Sistem Pileg Terbuka, Kaderisasi Parpol Tak Berjalan Efektif
A
A
A
JAKARTA - Sistem pemilihan umum legislatif (pileg) yang terbuka selama ini membuat kaderisasi di partai politik (parpol) tidak berjalan efektif. Padahal, parpol merupakan pintu utama kaderisasi politik.
Poin tersebut terungkap dalam disertasi Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid untuk promosi doktor berjudul ”Pengaruh Rekrutmen, Kompetensi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Anggota DPR RI Periode 2014-2019” yang diuji dalam sidang terbuka di Gedung Bung Hatta, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (17/2/2020).
Jazilul mengatakan, pola rekrutmen menjadi satu di antara variabel yang sangat menentukan dalam kinerja anggota DPR. Selama ini sistem rekrutmen caleg dilakukan secara terbuka dan itu menjadi kewenangan partai. “Ujung tombaknya adalah rekrutmen oleh partai. Sekarang faktanya terbuka sehingga siapa pun bisa masuk asal mendapatkan suara terbanyak,” katanya.
Wakil ketua umum DPP PKB itu mengatakan, akibat sistem rekrutmen terbuka, sistem kaderisasi di dalam partai menjadi lemah, padahal ujung tombak rekrutmen adalah parpol. “Kalau model tertutup, partai punya tanggung jawab melahirkan kader yang serius. Kan di dalam partai itu ada kader dadakan, kader mualaf, dan kader yang memang dikader,” urainya.
Idealnya, kata Jazilul, jika sistem rekrutmen dan kaderisasi dibebankan kepada parpol, seharusnya negara memberikan anggaran untuk pendidikan kaderisasi kepada parpol. Selama ini dana bantuan politik (banpol) yang diberikan kepada parpol hanya untuk kepentingan administratif kepartaian.
Ditanya mengenai sikap PKB ke depan mengenai sistem pemilu apakah memilih untuk tetap terbuka atau tertutup, Jazilul mengatakan bahwa PKB harus mengukur aspirasi umum parpol-parpol lain dan masyarakat karena selama ini kebiasaan masyarakat memilih langsung dengan pola terbuka.
”Tentu PKB akan evaluasi mana sistem yang paling tepat karena dengan sistem ini partai sebagai pilar demokrasi, pintu utama rekrutmen, kurang ada maknanya. Karena, semuanya bisa masuk untuk menjadi caleg, tak harus menjadi kader partai, nanti jelang pemilu baru masuk sehingga gereget kader menjadi kurang,” urainya.
Akibat dari pola rekrutmen itu pula, menurut Jazilul, kinerja DPR menjadi kurang maksimal sebab tidak semua anggota DPR memiliki komitmen kerja yang tinggi. Dia mencontohkan, produk legislasi yang dihasilkan DPR RI selalu lebih rendah dari target yang ditetapkan.
“Periode lalu misalnya targetnya 246 UU, tapi yang dihasilkan cuma 77. Itu terlalu tinggi target, salah rencana atau apa? Kalau itu salah rencana, diukur saja kemampuan untuk bekerja. Tidak periode per periode target tinggi, tapi hasilnya kecil,” kata Jazilul Fawaid yang akhirnya dinyatakan lulus ujian doktoral dengan nilai sangat memuaskan.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, penelitian yang dilakukan Jazilul Fawaid sangat penting. Di dalamnya bisa mengetahui bahwa rekrutmen, kompetensi, dan komitmen organisasi punya pengaruh terhadap kinerja anggota DPR RI.
"Walaupun fokus penelitian dilakukan pada anggota DPR RI periode 2014-2019, yang kebetulan saya turut menjadi ketua DPR RI, namun hasil penelitian ini sangat bisa dimanfaatkan untuk anggota DPR RI periode selanjutnya maupun bagi partai politik untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja. Jika perlu, rasanya sangat penting bagi anggota DPR RI dan juga pimpinan partai politik membaca dan mendalami hasil penelitian Pak Jazilul ini," tandas Bamsoet.
Menurutnya, penelitian yang dilakukan Jazilul Fawaid menjadi sangat menarik lantaran yang bersangkutan bukan hanya sebagai subjek penelitian, melainkan juga menjadi objek penelitian.
