Sang Pembantai Kirim Surat Soal Pembantaian Rawagede

Kamis, 15 September 2011 - 22:49 WIB
Sang Pembantai Kirim Surat Soal Pembantaian Rawagede
Sang Pembantai Kirim Surat Soal Pembantaian Rawagede
A A A
JAKARTA - Perjuangan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) sudah didukung banyak pihak, termasuk Parlemen Belanda. Namun sebuah surat tanpa nama pengirim semakin melecutkan semangat KUKB untuk memperjuangkan penuntasan kasus pembantaian Rawagede oleh tentara Belanda pada 9 Desember 1947.

Sebuah surat itu berasal dari orang yang mengaku veteran perang Belanda pada tahun 1947. Surat yang berjudul "Wamel Rawagedeh" tersebut berisi pengakuan dan penyesalan pengirim, karena ikut dalam pembantaian warga Rawagede.

Seperti dikutip sindonews dari laman Radio Nederland Wereldomroep, Kamis (14/9/2011).

Wamel Rawa Gedeh
Namaku tidak bisa aku sebutkan, tapi aku bisa ceritakan kepada Anda
apa yang sebenarnya terjadi di desa RAWA GEDEH.

Anda tahu, antara tahun 1945-1949, kami mencoba merebut kembali jajahan kami di Asia Tenggara. Untuk itu dari tahun 1945 sampai 1949, sekitar 130.000 tentara Belanda dikirim ke bekas Hindia Belanda, sekarang Indonesia. Di sana terjadi berikut ini:

Di Jawa Barat, timur Batavia, di daerah Krawang, ada desa Rawa Gedeh. Dari arah Rawa Gedeh tentara Belanda ditembaki. Maka diputuskanlah untuk menghajar desa ini untuk dijadikan pelajaran bagi desa-desa lain.

Saat malam hari Rawa Gedeh dikepung. Mereka yang mencoba meninggalkan desa, dibunuh tanpa bunyi (diserang, ditekan ke dalam air sampai tenggelam; kepala mereka dihantam dengan popor senjata dll).

Jam setengah enam pagi, ketika mulai siang, desa ditembaki dengan mortir. Pria, wanita dan anak-anak yang mau melarikan diri dinyatakan patut dibunuh: semuanya ditembak mati. JUMLAHNYA RATUSAN.

Setelah desa dibakar, tentara Belanda menduduki wilayah itu. Penduduk desa yang tersisa lalu dikumpulkan, jongkok, dengan tangan melipat di belakang leher. Hanya sedikit yang tersisa. Rawa Gedeh telah menerima 'pelajarannya'.

Semua lelaki ditembak mati - kami dinamai 'Angkatan Darat Kerajaan'.
Semua perempuan ditembak mati – padahal kami datang dari negara demokratis.
Semua anak ditembak mati – padahal kami mengakunya tentara yang kristiani

Pekan adven 1947

Sekarang aku siang malam teringat Rawa Gedeh, dan itu membuat kepalaku sakit dan air mataku terasa membakar mata, terutama kalau aku teringat anak-anak yang tangannya masih terlalu pendek untuk melipat tangan di belakang leher, dan mata mereka terbelalak, ketakutan dan tak faham.

Aku tidak bisa menyebut namaku, karena informasi ini tidak disukai kalangan tertentu.

Tapi mungkin dari Wamel, justru dari Wamel, akan muncul inisiatif.
Aku tidak tahu bagaimana.

Parsifal

()
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5357 seconds (0.1#10.140)