Demokrasi RI tak dikontrol AS, benarkah?

Senin, 03 Oktober 2011 - 15:10 WIB
Demokrasi RI tak dikontrol AS, benarkah?
Demokrasi RI tak dikontrol AS, benarkah?
A A A
Sindonews.com - Proses demokrasi tidak bisa didikte ataupun diintervensi oleh pihak luar. Demokrasi ideal adalah demokrasi yang tumbuh dari dalam (homegrown democracy). Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, proses demokratisasi harus timbul dari niat suatu bangsa itu sendiri, tidak bisa dipaksakan.

"Meskipun demokrasi itu adalah merupakan nilai global, tapi tidak bisa dipaksakan dan didiktekan dari luar," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberi sambutan pertemuan Anggota Komisi Pemilihan Umum se-Asean di Istana Negara,Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Senin (3/10/2011).

Perjalanan dan pengalaman Indonesia dalam demokrasi dan pemilu, tidak langsung sekaligus menjadi seperti yang ada sekarang ini. Indonesia, juga mengalami sejarah yang khas menyangkut kehidupan politik, demokrasi, dan pemilihan umum. ”Boleh dikata, Indonesia mengalami proses pasang-surut dan juga trial and tribulations. Proses panjang, yang juga sering 'painful' inilah yang mengantarkan demokrasi Indonesia pada tingkatan yang lebih matang dewasa ini," ungkapnya.

Pengalaman Indonesia yang seperti itu, lanjut Kepala Negara, membenarkan tesis itu seraya tetap mengadopsi nilai dan norma demokrasi yang bersifat universal seraya mengembangkan sistem yang tidak bebas dari nilai budaya dan pengalaman sejarah Indonesia. "Saya punya keyakinan bahwa home grown democracy itulah yang lebih abadi dan cocok bagi sebuah bangsa," pungkasnya.

Dalam perjalanannya, memang perpolitikan di Indonesia diwarnai dengan pasang-surut dan jatuh bangun. Namun muncul pertanyaan, apakah proses demokrasi di Indonesia bebas dari campur tangan asing, terutama Amerika Serikat?

Artinya, demokrasi yang berjalan di Indonesia benar-benar lahir dan tumbuh dari home grown democracy. Mengenai masalah ini akan ada perdebatan yang panjang. Namun dari isu-isu yang berkembang belakangan ini justru mengkonfirmasi ada kekuatan asing yang bermain di belakang peristiwa politik besar di Tanah Air.

Campur tangan asing, terutama AS, memang tidak bisa dilepaskan dalam setiap proses demokratisasi atau pemilihan umum (pemilu) di negara mana pun. Termasuk di Indonesia. Sejak masa-masa awal kemerdekaan RI campur tangan asing (terutama AS) sudah bisa dilihat pada masa Presiden Soekarno berkuasa hingga ia terjungkal dari kekuasaannya. Terjungkalnya Soekarno dari kekuasaan disusul dengan naiknya Soeharto tahun 1960-an disinyalir oleh banyak pengamat politik sebagai agenda yang tidak dapat terlepas dari peran CIA.

Paling dekat bentuk intervensi AS yang dapat kita lihat adalah saat pemilu 2004 yang lalu. Adanya campur tangan asing dalam Pemilu Presiden 2004 telah disinyalir Kwik Kian Gie (mantan Menneg PPN/Kepala Bappenas) dan juga beberapa tokoh Islam yang mengungkapkan adanya intervensi AS terhadap proses Pemilu tahun 2004.

Biasanya Modus yang dipakai adalah ada pejabat penting AS yang akan datang ke Indonesia akan ada komentar-komentar dari pejabat AS, quick qount yang sangat agresif serta adanya pertemuan-pertemuan antara orang-orang Dubes AS di Indonesia dengan para calon maupun tokoh nasional pada jamuan-jamuan khusus.

