Antisipasi Persebaran Virus Corona, Mendesak Segera Lakukan Rapid Test
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah harus menyegerakan dan mengonkretkan rapid test atau tes diagnostik secara massal. Langkah ini urgen dilakukan agar siapa pun terjangkit virus corona (Covid-19) bisa diketahui secara dini dan penularan penyakit tersebut bisa dilokalisasi dengan segera, hingga mereka tidak bisa bebas bergerak dan tanpa sadar menularkan penyakitnya.
Rapid test dipraktikkan sejumlah negara yang dilanda wabah corona seperti China, Korea Selatan, Jepang, dan terbukti efektif. Metode ini menjadi pilihan tak terhindar mengingat tren kasus corona terbilang cepat. Hingga kemarin tercatat sudah ada 309 kasus positif, dan 25 orang di antaranya meninggal dunia.
Namun, upaya ini dipastikan tidak akan berjalan mudah mengingat ketersediaan dan peralatan, dana, dan tenaga di lapangan. Karena itu, pemerintah perlu menggerakkan semua sumber daya yang ada, termasuk kalangan swasta, untuk bahu membahu mengatasi persoalan tersebut.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengaku, penyelenggaraan rapid test ini telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kesehatan pada 17 Maret dalam forum rapat tingkat menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Menteri Kesehatan pun sudah menyetujuinya.
Sayangnya, rapid test tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat karena alatnya belum tersedia di di dalam negeri dan harus terlebih dulu mendatangkan dari beberapa negara. Untuk mempercepat impor alat rapid test, BNPB segera meminta izin Bea Cukai, Kementerian Perdagangan dan BPOM untuk mempermudah akses pengadaan alat tersebut. “Sebagaimana Undang-Undang Nomor 24/2007, BNPB mendapatkan kemudahan akses. Sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 50,” ujar Doni di Jakarta kemarin.
Rapid test akan digelar secara masal. Kendati demikian, akan sulit jika rapid test harus menjangkau seluruh penduduk yang berjumlah 270 juta jiwa. Karena itu, akan dipilih kelompok masyarakat yang akan mengikuti rapid test tersebut. Siapa saja targetnya? ”Targetnya adalah masyarakat secara luas, terutama mereka yang secara fisik telah mengalami kontak dengan pasien positif. Tentunya ini menjadi prioritas utama,” katanya.
Dia kemudian menuturkan, penentuan kelompok masyarakat ini akan terlebih dulu berkoordinasi dengan tim medis di lapangan, tim deteksi yang terdiri atas tim gabungan aparat TNI, Polri, dan BIN.
Rapid test ini sebelumnya sudah diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera dilaksanakan. “Segera lakukan rapid test. Tes cepat dengan cakupan lebih besar agar deteksi dini, kemungkinan indikasi awal seorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan,” katanya. (Baca: Corona Mengganas, Pemerintah Harus Siapkan Langkah Besar Hadapi Kritis)
Jokowi juga memerintahkan agar alat rapid test terus diperbanyak. Termasuk memperbanyak tempat-tempat untuk melakukan tes tersebut. “Melibatkan rumah sakit pemerintah, milik BUMN, pemda, rumah sakit milik TNI/Polri, dan swasta. Juga lembaga riset dan pendidikan tinggi yang mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengakui pentingnya rapid test atau screening massal untuk menekan penyebaran korona. Menurut dia, pencarian orang yang mengidap corona secepatnya penting dilakukan agar tidak menjadi sumber penularan di masyarakat.”Pemerintah dalam melaksanakan pemeriksaan secara massal atau kita sebut sebagai screening massal terhadap Covid-19 yang sekarang sedang kita persiapkan keseluruhan,” ungkap Yuri dalam konferensi pers secara daring di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, kemarin.
Menurut Yuri, metode pemeriksaan corona ada beberapa macam. Dari sisi sensitivitasnya, pemeriksaan dengan metode molekuler memang paling sensitif. Tetapi, menggunakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai upaya screening awal dan bisa dilaksanakan secara massal adalah sebuah keputusan yang baik.
“Tujuannya secepat mungkin bisa kita ketahui tentang positif yang berada di masyarakat. Tujuannya untuk melaksanakan isolasi. Sudah barang tentu nanti kita akan mendapatkan kasus positif yang cukup banyak, namun tidak harus dimaknai masuk rumah sakit,” ujarnya.
Terhadap kasus positif tanpa gejala atau kasus positif dengan gejala yang ringan akan diedukasi untuk melaksanakan isolasi diri atau self isolation. “Yang bisa dilaksanakan secara mandiri bank tentunya dengan monitoring yang dilaksanakan oleh puskesmas atau petugas kesehatan lain yang sudah disepakati,” katanya.
