PBNU Imbau Umat Muslim Tak Mudik, Lebaran Cukup via Daring Saja
A
A
A
JAKARTA - Virus Corona atau COVID-19 menjadi ancaman nyata. Pertama karena kecepatan penyebarannya. Sejak pertama kali diumumkan kasus pertama oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (2/3/2020) lalu, belum genap sebulan, jumlah penderita per Jumat (27/3/2020), angkanya mencapai 1.046 kasus.
Kedua, gejalanya yang tidak mudah terdeteksi oleh orang yang terinfeksi. Ketiga, ketidak-tahuan orang yang terinfeksi, sehingga orang yang terinfeksi adalah carier dan tanpa sadar menyebarkan virus ke tempat dan kepada orang lain.
(Baca juga: Gawat, Korban Corona di Indonesia Tembus 1.046 Orang, 87 Meninggal)
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas mengatakan, sebagai muslim harus bersikap adil dan proporsional, baik dari aspek akidah, ibadah maupun mu'amalah. "Takut hanya kepada Allah, bukan selainnya. Namun tidak meninggalkan perintah agama lainnya, ikhtiar baik secara preventif maupun kuratif," tutur Robikin, Sabtu (28/3/2020).
Dikatakan Robikin, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemerintah telah memperpanjang masa darurat bencana wabah virus Corona hingga 29 Mei 2020. Itu artinya hingga 5 hari pasca Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah tahun ini.
"Penetapan masa darurat ini tentu dengan pertimbangan dan perhitungan matang. Untuk itu mari bersama-sama mendisiplinkan diri, memutus mata rantai penyebaran COVID-19, dengan tidak mudik Lebaran tahun ini," tuturnya.
Menurutnya, meski tidak mudik Lebaran, silaturahim Idul Fitri tetap bisa lakukan. Namun secara daring, online melalui teknologi komunikasi. "Video call dari tempat tinggal masing-masing. Lebaran di tengah virus Corona daring saja," katanya.
Sikap disiplin untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik dalam situasi saat ini, tutur Robikin, sangat membantu penanggulangan penyebaran COVID-19.
"Memaksakan diri mudik dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, termasuk keluarga. Kita tidak pernah tahu, di tengah perjalanan menuju kampung halaman, bisa saja tanpa sadar terjadi kontak fisik dengan orang yang terpapar COVID-19," paparnya.
Sebab, kalau ini yang terjadi, mudik tidak membawa kebahagiaan bagi keluarga dan lingkungan, tapi sebaliknya menjadi derita dan musibah.
"Fikih mu’amalah mengajarkan kepada kita 'jalbul-mashalih wa daf’ul-mafasid'. Seluruh hal untuk meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan (kerusakan) sesungguhnya adalah bagian dari perintah syari'at. Wallahu a’lam," pungkasnya.
Kedua, gejalanya yang tidak mudah terdeteksi oleh orang yang terinfeksi. Ketiga, ketidak-tahuan orang yang terinfeksi, sehingga orang yang terinfeksi adalah carier dan tanpa sadar menyebarkan virus ke tempat dan kepada orang lain.
(Baca juga: Gawat, Korban Corona di Indonesia Tembus 1.046 Orang, 87 Meninggal)
Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah PBNU Robikin Emhas mengatakan, sebagai muslim harus bersikap adil dan proporsional, baik dari aspek akidah, ibadah maupun mu'amalah. "Takut hanya kepada Allah, bukan selainnya. Namun tidak meninggalkan perintah agama lainnya, ikhtiar baik secara preventif maupun kuratif," tutur Robikin, Sabtu (28/3/2020).
Dikatakan Robikin, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Pemerintah telah memperpanjang masa darurat bencana wabah virus Corona hingga 29 Mei 2020. Itu artinya hingga 5 hari pasca Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah tahun ini.
"Penetapan masa darurat ini tentu dengan pertimbangan dan perhitungan matang. Untuk itu mari bersama-sama mendisiplinkan diri, memutus mata rantai penyebaran COVID-19, dengan tidak mudik Lebaran tahun ini," tuturnya.
Menurutnya, meski tidak mudik Lebaran, silaturahim Idul Fitri tetap bisa lakukan. Namun secara daring, online melalui teknologi komunikasi. "Video call dari tempat tinggal masing-masing. Lebaran di tengah virus Corona daring saja," katanya.
Sikap disiplin untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik dalam situasi saat ini, tutur Robikin, sangat membantu penanggulangan penyebaran COVID-19.
"Memaksakan diri mudik dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, termasuk keluarga. Kita tidak pernah tahu, di tengah perjalanan menuju kampung halaman, bisa saja tanpa sadar terjadi kontak fisik dengan orang yang terpapar COVID-19," paparnya.
Sebab, kalau ini yang terjadi, mudik tidak membawa kebahagiaan bagi keluarga dan lingkungan, tapi sebaliknya menjadi derita dan musibah.
"Fikih mu’amalah mengajarkan kepada kita 'jalbul-mashalih wa daf’ul-mafasid'. Seluruh hal untuk meraih kemaslahatan dan menolak kemafsadatan (kerusakan) sesungguhnya adalah bagian dari perintah syari'at. Wallahu a’lam," pungkasnya.
(maf)