Solidaritas Kemanusiaan Bersifat Universal dan Tak Tebang Pilih
A
A
A
JAKARTA - Solidaritas kemanusiaan dan keagamaan selalu muncul di setiap konflik, seperti konflik sektarian di India dan tindakan kekerasan yang dialami kelompok minoritas Rohingya di Myanmar.
Namun solidaritas itu hendaknya dikelola dalam perspektif positif dalam membantu penyelesaian konflik tersebut sekaligus mewujudkan perdamaian dan ketentraman antar-umat manusia.
Menurut Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mengatakan, solidaritas kemanusiaan merupakan hubungan emosional yang terbangun karena rasa saling percaya antara manusia yang menumbuhkan sikap saling menghormati, menjaga dan bertanggungjawab satu sama lain tanpa didasari isu primordial.
“Solidaritas kemanusiaan bersifat universal, tanpa sekat, tidak berstandar ganda, tidak tebang pilih, apalagi bermuatan kepentingan primordial dan politis,” tutur Maman di Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Dalam Islam, kata dia, pesan utama solidaritas kemanusiaan adalah ihsan, yaitu berbuat baik kepada sesama.
Dengan dasar itu, Maman menilai wajar respons sejumlah ormas Islam di Indonesia atas isu-isu sosial-keagamaan yang menimpa Rohingya dan umat Islam di India. Kendati demikian, sikap itu harus dilandasi dengan semangat menjaga kedamaian.
“Tidak boleh ada kekerasan oleh siapa pun, kepada siapa pun dan atas nama apa pun, apalagi atas nama agama,” tuturnya.
Anggota Badan Kajian MPR itu juga mengimbau agar bangsa Indonesia tetap harus menjaga semangat Bhineka Tunggal Ika, terutama menyikapi masih maraknya intoleransi dan radikalisme.
Menurut dia, intoleransi dan radikalisme adalah virus yang muncul karena sikap tidak adil dan benih kebencian pada orang yang dianggap berbeda.
"Umat Islam harus tampil sebagai ummatan wasathan yang toleran, adil dan cerdas hingga mendorong terwujudnya peradaban manusia yang beradab dan damai,” tuturnya.
Dia mengajak umat Islam tidak terjebak politik identitas yang mengeksploitasi sentimen fanatisme identitas untuk meraih simpati publik. Apalagi fenomena ujaran kebencian, fitnah dan berita palsu sangat identik dengan gerakan politik identitas ini.
“Mereka berselancar di atas itu sentimen fanatisme keagamaan yang dibungkus dengan narasi kebencian dan anti-perdamaian, sesuatu yang bertolak belakang dengan subtansi agama Islam sebagai agama damai yang mendorong umatnya menyebarkan kedamaian,” tutur anggota Dewan Syura PKB itu.
Namun solidaritas itu hendaknya dikelola dalam perspektif positif dalam membantu penyelesaian konflik tersebut sekaligus mewujudkan perdamaian dan ketentraman antar-umat manusia.
Menurut Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq mengatakan, solidaritas kemanusiaan merupakan hubungan emosional yang terbangun karena rasa saling percaya antara manusia yang menumbuhkan sikap saling menghormati, menjaga dan bertanggungjawab satu sama lain tanpa didasari isu primordial.
“Solidaritas kemanusiaan bersifat universal, tanpa sekat, tidak berstandar ganda, tidak tebang pilih, apalagi bermuatan kepentingan primordial dan politis,” tutur Maman di Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Dalam Islam, kata dia, pesan utama solidaritas kemanusiaan adalah ihsan, yaitu berbuat baik kepada sesama.
Dengan dasar itu, Maman menilai wajar respons sejumlah ormas Islam di Indonesia atas isu-isu sosial-keagamaan yang menimpa Rohingya dan umat Islam di India. Kendati demikian, sikap itu harus dilandasi dengan semangat menjaga kedamaian.
“Tidak boleh ada kekerasan oleh siapa pun, kepada siapa pun dan atas nama apa pun, apalagi atas nama agama,” tuturnya.
Anggota Badan Kajian MPR itu juga mengimbau agar bangsa Indonesia tetap harus menjaga semangat Bhineka Tunggal Ika, terutama menyikapi masih maraknya intoleransi dan radikalisme.
Menurut dia, intoleransi dan radikalisme adalah virus yang muncul karena sikap tidak adil dan benih kebencian pada orang yang dianggap berbeda.
"Umat Islam harus tampil sebagai ummatan wasathan yang toleran, adil dan cerdas hingga mendorong terwujudnya peradaban manusia yang beradab dan damai,” tuturnya.
Dia mengajak umat Islam tidak terjebak politik identitas yang mengeksploitasi sentimen fanatisme identitas untuk meraih simpati publik. Apalagi fenomena ujaran kebencian, fitnah dan berita palsu sangat identik dengan gerakan politik identitas ini.
“Mereka berselancar di atas itu sentimen fanatisme keagamaan yang dibungkus dengan narasi kebencian dan anti-perdamaian, sesuatu yang bertolak belakang dengan subtansi agama Islam sebagai agama damai yang mendorong umatnya menyebarkan kedamaian,” tutur anggota Dewan Syura PKB itu.
(dam)