Jaksa Cecar Rano Karno soal Jatah Fee Proyek di Banten
A
A
A
JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korusi (KPK) mencecar mantan Wakil Gubernur Banten, Rano Karno dalam sidang di Pegadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Senin (24/2/2020).
Rano dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana Chasan atau Wawan.
Dalam persidangan, Rano dicecar tentang alirana dana fee untuknya dari proyek-proyek yang dimenangkan perusahaan Wawan.
Wawan adalah terdakwa sejumlah perkara korupsi di sejumlah dinas di lingkungan Pemprov Banten dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Di awal kesaksiannya, Rano Karno mengatakan, karier politiknya dimulai saat maju pilkada melalui PDIP dan kemudian terpilih menjadi Wakil Bupati Tangerang kurun 2008-2011.
Berikutnya Rano maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten pada Pilgub 2011 mendampingi Ratu Atut Chosiyah. Rano mengungkapkan, dia menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten kurun 2012 hingga Mei 2014.
Sepengetahuan Rano, keluarga Wawan dan Ratu Atut Chosiyah orang berpengaruh di Banten. Alasannya keluarga Wawan dan Atut cukup sukses menjaga kebudayaan di Banten khususnya budaya persilatan.
Anggota JPU Roy Riady menanyakan ke Rano apakah saat persiapan Pilgub 2011 Rano pernah mendengar PT BPP. Rano pernah mendengar nama perusahaan PT BPP karena cukup dikenal di Provinsi Banten.
"Belakangan saya juga baru tahu itu (PT BPP) perusahaannya Pak Wawan," kata Rano. (Baca Juga: Sidang Kasus Wawan, Saksi Ungkap Pemberian Uang ke Rano Karno)
"Perusahaan itu bergerak di bidang apa?," tanya JPU Roy. "Yang saya pahami kontraktor itu," jawab Rano.
JPU Roy kemudian mencecar Rano terkait tiga nama yang memiliki hubungan erat dengan PT BPP. Masing-masing Direktur PT BPP Dadang Sumpena, teman dekat Wawan sekaligus mantan kepala kantor PT BPP) Ferdy Prawiradiredja, dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Banten Djaja Buddy Suhardja.
Sepengetahuan Rano, Dadang dan Ferdy adalah orang PT BPP. Tapi Rano mengaku mengenal dua orang tersebut. Sedangkan Djaja adalah seorang kepala dinas dan pernah menjadi bawahan Rano saat menjabat wakil gubernur Banten.
JPU Roy kembali mengejar kesaksian Rano. JPU Roy menanyakan apakah Rano pernah mengadakan kegiatan di Hotel Ratu, Serang, Banten. Rano mengaku lupa.
JPU Roy mengingatkan bahwa dalam persidangan sebelumnya, Ferdy Prawiradiredja memastikan pernah membawa uang sejumlah Rp1,5 miliar ke Hotel Ratu. Uang tersebut untuk Rano dan berasal dari perusahaan Wawan. Uang diserahkan Ferdy ke ajudan Rano bernama Yudi.
"Keterangan Ferdy diperiksa di persidangan dia mengaku pernah memberikan uang Rp1,5 miliar untuk saudara saksi (Rano). Ada saudara terima uang Rp1,5 miliar di Hotel Ratu Serang?" tanya JPU Roy.
"Tidak pernah, Pak. Tidak ada. Saya enggak terima itu, Pak. Saya membaca berita ini agak aneh, dikatakan uang ditaruh kantong kertas yang dibeli di toko buku, saya tidak terima," tutur Rano.
JPU Roy juga mengonfirmasi ke Rano mengenai dugaan pemberian fee untuk Rano yang berasal dari Djaja Buddy Suhardja.
Rano membantah tidak pernah menerima uang. Memang, tutur Rano, selama menjabat sebagai wakil gubernur ada uang gaji dan perjalanan dinas yang dia terima. JPU Roy menimpali bahwa uang gaji dan perjalan dinas adalah hak Rano selaku wakil gubernur.
"Itu kan hak saudara. Ada enggak saudara terima uang bersumber dari Pak Wawan?" tanya JPU Roy lagi.
Rano kembali mengatakan tidak pernah menerima uang yang bersumber dari Wawan. Tapi seingat Rano, saat masih berlangsung Pilgub Banten 2011 memang ada uang yang diberikan Wawan. Seingat Rano ada sekitar Rp7,5 miliar yang digelontorkan Wawan.
"Tahu ada sumber dari Pak Wawan itu saat musim kampanye. Beliau bilang kita harus kuasai Tangerang Raya. Itu untuk kepentingan pilkada di tahun 2011. Saya enggak tahu berapa laporannya, cuma yang saya tahu Rp7,5 miliar. Itu ada dalam bentuk kaos, atribut. Saya tahu itu sumbernya dari Pak Wawan, tapi saya nggak pernah minta ke Pak Wawan," ungkap Rano.
