Pembentukan RSBI dinilai diskriminasi pendidikan
A
A
A
Sindonews.com - Keberadaan rintisan sekolah berstandar internasional (RSBI) dinilai sebagai gambaran diskriminasi dunia pendidikan. Pasalnya, segala fasilitas, sarana, dan prasarana yang dimiliki sekolah ini jauh lebih baik jika dibandingkan dengan sekolah umum lainnya.
Anggota Komisi X DPR Tubagus Dedi Gumelar mengatakan, selain itu RSBI memiliki guru-guru dengan kualitas bagus, sehingga, siswa yang bersekolah pada sekolah umum hanya diajar guru-guru yang berkualitas sedang, bahkan rendah.
“Sekarang yang bagus adalah fasilitasnya di RSBI, sehingga yang bodoh tetap mendapatkan mutu guru yang rendah. Seharusnya yang lain juga berhak mendapatkan guru dengan kualitas yang baik serta sarana dan prasarana yang baik pula.Nah,ini yang tidak terjadi di kita,”tegas Dedi di Jakarta kemarin.
Meski demikian, Dedi juga tidak menampik bahwa RSBI menghasilkan siswa berkualitas baik. Hanya, menurut dia, jangan sampai pemerintah meninggalkan anak-anak yang tidak mendapatkan fasilitas serta kualitas guru yang tidak baik.
Pemerintah, ujarnya, harus bisa bersikap adil dengan tetap menyediakan fasilitas serta pengajar yang berkualitas baik pada sekolah non-RSBI.
Anggota Komisi X DPR Harbiah Salahuddin menilai kualitas pengajar di RSBI terkadang tidak sesuai dengan tujuan didirikannya sekolah ini. Masih banyak guru yang mengajar di RSBI ternyata memiliki kemampuan bahasa asing yang rendah.
Harbiah juga mengkritisi pendanaan di RSBI. Meski sudah dibiayai pemerintah, RSBI tetap menarik pungutan yang besar dari masyarakat. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pembiayaan RSBI tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengaku, biaya pendidikan di RSBI terbesar memang disumbang oleh masyarakat. Menurut dia, distribusi anggaran di RSBI dari masyarakat mencapai 63 persen dari total anggaran yang ada.(*)
Anggota Komisi X DPR Tubagus Dedi Gumelar mengatakan, selain itu RSBI memiliki guru-guru dengan kualitas bagus, sehingga, siswa yang bersekolah pada sekolah umum hanya diajar guru-guru yang berkualitas sedang, bahkan rendah.
“Sekarang yang bagus adalah fasilitasnya di RSBI, sehingga yang bodoh tetap mendapatkan mutu guru yang rendah. Seharusnya yang lain juga berhak mendapatkan guru dengan kualitas yang baik serta sarana dan prasarana yang baik pula.Nah,ini yang tidak terjadi di kita,”tegas Dedi di Jakarta kemarin.
Meski demikian, Dedi juga tidak menampik bahwa RSBI menghasilkan siswa berkualitas baik. Hanya, menurut dia, jangan sampai pemerintah meninggalkan anak-anak yang tidak mendapatkan fasilitas serta kualitas guru yang tidak baik.
Pemerintah, ujarnya, harus bisa bersikap adil dengan tetap menyediakan fasilitas serta pengajar yang berkualitas baik pada sekolah non-RSBI.
Anggota Komisi X DPR Harbiah Salahuddin menilai kualitas pengajar di RSBI terkadang tidak sesuai dengan tujuan didirikannya sekolah ini. Masih banyak guru yang mengajar di RSBI ternyata memiliki kemampuan bahasa asing yang rendah.
Harbiah juga mengkritisi pendanaan di RSBI. Meski sudah dibiayai pemerintah, RSBI tetap menarik pungutan yang besar dari masyarakat. Karena itu, dia meminta pemerintah untuk meninjau ulang kebijakan pembiayaan RSBI tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengaku, biaya pendidikan di RSBI terbesar memang disumbang oleh masyarakat. Menurut dia, distribusi anggaran di RSBI dari masyarakat mencapai 63 persen dari total anggaran yang ada.(*)
()