Kebijakan Penanganan Wabah Corona Harus Berbasis Riset Ilmiah
A
A
A
JAKARTA - Kebijakan pemerintah dalam menangani wabah virus Corona (COVID-19) harus berdasarkan riset ilmiah.
Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah dalam menghadapi COVID-19. Namun demikian, sudah saatnya kebijakan yang diambil pemerintah dilakukan berbasis riset ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai amanat UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek. (Baca juga: Putus Matas Rantai Corona, MUI Sarankan Pemerintah Lakukan Lockdo
"COVID-19 bukan hanya bencana nasional, tetapi sudah berskala global. Tidak mungkin penanganan COVID-19 tanpa melakukan riset yang serius dan komprehensif. Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan bantuan dari negara lain. Setiap negara sedang berjuang menghadapi COVID-19, pasti mereka memprioritaskan kepentingan bangsa dan negaranya, meski tetap melakukan kerja sama dengan negara lain," tuturnya, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Politikus Demokrat: Apakah Tunggu Banyak Korban, Baru Lockdown?)
Menurutnya, tidak mungkin kebijakan hadapi COVID-19 tanpa memperkuat riset nasional sendiri. "Menteri Kesehatan pasti menyadari tidak mungkin penanganan COVID-19 tanpa rencana mitigasi yang matang. Rencana mitigasi tidak mungkin ada tanpa pemetaan penyebaran virus. Penyebaran virus sangatlah tidak mungkin tanpa riset uji sampel virus COVID-19," urainya.
Sementara tidak mungkin dilakukan pengujian masif terhadap sampel virus COVID-19. Juga tidak mungkin dilakukan tanpa sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengujian. "Risikonya tinggi bagi penguji sampel virus COVID-19 sehingga perlu ada penguatan dan pelatihan khusus bagi SDM riset. SDM di Balitbangkes tidak cukup dan kerja mereka sudah luar biasa berat," tuturnya.
Karena itu, politikus PDIP ini merekomendasikan pemerintah segera memperkuat dan memperbanyak SDM riset untuk penanganan mikroorganisme patogen semacam SARS-CoV2 (COVID-19) yang ditugaskan uji sampel di seluruh provinsi.
Kedua, mendukung upaya dan terobosan LIPI yang bekerja sama dengan Kemenristek berjuang mengoptimalkan anggaran dan prasarana riset yang ada untuk mengadakan Pelatihan Penanganan SARS CoV-2. "Kami juga mendukung Menkes untuk membuka akses informasi dan penggunaan sampel virus COVID-19 bagi lembaga riset nasional," katanya.
Anggota Pansus RUU Sisnas IPTEK ini juga meminta Menkes memberi bukti kerja riil dengan mengonsolidasikan dan melibatkan seluruh SDM Iptek yang memiliki kepakaran dan keahlian terkait COVID-19, baik yang berada di Litbang K/L, LPNK, perguruan tinggi, maupun BUMN dan swasta, untuk segera menyusun rencana strategi riset, mitigasi dan implementasi penanganan yang disusun secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik, moral, dan keilmuan.
"Pemerintah juga harus segera melakukan pengadaan reagen untuk mengekstrak rantai virus (RNA) dan primer untuk mesin PCR penguji RNA. Saat ini, informasi yang saya terima, reagen dan primer untuk keperluan uji sampel virus COVID-19 masih tergantung impor dan sulit didapatkan," katanya.
Pemerintah juga diminta untuk melakukan riset dan inovasi pengembangan, serta produksi reagen untuk ekstraksi RNA dan primer untuk uji RNA dengan PCR secara mandiri di Indonesia.
Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Pemerintah dalam menghadapi COVID-19. Namun demikian, sudah saatnya kebijakan yang diambil pemerintah dilakukan berbasis riset ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini sesuai amanat UU Nomor 11/2019 tentang Sistem Nasional Iptek. (Baca juga: Putus Matas Rantai Corona, MUI Sarankan Pemerintah Lakukan Lockdo
"COVID-19 bukan hanya bencana nasional, tetapi sudah berskala global. Tidak mungkin penanganan COVID-19 tanpa melakukan riset yang serius dan komprehensif. Indonesia tidak dapat hanya mengandalkan bantuan dari negara lain. Setiap negara sedang berjuang menghadapi COVID-19, pasti mereka memprioritaskan kepentingan bangsa dan negaranya, meski tetap melakukan kerja sama dengan negara lain," tuturnya, Minggu (29/3/2020). (Baca juga: Politikus Demokrat: Apakah Tunggu Banyak Korban, Baru Lockdown?)
Menurutnya, tidak mungkin kebijakan hadapi COVID-19 tanpa memperkuat riset nasional sendiri. "Menteri Kesehatan pasti menyadari tidak mungkin penanganan COVID-19 tanpa rencana mitigasi yang matang. Rencana mitigasi tidak mungkin ada tanpa pemetaan penyebaran virus. Penyebaran virus sangatlah tidak mungkin tanpa riset uji sampel virus COVID-19," urainya.
Sementara tidak mungkin dilakukan pengujian masif terhadap sampel virus COVID-19. Juga tidak mungkin dilakukan tanpa sumber daya manusia (SDM) yang melakukan pengujian. "Risikonya tinggi bagi penguji sampel virus COVID-19 sehingga perlu ada penguatan dan pelatihan khusus bagi SDM riset. SDM di Balitbangkes tidak cukup dan kerja mereka sudah luar biasa berat," tuturnya.
Karena itu, politikus PDIP ini merekomendasikan pemerintah segera memperkuat dan memperbanyak SDM riset untuk penanganan mikroorganisme patogen semacam SARS-CoV2 (COVID-19) yang ditugaskan uji sampel di seluruh provinsi.
Kedua, mendukung upaya dan terobosan LIPI yang bekerja sama dengan Kemenristek berjuang mengoptimalkan anggaran dan prasarana riset yang ada untuk mengadakan Pelatihan Penanganan SARS CoV-2. "Kami juga mendukung Menkes untuk membuka akses informasi dan penggunaan sampel virus COVID-19 bagi lembaga riset nasional," katanya.
Anggota Pansus RUU Sisnas IPTEK ini juga meminta Menkes memberi bukti kerja riil dengan mengonsolidasikan dan melibatkan seluruh SDM Iptek yang memiliki kepakaran dan keahlian terkait COVID-19, baik yang berada di Litbang K/L, LPNK, perguruan tinggi, maupun BUMN dan swasta, untuk segera menyusun rencana strategi riset, mitigasi dan implementasi penanganan yang disusun secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan secara etik, moral, dan keilmuan.
"Pemerintah juga harus segera melakukan pengadaan reagen untuk mengekstrak rantai virus (RNA) dan primer untuk mesin PCR penguji RNA. Saat ini, informasi yang saya terima, reagen dan primer untuk keperluan uji sampel virus COVID-19 masih tergantung impor dan sulit didapatkan," katanya.
Pemerintah juga diminta untuk melakukan riset dan inovasi pengembangan, serta produksi reagen untuk ekstraksi RNA dan primer untuk uji RNA dengan PCR secara mandiri di Indonesia.
(cip)