Hanura Tak Sepakat jika Pemerintah Disebut Lambat Terapkan UU Karantina

Selasa, 07 April 2020 - 17:04 WIB
Hanura Tak Sepakat jika...
Hanura Tak Sepakat jika Pemerintah Disebut Lambat Terapkan UU Karantina
A A A
JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Hanura, Inas Nasrullah Zubir menganggap, banyak kalangan yang menuduh pemerintah lambat dan ragu-ragu untuk melaksanakan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

"Padahal pelaksanaan Undang-Undang tersebut tidaklah sederhana, karena ada keterkaitan dengan pembatasan kegiatan keagamaan," kata Inas kepada SINDOnews, Selasa (7/4/2020).

(Baca juga: Update Kasus Corona: Positif 2.738 Orang, 221 Meninggal Dunia dan 204 Sembuh)

Menurut Inas, UUD 45 menjamin bahwa negara tidak boleh ikut campur dalam urusan peribadatan agama apapun di Indonesia, dan hal itu tercantum dalam ayat 1, pasal 28E, UUD 45:

"Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya," ucap Inas menyitir pasal itu.

Inas menyatakan, pemerintah tidak boleh sewenang-wenang membatasi kegiatan keagamaan di Indonesia. Namun demikia pembatasan kegiatan keagamaan tersebut sangat dibutuhkan dalam memutus penularan wabah Covid-19 dalam bentuk social distancing.

Oleh karenanya, lanjut mantan anggota DPR itu, dibutuhkan pendapat atau fatwa dari lembaga otoritas keagamaan dari agama-agama yang diakui di Indonesia, untuk kemudia dituangkan kedalam PP No. 21/2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Permenkes No. 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Dalam hal ini, kata Inas, Pemerintah kemudian berkomunikasi dengan lembaga otoritas keagamaan, di mana salah satunya adalah MUI yang menerbitkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19 yang kemudian dituangkan kedalam PP No. 21/2020 dan Permenkes No. 9/2020.

"Presiden sebagai pimpinan pemerintahan dan Menteri, adalah salah satu lembaga Negara yang berwenang untuk menuangkan fatwa MUI atau pendapat keagamaan dari lembaga otoritas agama lain-nya kedalam peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 15/2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," pungkasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2417 seconds (0.1#10.140)