannya kepada PPATK. Jika terbukti ada transaksi mencurigakan, promosinya dapat ditangguhkan. Langkah ini dilakukan untuk mencegah tindak pidana korupsi dan penyimpangan uang negara oleh oknum pejabat negara.
Anggota Komisi II DPR Abdul Malik Haramain sepakat perlunya pembuktian terbalik atas laporan harta kekayaan pejabat negara. Menurut dia, pembuktian terbalik itu,di samping bisa menghukum maksimal bagi para tersangka koruptor, juga bisa sebagai tindak pencegahan.
“Sejak zamannya Gus Dur (mantan Presiden Abdurrahman Wahid) kami sudah mengusulkan itu. Memang, pembuktian terbalik itu bukan cara satu-satunya, tetapi akan memberikan kehatian-kehatian kepada pejabat dan sebagai warning agar jangan bermain dengan korupsi,” ungkapnya.
Politikus PKB itu menilai, meski eselon I dan II bukan jabatan politis, tugas dan fungsinya berkaitan erat dengan kebijakan teknis di suatu kementerian atau lembaga. Artinya, para pejabat ini memiliki otoritas tinggi dan menjadi rentan akan potensi penyelewengan.(azh)
()