Komnas HAM cari korban hilang bentrok Bima

Senin, 26 Desember 2011 - 19:22 WIB
Komnas HAM cari korban hilang bentrok Bima
Komnas HAM cari korban hilang bentrok Bima
A A A
Sindonews.com - Paska bentrok polisi dengan warga di Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), banyak pengunjuk rasa dari Front Rakyat Anti Tambang (FRAT) hilang dan belum ditemukan. Hingga kini, belum diketahui secara pasti berapa banyak jumlah warga yang hilang.

Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal Nurkholis membenarkan kabar hilangnya warga paska bentrok yang menewaskan tiga orang dan puluhan lainnya luka-luka tersebut. Kabar korban hilang itu didapat Komnas HAM dari laporan salah seorang warga di Bima.

"Memang ada yang dikabarkan hilang, namun belum bisa dipastikan sekarang. Kabar ini akan dijadikan langkah awal untuk melakukan investigasi di sana," ujarnya, di kantor Komnas HAM, Senin (26/12/2011).

Dugaan sementara, korban hilang karena melarikan diri saat akan ditangkap petugas kepolisian. Menurut sumber Komnas HAM itu juga, ada warga yang tercebur laut dan belum diketahui keberadaannya, selamat atau meninggal.

Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menambahkan, pihaknya sudah membentuk tim investigasi untuk mengetahui kebenaran yang terjadi di Bima. Tim akan diterjunkan Selasa 27 Desember 2011, dipimpin oleh komisioner Komnas HAM Ridha Saleh.

Salah satu fokus tim besok adalah mencari tentang korban hilang dalam bentrok. Apakah ada yang ditahan oleh polisi atau karena melarikan diri dan tewas tercebur laut. Untuk itu, tim Komnas akan memeriksa satuan polisi yang diterjunkan dalam pembubaran aksi yang berujung pada penembakan itu.

"Kita akan meminta keterangan Polda, Polsek dan saksi-saksi yang mengetahui peristiwa itu secara langsung," tambahnya.

Ditambahkan, kondisi keamanan di Bima saat ini masih belum terlalu aman. Sebab masih ada petugas yang disiagakan dengan senjata lengkap. Bahkan, beberapa petugas masih tampak melakukan penjagaan di Puskesmas tempat korban bentrok dirawat.

Diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa yang tergabung dalam FRAT di Pelabuhan Sape, Bima, terjadi karena penolakan warga terhadap tambang emas milik PT Sumber Mineral Nusantara (SMN). Karena perusahaan itu membongkar tanah dan mengganggu sumber air, dan pertanian warga.

Sebenarnya, penolakan warga Lambu, Kabupaten Bima terhadap PT SMN telah dilakukan dua tahun terakhir. Sejak PT SMN mendapat Izin Usaha Penambangan (IUP) pada 2008 selama 25 tahun. Kemudian izin itu diperbaharui oleh Pemerintah Kabupaten Bima dengan diberikannya IUP bernomor 188/45/357/004/2010.

Kemudian, PT SMN memperluas tambangnya sebanyak 24.980 Ha di kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu dan seluas 14.318 Ha untuk PT Indo Mineral Cipta Persada yang beroperasi di kecamatan Parado atas ijin Pemerintah pusat. PT Sumber Mineral Nusantara dimiliki sebagian besar sahamnya oleh PT Arc Exploration Ltd dari Australia.

Sejak izin tambang itu terbit, masyarakat sekitar sudah sangat resah hingga lahirlah FRAT. Aksi unjuk rasa menolak tambang dan pencabutan izin perusahaan pun terus didengungkan. Namun pemerintah daerah enggan mengabulkan permintaan itu, warga pun turun ke jalan melakukan mogok dengan menduduki pelabuhan Sape.

Dengan alasan mengganggu ketertiban dan keamanan, aksi warga dibubarkan oleh satuan Brigade Mobil (Brimob) gabungan. Pengunjuk rasa ditembaki dengan peluru tajam dan pelabuhan Sape yang diduduki pengunjuk rasa selama hampir lima hari direbut kembali aparat kepolisian. (san)
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6951 seconds (0.1#10.140)