Melahirkan investor

Rabu, 01 Februari 2012 - 08:09 WIB
Melahirkan investor
Melahirkan investor
A A A
Kabar gembira bagi 20 daerah di Indonesia. Survei International Finance Corporation (IFC) dan Bank Dunia menunjukkan 20 daerah yang termasuk kota-kota besar semakin mendukung tumbuhnya pengusaha lokal baru.

Survei bertajuk Doing Business di Indonesia 2012 itu membuktikan adanya kemajuan pesat di 20 kota besar Indonesia dalam upaya mempermudah pengusaha untuk merintis bisnisnya.

IFC menyebut ada 22 reformasi usaha di tingkat daerah sejak 2010. Sama seperti dua tahun lalu, Balikpapan, Bandung, dan Yogyakarta tetap menunjukkan kinerja terbaik dalam hal mendirikan usaha dan mengurus izin untuk mendirikan bangunan.

Menurut IFC, seseorang yang ingin melakukan usaha kini hanya menghabiskan rata-rata 9 prosedur dengan waktu 33 hari dan biaya 22 persen dari pendapatan per kapita daerah masing-masing.

Dengan demikian, waktu yang diperlukan 13 hari lebih cepat dan 8 persen lebih murah dibandingkan dua tahun lalu. Meski perbaikan ini dianggap belum memuaskan bila dibandingkan dengan rata-rata negara-negara APEC yang hanya memerlukan 6 prosedur, 23 hari, serta 7,7persen pendapatan per kapita, hasil ini tetap saja membawa angin segar bagi iklim ekonomi Tanah Air.

Mengapa hasil survei IFC membawa angin segar, karena secara tidak sadar 20 kota-kota besar tersebut telah mampu melahirkan investor. Dengan semakin mudahnya seseorang untuk melakukan bisnis, artinya semakin banyak pebisnis lahir yang artinya semakin banyak lahir investor baru.

Kondisi ini diyakini mampu mengangkat perekonomian Indonesia karena akan semakin banyak investor yang menanamkan modalnya di daerah tersebut. Dan cara ini adalah yang sangat sederhana karena hanya mengubah sistem birokrasi sebuah daerah. Sayang, cara-cara ini hanya dilakukan oleh beberapa daerah.

Sebagian besar daerah baik kota/kabupaten ataupun provinsi masih menitikberatkan pada pemahaman bahwa investor adalah pihak luar daerah atau negeri yang menanamkan modalnya di daerahnya. Anggapan ini tidak salah 100 persen, tetapi kurang tepat.

Pemahaman seperti itu seolah memandang sebelah mata atau bahkan tidak melihat sama sekali bahwa para pengusaha setempat yang melakukan bisnis adalah juga investor. Para pengusaha lokal ini juga menanamkan modalnya di daerah sendiri. Pemahaman yang kurang tepat tersebut membuat kebijakan juga kurang tepat.

Kepala-kepala daerah hanya dan terus berteriak mengundang investor. Seharusnya mereka bisa berbuat lebih dari sekadar mengundang, yaitu dengan cara melahirkan investor. Dan kesempatan melahirkan ribuan atau puluhan ribu pengusaha lokal yang juga disebut investor ada di tangan para kepala daerah.

Jika bisa melahirkan, kenapa harus menunggu? Memang, investor lokal lebih banyak didominasi para pengusaha kecil dan menengah. Modal mereka memang tidak banyak, tetapi jika jumlah pengusaha kecil dan menengah ini ribuan atau puluhan ribu, bukankah ini menjadi sebuah investasi dengan nilai besar dan padat karya.

Selain itu,investor lokal lebih memandang kendala utama yang dihadapi adalah rumitnya birokrasi, bukan infrastruktur. Berbeda dengan investor asing yang lebih meletakkan infrastruktur sebagai kendala utama. Memang benar infrastruktur menjadi hambatan bagi seorang investor (baik asing maupun lokal). Namun membenahi birokrasi yang rumit tampaknya bisa lebih diutamakan karena tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya besar, berbanding terbalik dengan infrastruktur.

Artinya, jika sistem birokrasi lebih bisa disederhanakan, akan lebih banyak lagi masyarakat yang ingin melakukan usaha. Apalagi, salah satu ciri kelas menengah (di Indonesia hingga 2011 hampir ada 135 juta orang) adalah bagaimana menginvestasikan uangnya. Jadi, apakah daerah siap melahirkan investor? â-
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0411 seconds (0.1#10.140)