Tarik pasukan Brimob dari perkebunan sawit!

Sabtu, 17 Desember 2011 - 05:02 WIB
Tarik pasukan Brimob dari perkebunan sawit!
Tarik pasukan Brimob dari perkebunan sawit!
A A A
Sindonews.com - Ketua Campaigner Sawit Watch Edy Sutrisno mendesak agar seluruh pasukan Brigadi Mobil (Brimob) di areal perkebunan sawit ditarik dari Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Lampung.

"Kami mendesak Kapolri agar segera menarik seluruh pasukan Brimob dari dalam areal perkebunan sawit dan menghukum berat pelaku penembakan petani serta tidak terlibat dalam sengketa agraria," ujarnya dalam pernyataan sikap di Kantor Walhi Jakarta, di Jalan Tegal Parang Utara No 42, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat 16 Desember 2011.

Ditambahkan, anggota Brimob di areal perkebunan sawit banyak yang menjadi centeng perusahaan dan terlibat konflik dengan para petani. Bahkan, mereka tidak segan menembaki petani yang melakukan perlawanan terhadap perusahaan.

Seperti yang terjadi di desa Sodong, Kecamatan Mesuji, Provinsi Sumatera Selatan, desa Sritanjung, Kabungan Dalam dan Nipah Kuning, Kabupaten Mesuji dan Desa Talang Batu, Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung. Dalam peristiwa tiga daerah itu, satu orang warga tewas ditembak pada bagian perutnya.

"Kejadiannya diawali dengan penyanderaan terhadap warga Sri Tanjung yang sedang memanen sawit oleh anggota Brimob. Selain itu anggota Brimob juga melakukan pengerusakan Motor warga dan sempat menembak warga," tambahnya.

Tidak terima dengan perlakuan anggota Brimob, warga Sri Tanjung, bersama dengan warga Kagungan Dalam dan Nipah Kuning, serta warga Sungaimenang dan Pagardewa dari Ogan Komeling Ilir Sumatera Selatan melakukan konvoi dan protes di kantor Divisi II Perkebunan PT Barat Selatan Makmur Investindo.

Melihat begitu banyaknya warga yang melakukan protes di areal PT Barat Selatan Makmur Investindo, aparat kepolisian yang berjaga merasa kekurangan personel sehingga meminta bantuan satu peleton Brimob ditambah dengan anggota Marinir. Bentrokan pun pecah.

"Dari ketiga kasus ini, kami melihat bahwa pemicu konflik terkait perkebunan sawit adalah karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga dalam waktu yang lama mulai 10-17 tahun dan warga tidak dapat manfaat satu rupiah pun dari hasil kebun sawit itu," terangnya.

Berdasarkan data Campaigner Sawit Watch tahun 2010, konflik masyarakat dengan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan aparat kepolisian terjadi di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Riau, Bengkulu, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah. Total korban dari petani mencapai 106 orang.

Sedang di tahun 2011, sedikitnya ada 102 kasus pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) terjadi antara petani dengan perusahaan dan 123 kasus kriminal di aeral kebun. Akibat konflik itu, sebanyak 62 petani mengalami luka tembak, 26 orang dianiaya dan 9 orang tewas.

Direktur Eksekutif Walhi Nasional Berry Nahdlan Furqon mengatakan, kasus sengketa tanah antara petani dan perusahaan di daerah ibarat gunung es yang siap mencair dan menimbulkan korban jiwa lebih banyak. Pemerintah diminta campur tangan dalam menangani semua kasus kekerasan dan konflik agraria yang terjadi antara perusahaan dan petani.

"Kami mendesak Polri untuk menghentikan proses kriminalisasi terhadap petani di Mesuji dan memberikan pertanggungjawaban atas seluruh biaya yang ditimbulkan atas para korban baik yang meninggal dan masih di rawat di rumah sakit," jelasnya.

Ditambahkan, saat ini ada 16 juta hektar lahan perkebunan maupun hutan yang dapat memicu konflik tata batas kawasan antara masyarakat lokal, masyarakat adat dan hutan negera. Dari 143 juta hektar tanah, baru 13 persen yang selesai diurus kepemilikan tanahnya.

"Alih fungsi kawasan hutan menjadi lahan produksi oleh perusahaan menjadi sumber kejahatan. Setiap perusahaan yang memiliki lahan produksi selalu memakai petugas kepolisian untuk mengamankan lahan mereka dan menembaki para petani," tambahnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3400 seconds (0.1#10.140)