Himpun Tenaga Medis untuk Jadi Relawan
Presiden meminta tenaga medis dihimpun untuk menjadi relawan penanganan corona. Hal ini disampaikan Doni Monardo seusai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi kemarin. Relawan dimaksud mulai dari dokter, perawat, dan tenaga medis lain, termasuk petugas ambulans hingga mahasiswa kedokteran.
Presiden, lanjut Doni, mempersilakan masyarakat jika ingin memberikan bantuan kepada tim medis yang bertugas menangani virus corona. “Dan ini juga perlu mendapatkan bantuan dan dukungan dari segenap komponen masyarakat yang bersedia memberikan bantuan dan perhatiannya kepada relawan medis ini," ucapnya.
Kemarin, sejumlah pengusaha menawarkan hotelnya untuk perawatan pasien corona. Menurut Doni, tawaran itu bisa dimanfaatkan jika fasilitas kesehatan sudah tidak memadai. “Sejumlah tokoh nasional dan pengusaha telah menyanggupi untuk menyiapkan fasilitas hotel mereka mana kala fasilitas yang disiapkan pemerintah terbatas. Baik di Jakarta maupun di sejumlah daerah lain,” katanya.
Doni menilai tawaran tersebut sangat positif karena merupakan bentuk kepedulian para pengusaha. Apalagi saat ini tingkat hunian kamar menengah menurun. “Tawaran dari sejumlah pengusaha karena sekarang ini banyak hotel yang relatif kosong sehingga mereka, karena kepeduliannya pada negara, instansi masyarakat yang sangat tinggi, mereka sudah menawarkan,” ungkapnya.
Merespons tawaran itu, pemerintah akan melakukan pengecekan terkait kesiapan tempat tersebut. “Untuk itu nanti tim dari kesehatan dan sejumlah pihak lain akan melihat kesiapan dari tempat-tempat tersebut,” ujarnya.
Doni juga mengungkapkan pemerintah telah melibatkan rumah sakit swasta sebagai rumah sakit rujukan penanganan corona. Saat ini sudah ada tiga rumah sakit yang mendapatkan izin. “Rumah Sakit swasta yang telah mendapat izin ada tiga rumah sakit. Menyusul dua lagi. Kapasitas tempat tidur itu bisa mencapai 1.000 unit,” katanya. (Baca juga: Bank Dunia dan Sejumlah negara Siap Bantu Indonesia Tangani Corona)
Hingga kini sudah ada 130 rumah sakit rujukan. Namun, untuk wilayah DKI dan sekitarnya masih agak kurang. “Kita mendorong agar beberapa rumah sakit yang lain bisa ditata ulang, disiapkan lebih baik, untuk bisa menerima pasien Covid-19,” ungkapnya.
Sementara itu, bantuan kepada pemerintah untuk menangani corona terus berdatangan. Kemarin, Yayasan Budha Tzu Chi menggalang dana sejumlah perusahaan untuk donasi peralatan kesehatan bagi para tenaga medis. Ditargetkan dana yang terhimpun mencapai Rp500 miliar.
“Kami mendapatkan informasi bahwa kecepatan dan ketepatan penanganan menjadi kunci memerangi pandemi Covid-19. Itu yang mendorong sinergi dilakukan melalui penggalangan dana guna memberikan bantuan alat kesehatan,” tutur relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sekaligus CEO DAAI TV Indonesia, Hong Tjhin, selepas melakukan penyerahan simbolis kepada Ketua PBNU Bidang Kesehatan yang juga Pembina Tim Covid-19 PBNU, Syahrizal Syarif di Kantor BNPB.
Di antara perusahaan yang sudah mengonfirmasi menyalurkan donasi antara lain Sinar Mas, PT Adaro Energy Tbk, Artha Graha Peduli Foundation, PT Djarum, Agung Sedayu Group, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Puradelta Lestari Tbk, beserta Triputra Group.
Belajar Penangangan Corona dari China
China untuk pertama kali tidak menemukan adanya pasien baru yang mengidap virus korona Covid-19, Rabu (18/3/2020) waktu lokal, termasuk di Provinsi Hubei, pusat wabah virus mematikan itu. Namun, secara nasional, sebanyak 34 warga asing yang berada di Negeri Tirai Bambu dilaporkan telah positif.
Selain itu, angka kematian menurun menjadi delapan orang atau total menjadi 3.245 orang. Adapun total pasien Covid-19 sebanyak 80.928 orang, baik lokal ataupun warga asing dengan 70.420 orang di antaranya dinyatakan sembuh. Komisi Kesehatan Nasional mengaku senang dengan perkembangan tersebut.
