Putusan MK jadi patokan pemerintah

Senin, 10 Oktober 2011 - 12:26 WIB
Putusan MK jadi patokan pemerintah
Putusan MK jadi patokan pemerintah
A A A
Sindonews.com - Komisi Hukum DPR menggelar rapat kerja bersama Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, hari ini. Patrialis diminta menjelaskan seputar seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soal capim KPK ini terdapat perbedaan pandangan antara pemerintah dan Komisi III DPR. Pemerintah mengirimkan delapan nama calon pimpinan KPK, sedangkan Komisi III ngotot minta sepuluh orang, termasuk di dalamnya Busyro Muqoddas.

Patrialis menyebutkan hanya delapan nama yang disodorkan pemerintah ke Komisi III untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan adalah sudah final. Memang, jika mengacu undang-undang, DPR melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan dua kali lipat calon dari jumlah pimpinan KPK. Mengingat pimpinan KPK ada lima, sehingga harus ada sepuluh yang diuji.

Kenapa pemerintah hanya mengirim delapan, hal itu tidak terlepas dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait masa jabatan pimpinan KPK tetap empat tahun, untuk kasus Busryo, yang dilantik belakangan untuk menggantikan posisi Antasari Azhar.

"Pak Busyro waktu itu keputusan presiden satu tahun sesuai dengan arahan Komisi Hukum DPR, tapi kan ada keputusan MK empat tahun. Ya, kami ikuti keputusan itu," kata Patrialis di Gedung DPR, Jakarta, Senin (10/10/2011).

Dengan ditetapkannya masa jabatan Busryo empat tahun sesuai keputusan MK, maka kekosongan pimpinan KPK karena masa jabatannya berakhir kini tinggal empat pimpinan lagi. Sebab itu, kata Patrialis, pemerintah mengajukan dua kali lipatnya, yakni delapan.

Sebelumnya, anggota Komisi Hukum DPR Nasir Jamil menjelaskan Patrialis diminta penjelasan dalam kapasitasnya sebagai Ketua Panitia Seleksi (Pansel) capim KPK. "Pertama, kita ingin menanyakan bagaimana proses seleksi para capim yang telah dilakukan," kata Nasir kepada okezone, semalam.

Kedua, Komisi Hukum DPR akan menanyakan diberikannya urutan ranking hasil seleksi capim KPK. "Kenapa diurut dari ranking satu sampai kedelapan. Sistem ranking baru kali ini terjadi, ini yang harus dijelaskan," sambung Nasir.

Selain itu, Patrialis juga akan diminta pertanggungjawabannya atas keputusan menyodorkan delapan nama capim KPK ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menjalani uji kepatutan dan kelayakan di DPR.

"Mengapa delapan yang dipilih Pansel, padahal UU KPK mengatur Pansel harus mengirim dua kali jumlah pimpinan KPK yakni 10 calon. Sejumlah fraksi masih menolak 10 calon," ujar Nasir.

Sebagaimana diketahui, delapan capim KPK yang lolos seleksi berdasarkan peringkat adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnaen, Adnan Pandu Praja, dan Aryanto Sutadi.

Sejumlah fraksi di Komisi Hukum meminta Pansel KPK menambah dua calon sesuai persyaratan Undang-Undang Nomor 30/2002 tentang KPK. Fraksi yang berkukuh meminta 10 calon adalah Golkar, PDIP, dan Hanura. Sementara yang setuju hanya menyeleksi 8 calon di antaranya Fraksi Demokrat, PAN, PPP dan PKS.

Menurut Nasir, perbedaan pendapat mengenai jumlah calon akan diputuskan dalam rapat pleno komisi usai mendengar keterangan Patrialis. "Pimpinan Komisi menginginkan fit and proper test dilakukan bulan ini, tapi banyak anggota menolak dengan meminta seleksi dilakukan November usai reses," imbuhnya.

Komposisi
Sementara itu anggota Komisi III DPR Eva K Sundari mengatakan, untuk posisi calon pimpinan KPK, PDIP lebih mengedepankan komposisi semua unsur dari lembaga kepolisian, kejaksaan, dan lainnya. Hal tersebut dikarenakan, agar semua penydidik yang terdiri dari berbagai latar belakang di KPK bisa menyatu.

"Kita mintanya elemen dari polisi dan kejaksaan. Masukan kita yang paling penting bukan nama, tapi komposisi," jelas Eva. Nama-nama yang menjadi pertimbangannya yaitu, Adnan Pandupradja, Ariyanto Sutadi yang berlatar belakang kepolisian dan Zulkarnaen dari kejaksaan.

Selain dari lembaga hukum, Eva juga menyarankan agar mempertimbangkan pihak yang berasal dari luar, seperti Abraham Samad, yang merupakan seorang aktivis.
"Kita memilih pak Abraham, karena dia seorang aktivis juga, dan itu perlu kita pertimbangkan. Jangan Jakarta center semualah," ungkapnya.

Hal ini dilakukan PDIP agar nama-nama tersebut juga turut dipertimbangkan pada saat rapat internal Komisi III DPR. "Kalau pak Bambang sudah di-endors oleh partai besar, jadi peluangnyua besar. Jadi kita coba mengkomposisikan dari kejaksaan dan kepolisian," ujarnya.
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6834 seconds (0.1#10.140)