Harmoni buruh-pengusaha

Jum'at, 03 Februari 2012 - 08:08 WIB
Harmoni buruh-pengusaha
Harmoni buruh-pengusaha
A A A
Kemarin menjadi hari kelam bagi hubungan industrial di Tanah Air. Buruh di kawasan Bekasi, Jawa Barat dan Tangerang,Banten,melakukan rangkaian aksi memblokade jalan tol. Puncaknya terjadi pada Jumat 27 Januari yang mengakibatkan urat nadi utama lalu lintas Pulau Jawa itu macet 15 km.

Sangat disayangkan pemerintah daerah dan pusat telat merespons dinamika tersebut sehingga terjadi demonstrasi sedemikian rupa. Buruh melakukan aksi sebagai bentuk perlawanan terhadap langkah pengusaha yang tergabung dalam Apindo di kedua daerah yang menggugat surat keputusan (SK) gubernur tentang besaran UMK.

Untuk diketahui, UMK Bekasi ditetapkan sebesar Rp1.491.000, sedangkan UMK di wilayah Tangerang sebesar Rp1,5 juta. Apindo menggugat karena keberatan dengan angka tersebut. Apa pun motifnya,langkah buruh sangat mengganggu kepentingan masyarakat.
Lebih jauh lagi, blokade tol berakibat pada tersendatnya sistem produksi dan distribusi ekonomi dengan efek berantai yang ditimbulkannya serta terganggunya iklim investasi yang kini tengah dinikmati bangsa ini.

Beruntung, rangkaian demonstrasi tersebut bisa dihentikan, termasuk rencana aksi demonstrasi buruh Tangerang yang mengancam akan memblokade tol Tangerang–Merak dan Bandara Soekarno-Hatta pada 9 Februari nanti melalui pertemuan buruh dan pengusaha yang dimediasi pemerintah.

Tapi, aksi tersebut telah memberikan preseden yang buruk bagi hubungan industrial. Perbedaan kepentingan dan cara pandang terkait hak dan kewajiban mereka yang secara konkret diukur dari besarnya upah baru bisa diselesaikan melalui kompromi setelah melewati pertarungan zero sum game pengusaha menggugat versus buruh melawan.

Demonstrasi dengan memblokade jalan tol pun terbukti menjadi metode perjuangan yang ampuh bagi buruh untuk memperjuangkan kepentingan mereka. Bukan tidak mungkin pola ini akan ditiru buruh daerah lain atau bahkan kelompok lain yang ingin memperjuangkan kepentingan mereka.

Semestinya, konflik buruh-pengusaha bisa diselesaikan di antara mereka tanpa harus mengganggu kepentingan umum. Dewan Pengupahan Daerah tentu harus bekerja lebih efektif untuk menetapkan UMK sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Tapi,tanpa adanya kesepahaman di antara mereka, seadil apapun aturan akan sia-sia belaka.

Kesepahaman dimaksud: pada sisi pengusaha, mereka harus memahami bahwa buruh membutuhkan kehidupan yang layak, tidak sekadar untuk bisa makan minum, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk masa depan keluarga mereka.

Pengusaha bahkan harus menganggap bahwa kesejahteraan yang mereka berikan akan memacu loyalitas dan kinerja buruh yang pada akhirnya berpengaruh pada performa perusahaan. Sebaliknya, para buruh juga harus memahami bahwa perusahaan yang didirikan dengan segala risikonya bukanhanya untukkepentingan investor atau manajemen, tapi juga untuk mereka.

Dengan demikian, buruh harus memahami kondisi perusahaan, termasuk jika perusahaan tidak mampu membayar sesuai kesepakatan. Adapun jika perusahaan ternyata mampu membayar UMK seperti dimaui, buruh harus meningkatkan kinerja sehingga perusahaan bisa terus berkembang dan pada akhirnya hasilnya juga untuk mereka.

Jika bangunan kesepahaman ini bisa diwujudkan, ke depan pasti akan tercipta harmoni antara pengusaha-buruh. Potensi konflik kepentingan pun akan mudah terselesaikan dan bahkan keduanya bisa bahu-membahu membangun suasana kerja yang kondusif yang merupakan modal berharga untuk mengembangkan perusahaan.

Lebih jauh, iklim investasi di Tanah Air akan semakin baik dan perekonomian bangsa serta kesejahteraan masyarakat pun akan meningkat.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0496 seconds (0.1#10.140)