Kasus Jiwasraya, Audit BPK Pintu Masuk Maksimalkan Pemulihan Aset

Rabu, 11 Maret 2020 - 18:06 WIB
Kasus Jiwasraya, Audit BPK Pintu Masuk Maksimalkan Pemulihan Aset
Kasus Jiwasraya, Audit BPK Pintu Masuk Maksimalkan Pemulihan Aset
A A A
JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai hasil audit investigatif yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas kasus dugaan korupsi saham dan reksadana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi pintu masuk untuk tindakan pemulihan aset (asset recovery) secara maksimal.

Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menyatakan, pasca keluarnya hasil audit BPK terhadap dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) maka semua pihak, baik penegak hukum dan publik bisa melihat begitu nyata dan besarnya kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun.

Sahroni mengungkapkan, nilai kerugian negara dengan kategori total lost jelas bukan angka perkiraan lagi.

Selepas audit tersebut diterima Kejaksaan Agung, kata Sahroni, maka yang paling penting adalah melakukan upaya pemulihan aset atau asset recovery. Upaya pemulihan aset tersebut mencakup proses penyitaan hingga nanti dirampas untuk negara berdasarkan putusan pengadilan.

Bagi Sahroni, nilai pemulihan aset tersebut harus sama dan setara dengan nilai kerugian Rp16,81 triliun.

"Sehingga Kejaksaan Agung sudah harus bertindak cepat melakukan proses hukum dan sebisa mungkin mengembalikan kerugian negara. Pengembalian kerugian negara untuk pemulihan aset mesti sama dengan nilai kerugian negara Rp16, 81 triliun. Jadi hasil audit BPK bisa jadi pintu masuk memaksimalkan pemulihan aset dengan dasar atas kerugian tersebut," tutur Sahroni kepada SINDOnews, Rabu (11/3/2020).

Politikus Partai Nasdem ini menegaskan, audit BPK tersebut juga jelas mengurai aliran dana dari mana ke pihak mana dan berapa jumlahnya. Karena itu sebagai bagian dari upaya pemulihan aset maka Kejaksaan Agung (Kejagung) harus serius dan terus mengejar siapa saja pihak penerima aliran dana tersebut. Jika telah dipastikan dan ditemukan, maka penyitaan harus dilakukan.

"Pihak penerima dan berapa angkanya ini yang harus Kejaksaan kejar. Nama-namanya jelas, asetnya juga ada, bisa dilakukan penyitaan," ujarnya.

Sahroni mengatakan Kejagung harus bertindak tanpa pandang bulu. Walaupun, kata dia, pasti banyak tersangka maupun pihak-pihak yang diduga menerima aliran dana yang bukan "orang sembrangan".

Dia berpandangan, segala tindakan yang diambil dan dilakukan Kejagung dalam kasus dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) jelas menjadi perhatian serius publik.

"Sekarang semua mata tertuju pada Kejaksaan, apabila ada yang tidak benar, publik pasti bereaksi," ungkapnya.

Dia menambahkan, selepas audit investigatif BPK atas kasus tersebut rampung dan disampaikan maka masih ada tugas lain yang harus dijalankan oleh BPK sebagaimana yang ada dalam Pasal 10 UU KPK. Di antaranya adalah melakukan pemantauan dan berkoordinasi secara terus menerus dengan Kejagung untuk penyitaan hingga pelaksanaan ganti kerugian negara dan perampasan aset nanti berdasarkan putusan pengadilan.

"BPK juga sebagai pihak yang menemukan fakta kerugian negara ini juga harus terus aktif membantu Kejaksaan menelusuri lebih dalam konversi kerugian negara itu menjadi aset-aset pribadi para tersangka. Kejaksaan dan Pengadilan bisa lebih mudah mengidentifikasi mana saja aset yang harus dilakukan penyitaan (dan perampasan-red)," ucapnya.

Sebelumnya Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin menggelar konferensi pers ihwal hasil audit investigatif BPK atas kasus PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan perkembangan penanganan kasus, di Gedung Kejaksaan Agung, Senin 9 Maret 2020.

BPK secara resmi merilis dan menyampaikan hasil perhitungan kerugian negara atas kasus PT Asuransi Jiwasraya. Secara keseluruhan BPK menyebutkan terjadi total lost kerugian negara Rp16,81 triliun. Angka ini terbagi kerugian negara pada investasi saham Rp4,65 triliun dan kerugian negara pada investasi reksadana sebesar Rp12,16 triliun.

Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, ditemukan adanya tindakan melawan hukum atas kebijakan investasi yang dilakukan Jiwasraya dilakukan kurun 10 tahun, sejak 2008 sampai 2018. Perbuatan melawan hukum dilakukan sepanjang 2014 sampai 2018.

Anggota BPK Achsanul Qosasi menyatakan, secara umum hasil audit investigatif BPK atas dugaan korupsi PT Asuransi Jiwasraya mencakup nilai kerugian negara total lost Rp16,81 triliun, perbuatan melawan hukum, rentang waktu perbuatan, hingga siapa saja pihak-pihak yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.

Seluruh konstruksinya, kata Achsanul, telah diserahkan dan disampaikan BPK ke Kejagung. Tapi dia menolak mengungkap identitas pihak-pihak selain enam orang tersangka yang telah ditetapkan Kejagung, sebagaimana dalam hasil audit investigatif.

"Konstruksinya sudah disampaikan ke Kejagung. BPK tak Boleh menjelaskannya, karena masih dalam proses hukum. Untuk tersangka adalah urusan Penyidik di Kejaksaan Agung," ungkap Achsanul saat dihubungi SINDOnews, Rabu (11/3/2020).

Dia menegaskan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15/2006 tentang BPK jelas sekali tertuang bahwa BPK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan dan perhitungan kerugian negara.

Ketika kasus telah ada atau sedang ditangani aparat penegak hukum, termasuk kasus Jiwasraya yang ditangani Kejagung maka menjadi hak dan kewenangan Kejagung untuk kemudian melakukan penyitaan aset.

Karena itu, Achsanul mengungkapkan, barang sitaan menjadi kewenangan aparat penegak hukum termasuk Kejagung yang sedang menangani kasus Jiwasraya. Di sisi lain, dia menggariskan, hasil audit investigatif BPK yang telah diserahkan ke Kejagung menjadi pintu masuk bagi Kejagung untuk memaksimalkan pemulihan aset atas hasil kerugian negara Rp16,18 triliun.

"Betul, hasil audit tersebut bisa jadi pintu masuk atau pijakan agar Kejagung memaksimal tindakan dan upaya pemulihan aset. Asset settlement (asset recovery) bisa dilakukan, dan itu pun menjadi wewenang Kejaksaan dan hakim nanti di pengadilan," ucapnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono menyatakan, hingga saat ini Kejagung telah menyita berbagai jenis aset yang diduga milik enam orang tersangka dengan total mencapai Rp13,1 triliun.

Hari membenarkan, dari nilai aset tersebut sebagian besar yang disita merupakan milik tersangka Benny Tjokrosaputro selaku Komisaris sekaligus Direktur Utama PT Hanson International dengan nilai sekitar Rp11 triliun.

Hari membeberkan, setelah menerima audit investigatif dari BPK maka pihaknya berkomitmen menuntaskan dan menyelesaikan kasus dugaan korupsi investasi saham dan reksadana pada pengelolaan produk Saving Plan PT Asuransi Jiwasraya. Di antaranya melengkapi seluruh berkas enam orang tersangka untuk kemudian bisa naik ke tahap penuntutan hingga kemudian disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Berikutnya, sambung Hari, dengan audit investigatif dari BPK juga maka Kejagung akan berupaya semaksimal mungkin melakukan penelusuran aset-aset lainnya guna dilakukan penyitaan. Langkah ini dilakukan guna memaksimalkan pemulihan aset dari hasil tindak pidana korupsi dengan kerugian negara Rp16,81 triliun.

"Kami di posisi penanganan perkara dan penyidik berusaha menelusuri hasil kejahatan korupsi dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara. Termasuk hasil kejahatan (berupa aset) yang berada di luar negeri," ujar Hari, Rabu (11/3/2020).

Sebagaimana diketahui Kejagung telah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini dan terbagi dua bagian. Dari unsur PT Asuransi Jiwasraya, yakni Hendrisman Rahim selaku Direktur Utama PT Jiwasraya, Harry Prasetyo selaku Direktur Keuangan PT Jiwasraya, dan Syahmirwan selaku Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Jiwasraya.

Dari unsur pengusaha ada Benny Tjokrosaputro selaku Komsiaris sekaligus Direktur Utama PT Hanson Internasional (MYRX), Heru Hidayat selaku Komisaris PT Trada Alam Mineral (TRAM), dan Joko Hartono Tirto selaku Direktur PT Maxima Integra (MIG).
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9999 seconds (0.1#10.140)