Tren positif yang ditunjukkan China dalam mengantasi wabah corona patut mendapat aparesiasi dan menjadi contoh negara lain. Ahli penyakit menular terkemuka China, Zhong Nanshan, mengatakan negara terdampak di dunia dapat belajar dari China. “Ada empat poin utama yang perlu disegerakan dalam keadaan darurat, yakni: pencegahan, deteksi, diagnosis, dan karantina,” ujar Nanshan, dikutip SCMP.
Menurut Nanshan, pengendalian perlu dilakukan di hulu. Sejak Januari, pemerintah China telah melakukan tindakan pencegahan yang sangat agresif. Selain mengisolasi Hubei dan merazia truk pengangkut hewan liar, setiap warga yang mengalami gejala demam atau flu perlu melaporkan diri dan diperiksa.
Awalnya, otoritas terkait China hanya mendata dan mengkarantina pasien yang benar-benar dinyatakan positif, sedangkan di luar itu tidak didata dan dipulangkan. Namun, dengan adanya pasien “negatif” yang justru positif di kemudian hari setelah lima kali diperiksa, pendataan dan pendekatan itu akhirnya diubah. (Baca juga: Pengusaha Tawakan Hotelnya Jadi Tempat Perawatan Corona)
Sejak adanya perubahan metode, China mengalami lonjakan jumlah pasien baru dari 2000-3000 menjadi 14.000 per hari pada akhir Februari. Para ahli mengatakan metode itu diperlukan untuk mengantisipasi skenario terburuk. Sedikitnya 1.500 petugas kesehatan juga dikarantina demi mencegah kemungkinan penularan.
Melalui pengalaman di lapangan, Presiden China, Xi Jinping, berharap China dapat membantu negara terdampak Covid-19. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Pusat China Partai Komunis itu mendesak jajarannya untuk menjalin komunikasi, koordinasi, dan berbagi informasi dengan negara lain di seluruh dunia.
“Situasi di dalam negeri mengalami perkembangan bagus, tapi kami menghadapi masalah baru karena virus ini mewabah ke seluruh dunia dan dapat memberikan dampak negatif terhadap ekonomi,” ujar Xi, dilansir China Daily. “Kami sendiri juga masih perlu mengendalikan dan mencegah virus ini agar tidak terulang.” (Muh Shamil/Dita Angga)
Rapid test dipraktikkan sejumlah negara yang dilanda wabah corona seperti China, Korea Selatan, Jepang, dan terbukti efektif. Metode ini menjadi pilihan tak terhindar mengingat tren kasus corona terbilang cepat. Hingga kemarin tercatat sudah ada 309 kasus positif, dan 25 orang di antaranya meninggal dunia.
Namun, upaya ini dipastikan tidak akan berjalan mudah mengingat ketersediaan dan peralatan, dana, dan tenaga di lapangan. Karena itu, pemerintah perlu menggerakkan semua sumber daya yang ada, termasuk kalangan swasta, untuk bahu membahu mengatasi persoalan tersebut.
Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengaku, penyelenggaraan rapid test ini telah mendapatkan persetujuan dari Kementerian Kesehatan pada 17 Maret dalam forum rapat tingkat menteri yang dipimpin Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Menteri Kesehatan pun sudah menyetujuinya.
Sayangnya, rapid test tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat karena alatnya belum tersedia di di dalam negeri dan harus terlebih dulu mendatangkan dari beberapa negara. Untuk mempercepat impor alat rapid test, BNPB segera meminta izin Bea Cukai, Kementerian Perdagangan dan BPOM untuk mempermudah akses pengadaan alat tersebut. “Sebagaimana Undang-Undang Nomor 24/2007, BNPB mendapatkan kemudahan akses. Sebagaimana yang tertuang di dalam Pasal 50,” ujar Doni di Jakarta kemarin.
Rapid test akan digelar secara masal. Kendati demikian, akan sulit jika rapid test harus menjangkau seluruh penduduk yang berjumlah 270 juta jiwa. Karena itu, akan dipilih kelompok masyarakat yang akan mengikuti rapid test tersebut. Siapa saja targetnya? ”Targetnya adalah masyarakat secara luas, terutama mereka yang secara fisik telah mengalami kontak dengan pasien positif. Tentunya ini menjadi prioritas utama,” katanya.
Dia kemudian menuturkan, penentuan kelompok masyarakat ini akan terlebih dulu berkoordinasi dengan tim medis di lapangan, tim deteksi yang terdiri atas tim gabungan aparat TNI, Polri, dan BIN.
