Pilih Opsi PSBB, Pemerintah Dinilai Ingin Atasi Bencana Tanpa Munculkan Bencana Baru
A
A
A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diambil pemerintah adalah implementasi social distancing yang diperluas untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona dengan pelbagai skema kebijakan yang lebih luas.
"Termasuk langkah-langkah antisipasi permasalahan sosial, politik, ekonomi dan keamanan yang timbul akibat pandemi global Covid-19," tutur Karyono saat dihubungi SINDOnews, Kamis (2/4/2020).
Diketahui, Presiden Jokowi akhirnya lebih memilih untuk menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai payung hukum penanganan dan pencegahan pandemi corona di Indonesia.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Pemerintah 21/2020, dan Presiden juga menerbitkan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). (Baca Juga: Jurus Ampuh Mengatasi Covid-19: Tes Massal, PSBB, dan Regulasi yang Kuat).
Selain itu, untuk antisipasi gejolak ekonomi akibat pandemi corona, Presiden Jokowi juga menerberbitkan PERPPU No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Karyono mengatakan, dari ketiga payung hukum yang diterbitkan Jokowi itu menunjukkan skema kebijakan pemerintah sebagai upaya sistematis untuk mengantisipasi pelbagai kondisi ke depan. Meski demikian, sulit dipungkiri ada kesan menghindari kebijakan 'lockdown' dan karantina wilayah yang menjadi perdebatan di ranah publik dalam tiga pekan terakhir ini.
Karyono menduga, alasan pemerintah lebih memilih kebijakan PSBB tentu bukan tanpa alasan. Ia melihat, tentu ada pertimbangan dari berbagai aspek sosial, politik, ekonomi dan keamanan. Misalnya, ada masalah yang perlu diperhatikan jika menerapkan kebijakan Karantina Wilayah sesuai UU No.6 Tahun 2018 yaitu selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Masalah tersebut tentu harus menjadi pertimbangan, sejauh mana kemampuan keuangan pemerintah pusat," ujar dia.
Pertimbangan lain, lanjut Karyono, pemerintah lebih memilih kebijakan PSBB mungkin merujuk dari sejumlah negara. Apa yang telah dilakukan sejumlah negara yang menetapkan lockdown seperti Amerika, Italia, Prancis, India, ternyata juga tidak efektif dalam menekan laju pandemi corona dan justru menimbulkan pelbagai persoalan baru.
"Dalam konsep penanganan bencana maka penyelesaian bencana tidak dibenarkan menimbulkan masalah baru atau bencana baru," paparnya.
Di sisi lain, sambung Karyono, sejumlah negara yang tidak menerapkan kebijakan lockdown seperti Singapura dan Korea Selatan justru relatif berhasil dalam penanganan dan pencegahan Covid-19. Berbagai persoalan sosial, ekonomi dan keamanan dapat dikendalikan.
Celakanya, kata dia, di negeri ini sekadar berdebat kusir tentang lockdown atau tidak, padahal semua pihak perlu belajar untuk memahami substansi persoalan dengan mengamati perkembangan yang terjadi di berbagai negara dan wilayah di Tanah Air secara terukur.
"Hikmah yang dapat dipetik dari pengalaman sejumlah negara tersebut yaitu setiap negara memiliki caranya sendiri dalam menangani kasus corona. Meski lockdown dapat mencegah penyebaran virus corona, tetapi bukan berarti tanpa lockdown kita gagal," pungkas dia.
"Termasuk langkah-langkah antisipasi permasalahan sosial, politik, ekonomi dan keamanan yang timbul akibat pandemi global Covid-19," tutur Karyono saat dihubungi SINDOnews, Kamis (2/4/2020).
Diketahui, Presiden Jokowi akhirnya lebih memilih untuk menerbitkan PP Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai payung hukum penanganan dan pencegahan pandemi corona di Indonesia.
Tak hanya itu, Presiden Jokowi juga menerbitkan Peraturan Pemerintah 21/2020, dan Presiden juga menerbitkan Keppres Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). (Baca Juga: Jurus Ampuh Mengatasi Covid-19: Tes Massal, PSBB, dan Regulasi yang Kuat).
Selain itu, untuk antisipasi gejolak ekonomi akibat pandemi corona, Presiden Jokowi juga menerberbitkan PERPPU No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan atau Stabilitas Sistem Keuangan.
Karyono mengatakan, dari ketiga payung hukum yang diterbitkan Jokowi itu menunjukkan skema kebijakan pemerintah sebagai upaya sistematis untuk mengantisipasi pelbagai kondisi ke depan. Meski demikian, sulit dipungkiri ada kesan menghindari kebijakan 'lockdown' dan karantina wilayah yang menjadi perdebatan di ranah publik dalam tiga pekan terakhir ini.
Karyono menduga, alasan pemerintah lebih memilih kebijakan PSBB tentu bukan tanpa alasan. Ia melihat, tentu ada pertimbangan dari berbagai aspek sosial, politik, ekonomi dan keamanan. Misalnya, ada masalah yang perlu diperhatikan jika menerapkan kebijakan Karantina Wilayah sesuai UU No.6 Tahun 2018 yaitu selama dalam Karantina Wilayah, kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.
"Masalah tersebut tentu harus menjadi pertimbangan, sejauh mana kemampuan keuangan pemerintah pusat," ujar dia.
Pertimbangan lain, lanjut Karyono, pemerintah lebih memilih kebijakan PSBB mungkin merujuk dari sejumlah negara. Apa yang telah dilakukan sejumlah negara yang menetapkan lockdown seperti Amerika, Italia, Prancis, India, ternyata juga tidak efektif dalam menekan laju pandemi corona dan justru menimbulkan pelbagai persoalan baru.
"Dalam konsep penanganan bencana maka penyelesaian bencana tidak dibenarkan menimbulkan masalah baru atau bencana baru," paparnya.
Di sisi lain, sambung Karyono, sejumlah negara yang tidak menerapkan kebijakan lockdown seperti Singapura dan Korea Selatan justru relatif berhasil dalam penanganan dan pencegahan Covid-19. Berbagai persoalan sosial, ekonomi dan keamanan dapat dikendalikan.
Celakanya, kata dia, di negeri ini sekadar berdebat kusir tentang lockdown atau tidak, padahal semua pihak perlu belajar untuk memahami substansi persoalan dengan mengamati perkembangan yang terjadi di berbagai negara dan wilayah di Tanah Air secara terukur.
"Hikmah yang dapat dipetik dari pengalaman sejumlah negara tersebut yaitu setiap negara memiliki caranya sendiri dalam menangani kasus corona. Meski lockdown dapat mencegah penyebaran virus corona, tetapi bukan berarti tanpa lockdown kita gagal," pungkas dia.
(zik)