JPU Roy mendalami keterangan Rano ihwal posisinya sebagai wakil gubernur, keterlibatan Rano saat penganggaran APBD Banten, pengadaan sejumlah proyek, dan lelang sejumlah proyek.
Rano mengatakan sebagai wakil gubernur tidak pernah terlibat dan dilibatkan dalam penganggaran APBD Provinsi Banten.
Rano juga mengaku tidak pernah membahas bersama Ratu Atut Chosiyah selaku gubernur.
Dia juga mengatakan tidak mengetahui perusahaan mana yang menggarap proyek pembangunan RSUD Banten dan pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Pemerintah Provinsi Banten.
"Apa anda tahu proyek yang digarap PT BPP milik Pak Wawan ini, yang saudara dengar saja?" tanya JPU Roy.
"Saya enggak tahu perusahaannya apa yang menang, tapi saya yakin beliau menang. Tapi saya nggak tau proyeknya apa perusahaannya apa," jawab Rano.
"Apakah anda pernah dengar soal 'perusahaan wawan, wawan aja yang menang'? cecar JPU Roy.
"Kalau omongan pengusaha-pengusaha lain mungkin pernah ada begitu, 'wawan lagi wawan lagi yang menang'. Bahasa pengusaha saja," ungkap Rano.
Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani mempertanyakan pernyataan Rano sebagai wakil gubernur yang tidak pernah membahas tentang proyek pembangunan di Banten.
"Anda kan wakil gubernur, masak anda enggak pernah diajak bicara sama gubernur? Apa anda enggak tahu soal beberapa proyek yang berjalan di Banten?," tanya hakim Sudani.
"Saya teknisnya enggak tahu, Bu," jawab Rano.
Lebih dari itu Rano mengaku tidak pernah mendengar dan tidak pernah mengetahui ada atau tidak sejumlah lelang telah lebih dulu dikondisikan untuk memenangkan perusahan-perusahaan milik Wawan.
JPU Roy kemudian menanyakan kembali ke Rano terkait alokasi jatah bagi sejumlah pejabat dengan menggunakan kode-kode tertentu sehubungan dengan proyek-proyek yang dimenangkan perusahaan-perusahaan milik Wawan.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap jatah fee untuk sejumlah pejabat di Provinsi Banten di antaranya kode "A1" untuk Atut dan kode "A2" untuk Rano.
"Ada jatah fee untuk pejabat tertentu terkait proyek di Banten. Saudara tahu itu?" tanya JPU Roy lagi.
"Saya enggak pernah dengar," jawab Rano.
Rano dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara tindak pidana pencucian uang dengan terdakwa Komisaris Utama PT Bali Pasific Pragama (BPP) Tubagus Chaeri Wardana Chasan atau Wawan.
Dalam persidangan, Rano dicecar tentang alirana dana fee untuknya dari proyek-proyek yang dimenangkan perusahaan Wawan.
Wawan adalah terdakwa sejumlah perkara korupsi di sejumlah dinas di lingkungan Pemprov Banten dan Pemerintah Kota Tangerang Selatan serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Di awal kesaksiannya, Rano Karno mengatakan, karier politiknya dimulai saat maju pilkada melalui PDIP dan kemudian terpilih menjadi Wakil Bupati Tangerang kurun 2008-2011.
Berikutnya Rano maju sebagai calon Wakil Gubernur Banten pada Pilgub 2011 mendampingi Ratu Atut Chosiyah. Rano mengungkapkan, dia menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten kurun 2012 hingga Mei 2014.
Sepengetahuan Rano, keluarga Wawan dan Ratu Atut Chosiyah orang berpengaruh di Banten. Alasannya keluarga Wawan dan Atut cukup sukses menjaga kebudayaan di Banten khususnya budaya persilatan.
Anggota JPU Roy Riady menanyakan ke Rano apakah saat persiapan Pilgub 2011 Rano pernah mendengar PT BPP. Rano pernah mendengar nama perusahaan PT BPP karena cukup dikenal di Provinsi Banten.
"Belakangan saya juga baru tahu itu (PT BPP) perusahaannya Pak Wawan," kata Rano. (Baca Juga: Sidang Kasus Wawan, Saksi Ungkap Pemberian Uang ke Rano Karno)
"Perusahaan itu bergerak di bidang apa?," tanya JPU Roy. "Yang saya pahami kontraktor itu," jawab Rano.
JPU Roy kemudian mencecar Rano terkait tiga nama yang memiliki hubungan erat dengan PT BPP. Masing-masing Direktur PT BPP Dadang Sumpena, teman dekat Wawan sekaligus mantan kepala kantor PT BPP) Ferdy Prawiradiredja, dan mantan Kepala Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Banten Djaja Buddy Suhardja.
Sepengetahuan Rano, Dadang dan Ferdy adalah orang PT BPP. Tapi Rano mengaku mengenal dua orang tersebut. Sedangkan Djaja adalah seorang kepala dinas dan pernah menjadi bawahan Rano saat menjabat wakil gubernur Banten.
JPU Roy kembali mengejar kesaksian Rano. JPU Roy menanyakan apakah Rano pernah mengadakan kegiatan di Hotel Ratu, Serang, Banten. Rano mengaku lupa.