Rapid test ini sebelumnya sudah diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar segera dilaksanakan. “Segera lakukan rapid test. Tes cepat dengan cakupan lebih besar agar deteksi dini, kemungkinan indikasi awal seorang terpapar Covid-19 bisa dilakukan,” katanya. (Baca: Corona Mengganas, Pemerintah Harus Siapkan Langkah Besar Hadapi Kritis)
Jokowi juga memerintahkan agar alat rapid test terus diperbanyak. Termasuk memperbanyak tempat-tempat untuk melakukan tes tersebut. “Melibatkan rumah sakit pemerintah, milik BUMN, pemda, rumah sakit milik TNI/Polri, dan swasta. Juga lembaga riset dan pendidikan tinggi yang mendapatkan rekomendasi Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto mengakui pentingnya rapid test atau screening massal untuk menekan penyebaran korona. Menurut dia, pencarian orang yang mengidap corona secepatnya penting dilakukan agar tidak menjadi sumber penularan di masyarakat.”Pemerintah dalam melaksanakan pemeriksaan secara massal atau kita sebut sebagai screening massal terhadap Covid-19 yang sekarang sedang kita persiapkan keseluruhan,” ungkap Yuri dalam konferensi pers secara daring di Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Jakarta, kemarin.
Menurut Yuri, metode pemeriksaan corona ada beberapa macam. Dari sisi sensitivitasnya, pemeriksaan dengan metode molekuler memang paling sensitif. Tetapi, menggunakan pemeriksaan imunoglobulin sebagai upaya screening awal dan bisa dilaksanakan secara massal adalah sebuah keputusan yang baik.
“Tujuannya secepat mungkin bisa kita ketahui tentang positif yang berada di masyarakat. Tujuannya untuk melaksanakan isolasi. Sudah barang tentu nanti kita akan mendapatkan kasus positif yang cukup banyak, namun tidak harus dimaknai masuk rumah sakit,” ujarnya.
Terhadap kasus positif tanpa gejala atau kasus positif dengan gejala yang ringan akan diedukasi untuk melaksanakan isolasi diri atau self isolation. “Yang bisa dilaksanakan secara mandiri bank tentunya dengan monitoring yang dilaksanakan oleh puskesmas atau petugas kesehatan lain yang sudah disepakati,” katanya.
Himpun Tenaga Medis untuk Jadi Relawan
Presiden meminta tenaga medis dihimpun untuk menjadi relawan penanganan corona. Hal ini disampaikan Doni Monardo seusai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi kemarin. Relawan dimaksud mulai dari dokter, perawat, dan tenaga medis lain, termasuk petugas ambulans hingga mahasiswa kedokteran.
Presiden, lanjut Doni, mempersilakan masyarakat jika ingin memberikan bantuan kepada tim medis yang bertugas menangani virus corona. “Dan ini juga perlu mendapatkan bantuan dan dukungan dari segenap komponen masyarakat yang bersedia memberikan bantuan dan perhatiannya kepada relawan medis ini," ucapnya.
Kemarin, sejumlah pengusaha menawarkan hotelnya untuk perawatan pasien corona. Menurut Doni, tawaran itu bisa dimanfaatkan jika fasilitas kesehatan sudah tidak memadai. “Sejumlah tokoh nasional dan pengusaha telah menyanggupi untuk menyiapkan fasilitas hotel mereka mana kala fasilitas yang disiapkan pemerintah terbatas. Baik di Jakarta maupun di sejumlah daerah lain,” katanya.
Doni menilai tawaran tersebut sangat positif karena merupakan bentuk kepedulian para pengusaha. Apalagi saat ini tingkat hunian kamar menengah menurun. “Tawaran dari sejumlah pengusaha karena sekarang ini banyak hotel yang relatif kosong sehingga mereka, karena kepeduliannya pada negara, instansi masyarakat yang sangat tinggi, mereka sudah menawarkan,” ungkapnya.
Merespons tawaran itu, pemerintah akan melakukan pengecekan terkait kesiapan tempat tersebut. “Untuk itu nanti tim dari kesehatan dan sejumlah pihak lain akan melihat kesiapan dari tempat-tempat tersebut,” ujarnya.
Doni juga mengungkapkan pemerintah telah melibatkan rumah sakit swasta sebagai rumah sakit rujukan penanganan corona. Saat ini sudah ada tiga rumah sakit yang mendapatkan izin. “Rumah Sakit swasta yang telah mendapat izin ada tiga rumah sakit. Menyusul dua lagi. Kapasitas tempat tidur itu bisa mencapai 1.000 unit,” katanya. (Baca juga: Bank Dunia dan Sejumlah negara Siap Bantu Indonesia Tangani Corona)
Hingga kini sudah ada 130 rumah sakit rujukan. Namun, untuk wilayah DKI dan sekitarnya masih agak kurang. “Kita mendorong agar beberapa rumah sakit yang lain bisa ditata ulang, disiapkan lebih baik, untuk bisa menerima pasien Covid-19,” ungkapnya.
