PKS Minta Polri Tak Salah Bedakan Kritik dengan Hoaks
A
A
A
JAKARTA - Surat Telegram Kapolri Jenderal Idham Aziz Nomor ST/1100/IV/HUK.7.1./2020 tertanggal 4 April 2020 ditanggapi oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS). (Baca juga: Bubarkan Kerumunan, DPR Ingatkan Polri Tak Langgar Due Process of Law)
Juru Bicara PKS, Ahmad Fathul Bari mengatakan sebagai penegak hukum, Polri tentu punya hak menindak sesuai dengan koridor aturan yang ada dan tetap mengedepankan berbagai prinsip penegakkan hukum secara adil dan imparsial. "Jadi jangan sampai tebang pilih ke pihak tertentu saja," ujar Fathul kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020). (Baca juga: Sudding Kritik Surat Telegram Kapolri Soal Penghinaan Presiden)
Bahkan, di tengah kondisi seperti saat ini, terkadang informasi yang salah justru kemungkinan hadir dari pihak pemerintah sendiri. "Sehingga, butuh kecakapan dan kehati-hatian dalam melaksanakan tugas dan dalam menyampaikan komunikasi ke publik," tuturnya. (Baca juga: DPR Minta Polri Tak Intimidatif Jalankan Surat Telegram Kapolri)
Yang jelas, lanjut Fathul, jalankanlah tugas penegak hukum dengan baik sesuai koridor aturan hukum yang ada di alam demokrasi kita. "Jangan salah membedakan antara kritik dengan hoaks, yang bisa jadi imbasnya malah membungkam ruang demokrasi bangsa ini," kata Fathul.
Di samping itu, menurut Fathul, berbagai pihak seharusnya lebih fokus untuk bahu membahu membantu pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi COVID-19. "Bukan dengan menyampaikan gestur kebijakan yang terkesan malah menambah ketakutan di masyarakat," katanya.
Sekadar diketahui, dalam surat telegram Kapolri itu disebutkan beberapa jenis pelanggaran dan kejahatan. Di antaranya tentang penghina presiden selama pandemi COVID-19 atau virus Corona, ketahanan akses data internet, penyebaran hoaks terkait COVID-19 maupun kebijakan pemerintah, penipuan penjualan produk kesehatan dan kejahatan orang yang tidak mematuhi protokol karantina kesehatan.
Juru Bicara PKS, Ahmad Fathul Bari mengatakan sebagai penegak hukum, Polri tentu punya hak menindak sesuai dengan koridor aturan yang ada dan tetap mengedepankan berbagai prinsip penegakkan hukum secara adil dan imparsial. "Jadi jangan sampai tebang pilih ke pihak tertentu saja," ujar Fathul kepada SINDOnews, Senin (6/4/2020). (Baca juga: Sudding Kritik Surat Telegram Kapolri Soal Penghinaan Presiden)
Bahkan, di tengah kondisi seperti saat ini, terkadang informasi yang salah justru kemungkinan hadir dari pihak pemerintah sendiri. "Sehingga, butuh kecakapan dan kehati-hatian dalam melaksanakan tugas dan dalam menyampaikan komunikasi ke publik," tuturnya. (Baca juga: DPR Minta Polri Tak Intimidatif Jalankan Surat Telegram Kapolri)
Yang jelas, lanjut Fathul, jalankanlah tugas penegak hukum dengan baik sesuai koridor aturan hukum yang ada di alam demokrasi kita. "Jangan salah membedakan antara kritik dengan hoaks, yang bisa jadi imbasnya malah membungkam ruang demokrasi bangsa ini," kata Fathul.
Di samping itu, menurut Fathul, berbagai pihak seharusnya lebih fokus untuk bahu membahu membantu pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi COVID-19. "Bukan dengan menyampaikan gestur kebijakan yang terkesan malah menambah ketakutan di masyarakat," katanya.
Sekadar diketahui, dalam surat telegram Kapolri itu disebutkan beberapa jenis pelanggaran dan kejahatan. Di antaranya tentang penghina presiden selama pandemi COVID-19 atau virus Corona, ketahanan akses data internet, penyebaran hoaks terkait COVID-19 maupun kebijakan pemerintah, penipuan penjualan produk kesehatan dan kejahatan orang yang tidak mematuhi protokol karantina kesehatan.
(cip)