Lemkapi Dukung Usul Mahfud MD Agar Polsek Dibebaskan dari Menangani Perkara
A
A
A
JAKARTA - Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) mendukung usul Ketua Kompolnas Mahfud MD agar Polsek dibebaskan dari menangani perkara. Usul Menko Polhukam itu dinilai sebuah pemikiran maju.
"Kami melihat, pemikiran Pak Mahfud sangat strategis. Tentu wacana ini perlu dibahas bersama antara Polri dan Kompolnas demi Polri yang semakin baik," ujar Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Menurut mantan anggota Kompolnas ini, di sejumlah neegara maju seperti Jepang dan Singapura, Polsek sudah tidak menangani perkara lagi. Tapi mengedepankan penyuluhan dan pembinaan harkamtibmas. Kebijakan itu terbukti dapat menurunkan tingkat kriminalitas.
Edi memberi contoh di Jepang ada kantor polisi bernama Koban atau Chuzazo. Koban ini lebih kecil dari Polsek yang ada di Indonesia. Peranan Koban lebih banyak pada fungsi pembinaan harkamtibmas dan pencegahaan. Begitu juga di Singapura terdapat kantor polisi kecil bernama Neighborhood Police Centre.
Dia menilai jika wacana ini diterapkan, Polri tentu saja harus merubah struktur dan HTCK yang ada di tingkat Polres dan Polsek. "Kita setuju dengan pemikiran staf ahli Kapolri Irjen Fadil Imran bahwa Polres dibuat bukan berdasarkan struktur Pemda, tapi berdasarkan beban kerja berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya selama ini," bebernya.
Kemudian, pihaknya mengusulkan agar Polsek dibreakdown lagi menjadi beberapa subsektor, seperti kantor Koban yang ada di jepang. "Kami berpendapat, gagasan Menko Polhukam ini bagus, tapi membutuhkan waktu dan kajian serta perencanaan yang lebih matang, mengingat wacana ini memerlukan anggaran dan SDM yang memadai," kata doktor ilmu hukum ini.
Edi melihat kunci keberhasilan pemolisian model ini adalah bagian dari transformasi organisasi, penyelesaian problem solving yang selama ini dihadapi Polri. Pakar hukum kepolisian dan pengajar pada pendidikan Pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini menjelaskan, sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, polisi diberikan kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan, mulai dari Polsek, Polres, Polda, hingga Bareslrim Polri.
"Ukuran penanganan kasus biasanya dilihat dari tingkat kesulitan dalam menangani kasus. Jika perkaranya dinilai sulit, maka perkaranya ditangani Polda hingga Bareskrim Polri," tutupnya.
"Kami melihat, pemikiran Pak Mahfud sangat strategis. Tentu wacana ini perlu dibahas bersama antara Polri dan Kompolnas demi Polri yang semakin baik," ujar Direktur Eksekutif Lemkapi Dr Edi Hasibuan di Jakarta, Jumat (21/2/2020).
Menurut mantan anggota Kompolnas ini, di sejumlah neegara maju seperti Jepang dan Singapura, Polsek sudah tidak menangani perkara lagi. Tapi mengedepankan penyuluhan dan pembinaan harkamtibmas. Kebijakan itu terbukti dapat menurunkan tingkat kriminalitas.
Edi memberi contoh di Jepang ada kantor polisi bernama Koban atau Chuzazo. Koban ini lebih kecil dari Polsek yang ada di Indonesia. Peranan Koban lebih banyak pada fungsi pembinaan harkamtibmas dan pencegahaan. Begitu juga di Singapura terdapat kantor polisi kecil bernama Neighborhood Police Centre.
Dia menilai jika wacana ini diterapkan, Polri tentu saja harus merubah struktur dan HTCK yang ada di tingkat Polres dan Polsek. "Kita setuju dengan pemikiran staf ahli Kapolri Irjen Fadil Imran bahwa Polres dibuat bukan berdasarkan struktur Pemda, tapi berdasarkan beban kerja berdasarkan jumlah penduduk dan luas wilayahnya selama ini," bebernya.
Kemudian, pihaknya mengusulkan agar Polsek dibreakdown lagi menjadi beberapa subsektor, seperti kantor Koban yang ada di jepang. "Kami berpendapat, gagasan Menko Polhukam ini bagus, tapi membutuhkan waktu dan kajian serta perencanaan yang lebih matang, mengingat wacana ini memerlukan anggaran dan SDM yang memadai," kata doktor ilmu hukum ini.
Edi melihat kunci keberhasilan pemolisian model ini adalah bagian dari transformasi organisasi, penyelesaian problem solving yang selama ini dihadapi Polri. Pakar hukum kepolisian dan pengajar pada pendidikan Pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini menjelaskan, sesuai Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, polisi diberikan kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan, mulai dari Polsek, Polres, Polda, hingga Bareslrim Polri.
"Ukuran penanganan kasus biasanya dilihat dari tingkat kesulitan dalam menangani kasus. Jika perkaranya dinilai sulit, maka perkaranya ditangani Polda hingga Bareskrim Polri," tutupnya.
(kri)