Sementara itu, bantuan kepada pemerintah untuk menangani corona terus berdatangan. Kemarin, Yayasan Budha Tzu Chi menggalang dana sejumlah perusahaan untuk donasi peralatan kesehatan bagi para tenaga medis. Ditargetkan dana yang terhimpun mencapai Rp500 miliar.
“Kami mendapatkan informasi bahwa kecepatan dan ketepatan penanganan menjadi kunci memerangi pandemi Covid-19. Itu yang mendorong sinergi dilakukan melalui penggalangan dana guna memberikan bantuan alat kesehatan,” tutur relawan Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia sekaligus CEO DAAI TV Indonesia, Hong Tjhin, selepas melakukan penyerahan simbolis kepada Ketua PBNU Bidang Kesehatan yang juga Pembina Tim Covid-19 PBNU, Syahrizal Syarif di Kantor BNPB.
Di antara perusahaan yang sudah mengonfirmasi menyalurkan donasi antara lain Sinar Mas, PT Adaro Energy Tbk, Artha Graha Peduli Foundation, PT Djarum, Agung Sedayu Group, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Puradelta Lestari Tbk, beserta Triputra Group.
Belajar Penangangan Corona dari China
China untuk pertama kali tidak menemukan adanya pasien baru yang mengidap virus korona Covid-19, Rabu (18/3/2020) waktu lokal, termasuk di Provinsi Hubei, pusat wabah virus mematikan itu. Namun, secara nasional, sebanyak 34 warga asing yang berada di Negeri Tirai Bambu dilaporkan telah positif.
Selain itu, angka kematian menurun menjadi delapan orang atau total menjadi 3.245 orang. Adapun total pasien Covid-19 sebanyak 80.928 orang, baik lokal ataupun warga asing dengan 70.420 orang di antaranya dinyatakan sembuh. Komisi Kesehatan Nasional mengaku senang dengan perkembangan tersebut.
Tren positif yang ditunjukkan China dalam mengantasi wabah corona patut mendapat aparesiasi dan menjadi contoh negara lain. Ahli penyakit menular terkemuka China, Zhong Nanshan, mengatakan negara terdampak di dunia dapat belajar dari China. “Ada empat poin utama yang perlu disegerakan dalam keadaan darurat, yakni: pencegahan, deteksi, diagnosis, dan karantina,” ujar Nanshan, dikutip SCMP.
Menurut Nanshan, pengendalian perlu dilakukan di hulu. Sejak Januari, pemerintah China telah melakukan tindakan pencegahan yang sangat agresif. Selain mengisolasi Hubei dan merazia truk pengangkut hewan liar, setiap warga yang mengalami gejala demam atau flu perlu melaporkan diri dan diperiksa.
Awalnya, otoritas terkait China hanya mendata dan mengkarantina pasien yang benar-benar dinyatakan positif, sedangkan di luar itu tidak didata dan dipulangkan. Namun, dengan adanya pasien “negatif” yang justru positif di kemudian hari setelah lima kali diperiksa, pendataan dan pendekatan itu akhirnya diubah. (Baca juga: Pengusaha Tawakan Hotelnya Jadi Tempat Perawatan Corona)
Sejak adanya perubahan metode, China mengalami lonjakan jumlah pasien baru dari 2000-3000 menjadi 14.000 per hari pada akhir Februari. Para ahli mengatakan metode itu diperlukan untuk mengantisipasi skenario terburuk. Sedikitnya 1.500 petugas kesehatan juga dikarantina demi mencegah kemungkinan penularan.
Melalui pengalaman di lapangan, Presiden China, Xi Jinping, berharap China dapat membantu negara terdampak Covid-19. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Pusat China Partai Komunis itu mendesak jajarannya untuk menjalin komunikasi, koordinasi, dan berbagi informasi dengan negara lain di seluruh dunia.
“Situasi di dalam negeri mengalami perkembangan bagus, tapi kami menghadapi masalah baru karena virus ini mewabah ke seluruh dunia dan dapat memberikan dampak negatif terhadap ekonomi,” ujar Xi, dilansir China Daily. “Kami sendiri juga masih perlu mengendalikan dan mencegah virus ini agar tidak terulang.” (Muh Shamil/Dita Angga)
(ysw)