"Sebagai peneliti, Pak Jazilul mencoba menelaah secara mendalam tentang bagaimana kinerja para anggota DPR RI. Sebagai anggota DPR RI, beliau juga sangat paham irama permainan di Senayan. Meneliti apa yang ia rasakan dan alami sendiri. Hasilnya tentu akan sangat mendalam, tidak sekadar kuat secara teori, melainkan juga kuat secara basis data,” jelas Bamsoet. (Abdul Rochim)
Poin tersebut terungkap dalam disertasi Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid untuk promosi doktor berjudul ”Pengaruh Rekrutmen, Kompetensi, dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja Anggota DPR RI Periode 2014-2019” yang diuji dalam sidang terbuka di Gedung Bung Hatta, Program Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (17/2/2020).
Jazilul mengatakan, pola rekrutmen menjadi satu di antara variabel yang sangat menentukan dalam kinerja anggota DPR. Selama ini sistem rekrutmen caleg dilakukan secara terbuka dan itu menjadi kewenangan partai. “Ujung tombaknya adalah rekrutmen oleh partai. Sekarang faktanya terbuka sehingga siapa pun bisa masuk asal mendapatkan suara terbanyak,” katanya.
Wakil ketua umum DPP PKB itu mengatakan, akibat sistem rekrutmen terbuka, sistem kaderisasi di dalam partai menjadi lemah, padahal ujung tombak rekrutmen adalah parpol. “Kalau model tertutup, partai punya tanggung jawab melahirkan kader yang serius. Kan di dalam partai itu ada kader dadakan, kader mualaf, dan kader yang memang dikader,” urainya.
Idealnya, kata Jazilul, jika sistem rekrutmen dan kaderisasi dibebankan kepada parpol, seharusnya negara memberikan anggaran untuk pendidikan kaderisasi kepada parpol. Selama ini dana bantuan politik (banpol) yang diberikan kepada parpol hanya untuk kepentingan administratif kepartaian.
Ditanya mengenai sikap PKB ke depan mengenai sistem pemilu apakah memilih untuk tetap terbuka atau tertutup, Jazilul mengatakan bahwa PKB harus mengukur aspirasi umum parpol-parpol lain dan masyarakat karena selama ini kebiasaan masyarakat memilih langsung dengan pola terbuka.
”Tentu PKB akan evaluasi mana sistem yang paling tepat karena dengan sistem ini partai sebagai pilar demokrasi, pintu utama rekrutmen, kurang ada maknanya. Karena, semuanya bisa masuk untuk menjadi caleg, tak harus menjadi kader partai, nanti jelang pemilu baru masuk sehingga gereget kader menjadi kurang,” urainya.
Akibat dari pola rekrutmen itu pula, menurut Jazilul, kinerja DPR menjadi kurang maksimal sebab tidak semua anggota DPR memiliki komitmen kerja yang tinggi. Dia mencontohkan, produk legislasi yang dihasilkan DPR RI selalu lebih rendah dari target yang ditetapkan.
“Periode lalu misalnya targetnya 246 UU, tapi yang dihasilkan cuma 77. Itu terlalu tinggi target, salah rencana atau apa? Kalau itu salah rencana, diukur saja kemampuan untuk bekerja. Tidak periode per periode target tinggi, tapi hasilnya kecil,” kata Jazilul Fawaid yang akhirnya dinyatakan lulus ujian doktoral dengan nilai sangat memuaskan.
Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, penelitian yang dilakukan Jazilul Fawaid sangat penting. Di dalamnya bisa mengetahui bahwa rekrutmen, kompetensi, dan komitmen organisasi punya pengaruh terhadap kinerja anggota DPR RI.
"Walaupun fokus penelitian dilakukan pada anggota DPR RI periode 2014-2019, yang kebetulan saya turut menjadi ketua DPR RI, namun hasil penelitian ini sangat bisa dimanfaatkan untuk anggota DPR RI periode selanjutnya maupun bagi partai politik untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja. Jika perlu, rasanya sangat penting bagi anggota DPR RI dan juga pimpinan partai politik membaca dan mendalami hasil penelitian Pak Jazilul ini," tandas Bamsoet.
Menurutnya, penelitian yang dilakukan Jazilul Fawaid menjadi sangat menarik lantaran yang bersangkutan bukan hanya sebagai subjek penelitian, melainkan juga menjadi objek penelitian.
"Sebagai peneliti, Pak Jazilul mencoba menelaah secara mendalam tentang bagaimana kinerja para anggota DPR RI. Sebagai anggota DPR RI, beliau juga sangat paham irama permainan di Senayan. Meneliti apa yang ia rasakan dan alami sendiri. Hasilnya tentu akan sangat mendalam, tidak sekadar kuat secara teori, melainkan juga kuat secara basis data,” jelas Bamsoet. (Abdul Rochim)
(ysw)