Polisi terbanyak lakukan kekerasan pada anak

Selasa, 31 Januari 2012 - 13:14 WIB
Polisi terbanyak lakukan kekerasan pada anak
Polisi terbanyak lakukan kekerasan pada anak
A A A
Sindonews.com - Keputusan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (RUU SPPA) yang melakukan revisi atas Pasal 24 ayat (1) RUU SPPA versi pemerintah yang berbunyi, dalam setiap pemeriksaan, seorang anak wajib didampingi oleh advokat.

Setelah direvisi, pasal itu jadi berbunyi, salama setiap tingkat pemeriksaan, anak berhak mendapatkan bantuan hukum. Kata berhak dapat berarti tidak adanya daya paksa bagi aparat penegak hukum untuk memenuhi hak anak saat berhadapan dengan hukum. Hal itu berarti, keselamatan anak terancam.

Karena pelanggaran terhadap anak akan berdampak pada berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibuat polisi batal demi hukum dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) tidak dapat diterima. Kematian Faisal (14) dan Budhri M Zen (17) yang diduga kuat akibat penyiksaan anggota kepolisian Polsek Sijunjung dan kasus sendal jepit AAL di Palu, rupanya akan terulang.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat mengatakan, berdasarkan penelitian LBH Jakarta terhadap 109 ABH di Rutan Pondok Bambu, LP Anak Pria Tangerang dan LP Anak Wanita Tangerang, sebanyak 86 persen ABH tidak didampingi penasihat hukum saat berada di kepolisian, 10 persen didampingi, dan 4 persen tidak menjawab.

"Selain itu ditemukan 84 persen ABH mengalami kekerasan dari aparat kepolisian dengan perincian 50 persen kekerasan dilakukan dengan tujuan memperoleh informasi atau keterangan dan 26 persen dilakukan untuk memperoleh pengakuan anak," ujarnya dalam rilis kepada Sindonews, Senin (31/1/2012).

Pemenuhan hak atas bantuan hukum ABH memiliki pengaruh yang signifikan bagi perlindungan khusus ABH. Selain bertujuan untuk memastikan anak tidak menjadi sasaran penyiksaan kepolisian, penasihat hukum juga berperan untuk memastikan hak-hak ABH lainnya dipenuhi.

"Termasuk hak untuk menempuh diversi, hak untuk tidak ditahan, hak untuk ditahan secara terpisah dari orang dewasa, hak untuk berhubungan dengan orangtua, dan pemenuhan hak-hak dasar anak lainnya. Seperti hak atas pendidikan, dan hak atas kesehatan," jelasnya.

Ketentuan tersebut sejalan dengan Pasal 40 ayat (2) Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi Indonesia sejak 1990. "Sangatlah ironis jika langkah maju kepolisian justru direspon dengan langkah mundur DPR yang menegasikan kewajiban ini. Panja RUU SPPA seharusnya mengadopsi ketentuan tersebut dalam RUU dan menindaklanjutinya," terangnya. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3415 seconds (0.1#10.140)