Industri tambang jadi mesin uang kepentingan politik
A
A
A
Sindonews.com - Kasus Mesuji dan Bima merupakan bukti kongkret akibat mudahnya pemberian izin tambang yang tidak hati-hati. Dalam beberapa kejadian, kekerasan di Indonesia pada ahirnya rakyat yang menjadi korban. .
Koordinator Jaringan Advikasi Tambang (JATAM) Andri S Wijaya mengatakan, perizinan tambang semakin berkembang pesat di setiap wilayah. Banyaknya perizinan ini justru tak sebanding dengan persoalan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
"Perizinan usaha tambang memicu terjadinya konflik di seluruh wilayah Tanah Air. Setidaknya sejak 2008 setiap hari 6-7 izin pertambangan (IUP) dikeluarkan," ungkap Andri di Komplek Hotel Bidakara Jakarta, Jumat (13/1/2012).
Menurutnya, tidak sedikit politikus yang memanfaatkan izin pertambangan untuk melanggengkan kekuasaannya. Sebab, melalui pemberian izin tambang tersebut pengusaha akan dijadikan penyandang dana untuk kepentingan politik.
"Dunia politik menjadikan industri tambang sebagai mesin uang politik. Perebutan dan mempertahankan kekuasaan tak lepas dari keterlibatan pengusaha dan perusahaan tambang," tegas Andri.
Dia mengatakan, otonomi daerah malah memperburuk pengelolaan sumber daya alam dengan memberikan izin tambang, baik yang dikeluarkan sebelum pemilukada atau setelahnya. Pengeluaran izin tambang ini tanpa pertimbangan matang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya konflik.
"Memberikan izin kepada investor tanpa persetujuan dari rakyat adalah salah satu faktor timbulnya konflik. Ketika, masyarakat tidak setuju terjadilah penolakan," terang Andri.
Ironisnya, lanjut dia, masyarakat setempat hanya dijadikan buruh kasar di perusahaan tersebut. Di samping itu, perusahaan tidak pernah memberdayakan masyarakat di lingkungan pertambangan. "Perusahaan tambang sangat rakus lahan, sehingga banyak lahan produktif dikonversi menjadi pertambangan akibatnya banyak terjadi pencemaran lingkungan," katanya. (wbs)
Koordinator Jaringan Advikasi Tambang (JATAM) Andri S Wijaya mengatakan, perizinan tambang semakin berkembang pesat di setiap wilayah. Banyaknya perizinan ini justru tak sebanding dengan persoalan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
"Perizinan usaha tambang memicu terjadinya konflik di seluruh wilayah Tanah Air. Setidaknya sejak 2008 setiap hari 6-7 izin pertambangan (IUP) dikeluarkan," ungkap Andri di Komplek Hotel Bidakara Jakarta, Jumat (13/1/2012).
Menurutnya, tidak sedikit politikus yang memanfaatkan izin pertambangan untuk melanggengkan kekuasaannya. Sebab, melalui pemberian izin tambang tersebut pengusaha akan dijadikan penyandang dana untuk kepentingan politik.
"Dunia politik menjadikan industri tambang sebagai mesin uang politik. Perebutan dan mempertahankan kekuasaan tak lepas dari keterlibatan pengusaha dan perusahaan tambang," tegas Andri.
Dia mengatakan, otonomi daerah malah memperburuk pengelolaan sumber daya alam dengan memberikan izin tambang, baik yang dikeluarkan sebelum pemilukada atau setelahnya. Pengeluaran izin tambang ini tanpa pertimbangan matang merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya konflik.
"Memberikan izin kepada investor tanpa persetujuan dari rakyat adalah salah satu faktor timbulnya konflik. Ketika, masyarakat tidak setuju terjadilah penolakan," terang Andri.
Ironisnya, lanjut dia, masyarakat setempat hanya dijadikan buruh kasar di perusahaan tersebut. Di samping itu, perusahaan tidak pernah memberdayakan masyarakat di lingkungan pertambangan. "Perusahaan tambang sangat rakus lahan, sehingga banyak lahan produktif dikonversi menjadi pertambangan akibatnya banyak terjadi pencemaran lingkungan," katanya. (wbs)
()