Dinilai Aneh, Politikus PKS Ini Kritisi Perppu Penanganan Corona
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR, Anis Byarwati memberikan sejumlah catatan terhadap keberadaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona. Menurut dia, Perppu itu harus dibaca secara cermat dan hati-hati. (Baca juga: Terbitkan Perppu, Belanja Penanganan Corona Capai Rp450 Triliun)
Dalam Perppu itu, pemerintah menganggarkan tambahan belanja dan pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak COVID-19, dengan alokasi Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.
"Kita bisa lihat dengan jelas dari alokasi Rp405 triliun itu, insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi nasional besarannya mencapai Rp70,1 triliun + Rp150 triliun totalnya menjadi Rp220,1 triliun atau sekitar 54,3% dari total tambahan belanja tadi. Ini kan aneh," ujar Anis Byarwati kepada SINDOnews, Jumat (3/4/2020).
Sebab, kata dia, masalah yang sedang dihadapi adalah darurat kesehatan sebagaimana pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Tapi lebih dari separuh anggaran dialokasikan justru untuk insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi. Sedangkan alokasi anggaran untuk kesehatan hanya 18,5% dari total tambahan belanja," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Hal lainnya yakni pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional yang nilainya mencapai Rp150 triliun harus betul-betul diawasi. Sebab, dari bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, poin itu sangat minim penjelasannya, padahal porsinya mencapai 37%. "Menurut saya, dalam hal darurat wabah COVID-19, prioritas Pemerintah mestinya menyelamatkan masyarakat," ujar legislator asal daerah pemilihan DKI Jakarta I ini.
Dia mengatakan, pemerintah tidak boleh setengah hati dalam melindungi dan menyelamatkan nyawa rakyat. Anis menambahkan, pemerintah harus menggerakkan seluruh daya upayanya untuk menyelamatkan nyawa rakyat. "Segera tarik Omnibus Law Cipta Kerja, dan tunda agenda pemindahan ibu kota. Gunakan anggarannya untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi rakyat," tuturnya.
Dia pun mengritisi Pasal 27 dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu yang menyebut segala tindakan serta keputusan yang diambil berdasarkan Perppu tersebut tak boleh dianggap sebagai kerugian negara, sehingga para pejabat yang terlibat di dalamnya tak bisa digugat, baik secara perdata, secara pidana, maupun melalui peradilan tata usaha negara. "Menurut saya, klausul ini aneh dan tidak lazim. Rawan untuk disalahgunakan oleh pejabat negara," pungkasnya.
Dalam Perppu itu, pemerintah menganggarkan tambahan belanja dan pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 sebesar Rp405,1 triliun untuk penanganan dampak COVID-19, dengan alokasi Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk social safety net atau jaring pengaman sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus KUR. Serta Rp150 triliun dialokasikan untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan penjaminan serta pembiayaan untuk UMKM dan dunia usaha menjaga daya tahan dan pemulihan ekonomi.
"Kita bisa lihat dengan jelas dari alokasi Rp405 triliun itu, insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi nasional besarannya mencapai Rp70,1 triliun + Rp150 triliun totalnya menjadi Rp220,1 triliun atau sekitar 54,3% dari total tambahan belanja tadi. Ini kan aneh," ujar Anis Byarwati kepada SINDOnews, Jumat (3/4/2020).
Sebab, kata dia, masalah yang sedang dihadapi adalah darurat kesehatan sebagaimana pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi). "Tapi lebih dari separuh anggaran dialokasikan justru untuk insentif perpajakan dan program pemulihan ekonomi. Sedangkan alokasi anggaran untuk kesehatan hanya 18,5% dari total tambahan belanja," kata politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Hal lainnya yakni pembiayaan dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional yang nilainya mencapai Rp150 triliun harus betul-betul diawasi. Sebab, dari bahan paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, poin itu sangat minim penjelasannya, padahal porsinya mencapai 37%. "Menurut saya, dalam hal darurat wabah COVID-19, prioritas Pemerintah mestinya menyelamatkan masyarakat," ujar legislator asal daerah pemilihan DKI Jakarta I ini.
Dia mengatakan, pemerintah tidak boleh setengah hati dalam melindungi dan menyelamatkan nyawa rakyat. Anis menambahkan, pemerintah harus menggerakkan seluruh daya upayanya untuk menyelamatkan nyawa rakyat. "Segera tarik Omnibus Law Cipta Kerja, dan tunda agenda pemindahan ibu kota. Gunakan anggarannya untuk penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi rakyat," tuturnya.
Dia pun mengritisi Pasal 27 dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2020 itu yang menyebut segala tindakan serta keputusan yang diambil berdasarkan Perppu tersebut tak boleh dianggap sebagai kerugian negara, sehingga para pejabat yang terlibat di dalamnya tak bisa digugat, baik secara perdata, secara pidana, maupun melalui peradilan tata usaha negara. "Menurut saya, klausul ini aneh dan tidak lazim. Rawan untuk disalahgunakan oleh pejabat negara," pungkasnya.
(cip)