Di samping itu, munculnya bocoran kawat diplomatik yang menghebohkan yakni Wikileaks. Apa yang diungkap oleh Wikileaks tentang campur tangan AS di negeri ini-sebagaimana di berbagai belahan dunia lain bukanlah hal baru. Harus dikatakan, bahwa Wikileaks sesungguhnya sekadar mengkonfirmasi (menegaskan) berbagai analisis di seputar intervensi AS tersebut.

Sayangnya, berbagai analisis tentang campur tangan AS atas negeri ini sering seoalah dianggap angin lalu. Bahkan berbagai dokumen yang dipublikasikan Wikileaks sesungguhnya merupakan kawat diplomatik yang dikeluarkan Kedubes AS, tetap diabaikan oleh sejumlah kalangan. Mereka seolah tidak mengakui-jika tidak dikatakan terkesan menutup-nutupi adanya intevensi AS di negeri ini.

Bocoran Wikileak soal penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) setidaknya memberikan gambaran adanya intervensi tersebut. Pengamat Politik Ray Rangkuti mengungkapkan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sarat akan campur tangan Amerika. “Itu bukan menterinya tapi SBY, isu soal itu lama beredar bahwa SBY rezim kaki tangan Amerika,” kata Ray.

Hal tersebut dapat terlihat dalam penyusunan menteri-menteri di dalam kabinet Indonesia bersatu jilid II. “Tentu saja mereka (Amerika) terlibat dalam penyusunan. Ending menteri KIB II di luar perhitungan Menteri Kesehatan tadinya di isi ibu Siti Fadilah, yang lumayan baik dan punya masalah Amerika, digeser karena Namru,” bebernya.

Dari bocoran dokumen tersebut, WikiLeaks menyebut menteri-menteri yang dapat dijadikan mitra komprehensif AS. Saat Presiden SBY mengumumkan kabinet barunya tanggal 21 Oktober 2009, Kedubes AS memberikan daftar nama menteri-menteri yang berpeluang sebagai sekutu utama Negeri Paman Sam.

Mereka itu adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu tetap mengisi posnya di kabinet saat itu. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Radjasa, Dr Endang Rahayu Sedyaningish sebagai Menteri Kesehatan, Menteri Lingkungan Hidup Gusti M Hatta, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Djoko Suyanto, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa.

Nah, dalam gonjang-ganjing perombakan KIB II, apakah tidak ada campur tangan dari AL lagi? Kita lihat saja nanti. Siapa figur yang akhirnya masuk dalam susunan kabinet baru yang tinggal tiga tahun lagi usianya.

Terlepas dari berbagai tanggapan-termasuk bantahan atas campur tangan AS terhadap Indonesia, sejatinya apa yang diungkap Wikileaks dibenarkan oleh sejumlah realitas yang tak terbantahkan. Dalam berbagai kebijakan Pemerintahan SBY sejak awal kepemimpinannya di periode pertama telah nyata-nyata amat liberal dan tentu saja pro-AS. Munculnya banyak UU liberal adalah buktinya.

Bahkan sebagian UU tersebut telah lahir sebelum kepemimpinan SBY. Ini menunjukkan bahwa campur tangan asing khususnya AS sebetulnya sudah terjadi sejak lama terjadi, tidak hanya baru terjadi pada masa Pemerintahan SBY. Sebut saja UU Migas, UU Sumber Daya Air, UU Penanaman Modal, UU Mineral dan Batu Bara, UU Anti Terorisme, dan lainnya. Sebagian UU tersebut-seperti UU SDA, misalnya-bahkan disponsori oleh Bank Dunia yang sahamnya juga dimiliki AS.

Pada akhirnya, sebagai negara yang berdaulat tentunya tidak mengharapkan bercokolnya intervensi asing dalam kehidupan demokrasi di Indonesia. Namun, jika melihat fakta-fakta di atas, tentunya negara harus menyadari dan mewaspadainya bukan lantas menutupi dan membantah mentah-mentah. Sehingga, perlu meragukan kembali apakan bangsa ini benar-benar tidak diintervensi asing?
()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6598 seconds (0.1#10.140)