JPU Roy mengingatkan bahwa dalam persidangan sebelumnya, Ferdy Prawiradiredja memastikan pernah membawa uang sejumlah Rp1,5 miliar ke Hotel Ratu. Uang tersebut untuk Rano dan berasal dari perusahaan Wawan. Uang diserahkan Ferdy ke ajudan Rano bernama Yudi.
"Keterangan Ferdy diperiksa di persidangan dia mengaku pernah memberikan uang Rp1,5 miliar untuk saudara saksi (Rano). Ada saudara terima uang Rp1,5 miliar di Hotel Ratu Serang?" tanya JPU Roy.
"Tidak pernah, Pak. Tidak ada. Saya enggak terima itu, Pak. Saya membaca berita ini agak aneh, dikatakan uang ditaruh kantong kertas yang dibeli di toko buku, saya tidak terima," tutur Rano.
JPU Roy juga mengonfirmasi ke Rano mengenai dugaan pemberian fee untuk Rano yang berasal dari Djaja Buddy Suhardja.
Rano membantah tidak pernah menerima uang. Memang, tutur Rano, selama menjabat sebagai wakil gubernur ada uang gaji dan perjalanan dinas yang dia terima. JPU Roy menimpali bahwa uang gaji dan perjalan dinas adalah hak Rano selaku wakil gubernur.
"Itu kan hak saudara. Ada enggak saudara terima uang bersumber dari Pak Wawan?" tanya JPU Roy lagi.
Rano kembali mengatakan tidak pernah menerima uang yang bersumber dari Wawan. Tapi seingat Rano, saat masih berlangsung Pilgub Banten 2011 memang ada uang yang diberikan Wawan. Seingat Rano ada sekitar Rp7,5 miliar yang digelontorkan Wawan.
"Tahu ada sumber dari Pak Wawan itu saat musim kampanye. Beliau bilang kita harus kuasai Tangerang Raya. Itu untuk kepentingan pilkada di tahun 2011. Saya enggak tahu berapa laporannya, cuma yang saya tahu Rp7,5 miliar. Itu ada dalam bentuk kaos, atribut. Saya tahu itu sumbernya dari Pak Wawan, tapi saya nggak pernah minta ke Pak Wawan," ungkap Rano.
JPU Roy mendalami keterangan Rano ihwal posisinya sebagai wakil gubernur, keterlibatan Rano saat penganggaran APBD Banten, pengadaan sejumlah proyek, dan lelang sejumlah proyek.
Rano mengatakan sebagai wakil gubernur tidak pernah terlibat dan dilibatkan dalam penganggaran APBD Provinsi Banten.
Rano juga mengaku tidak pernah membahas bersama Ratu Atut Chosiyah selaku gubernur.
Dia juga mengatakan tidak mengetahui perusahaan mana yang menggarap proyek pembangunan RSUD Banten dan pengadaan alat kesehatan rumah sakit rujukan Pemerintah Provinsi Banten.
"Apa anda tahu proyek yang digarap PT BPP milik Pak Wawan ini, yang saudara dengar saja?" tanya JPU Roy.
"Saya enggak tahu perusahaannya apa yang menang, tapi saya yakin beliau menang. Tapi saya nggak tau proyeknya apa perusahaannya apa," jawab Rano.
"Apakah anda pernah dengar soal 'perusahaan wawan, wawan aja yang menang'? cecar JPU Roy.
"Kalau omongan pengusaha-pengusaha lain mungkin pernah ada begitu, 'wawan lagi wawan lagi yang menang'. Bahasa pengusaha saja," ungkap Rano.
Ketua Majelis Hakim Ni Made Sudani mempertanyakan pernyataan Rano sebagai wakil gubernur yang tidak pernah membahas tentang proyek pembangunan di Banten.
"Anda kan wakil gubernur, masak anda enggak pernah diajak bicara sama gubernur? Apa anda enggak tahu soal beberapa proyek yang berjalan di Banten?," tanya hakim Sudani.
"Saya teknisnya enggak tahu, Bu," jawab Rano.
Lebih dari itu Rano mengaku tidak pernah mendengar dan tidak pernah mengetahui ada atau tidak sejumlah lelang telah lebih dulu dikondisikan untuk memenangkan perusahan-perusahaan milik Wawan.
JPU Roy kemudian menanyakan kembali ke Rano terkait alokasi jatah bagi sejumlah pejabat dengan menggunakan kode-kode tertentu sehubungan dengan proyek-proyek yang dimenangkan perusahaan-perusahaan milik Wawan.
Dalam persidangan sebelumnya terungkap jatah fee untuk sejumlah pejabat di Provinsi Banten di antaranya kode "A1" untuk Atut dan kode "A2" untuk Rano.
"Ada jatah fee untuk pejabat tertentu terkait proyek di Banten. Saudara tahu itu?" tanya JPU Roy lagi.
"Saya enggak pernah dengar," jawab Rano.
(dam)