DPR Pastikan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Transparan dan Akomodatif
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) Azis Syamsuddin memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law tentang Cipta Kerja akan transparan dan akomodatif dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat untuk didengar pendapatnya.
"Saya rasa setiap pembahasan undang-undang berdasarkan Pasal 246 ayat (1) (UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) itu kan harus terbuka. Kecuali diminta pihak tertentu," kata Azis menjawab pertanyaan soal kekhawatiran publik soal RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Azis menjelaskan, pihak tertentu yang dimaksud adalah anggota DPR yang membahas ataupun pihak pemerintah yang meminta dilakukan tertutup. Dan, permintaan tertutup itu tidak akan dilakukan sepenuhnya melainkan harus parsial.
"Nah nanti kalau ada pihak yang merasa tidak diakomodir dalam bentuk rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau aspirasinya tidak itu tinggal kirim surat ke kita. Nanti kita bisa lakukan atau kirim surat ke MK (Mahkamah Konstitusi) aja," terangnya.
Menurut Azis, setiap pembahasan RUU, DPR dan pemerintah akan berusaha melibatkan berbagai pihak termasuk elemen masyarakat dan elemen intelektual. Hal itu bisa dibuktikan dalam pembahasan RUU selama ini di DPR.
"Nggak ada undang-undang yang gak melibatkan unsur elemen intelektual, unsur elemen mahasiswa, elemen masyarakat pasti kita libatkan. Coba temen-temen (media) yang biasa dan lama di DPR, ada nggak saya tidak libatkan?" ucap Azis.
Karena itu, Azis melanjutkan, pihaknya akan melibatkan organisasi buruh dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Namun, mengingat banyaknya organisasi buruh, tentu tidak bisa semuanya diundang ke DPR. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
"Ya organisasinya kan banyak. Kalau semua buruh kumpul kan nggak muat ruangan saya," ujarnya dengan nada bercanda.
Karena itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan bahwa RUU Cipta Kerja ini berpotensi besar berubah dari draf yang dibuat pemerintah. Karena, RUU itu belum disahkan bahkan, belum mulai dibahas.
"Sangat bisa. Sampai dengan ini belum diketuk di paripurna, masih ada kemungkinan ada perubahan baik dalam penambahan baik itu dalam pengurangan dan masih dapat memungkinkan menerima masukan," jelasnya.
Lebih dari itu, Azis menambahkan, RUU ini masih dalam proses registrasi di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR untuk kemudian dibahas di rapat pimpinan (Rapim) dan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk penugasan AKD (alat kelengkapan dewan) atau Pansus (panitia khusus). Dan, AKD yang memungkinkan adalah Badan Legislasi (Baleg) karena anggotanya berisi lintas komisi. (Baca Juga: Golkar Sebut Sosialisasi Omnibus Law Sangat Masif, Termasuk Oleh Kementerian Perekonomian).
"Tapi opsinya bisa pansus atau Baleg. Kalau orang nanya, sama saja kok mau Baleg atau pansus, personelnya sama, kapasitasnya sama. Tidak ada yang berbeda, substansinya sama. Jadi tidak usah diperdebatkan. Yang perlu diperdebatkan substansi dan transparansi yang melakukan pembahasan," tandasnya.
"Saya rasa setiap pembahasan undang-undang berdasarkan Pasal 246 ayat (1) (UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) itu kan harus terbuka. Kecuali diminta pihak tertentu," kata Azis menjawab pertanyaan soal kekhawatiran publik soal RUU Cipta Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Azis menjelaskan, pihak tertentu yang dimaksud adalah anggota DPR yang membahas ataupun pihak pemerintah yang meminta dilakukan tertutup. Dan, permintaan tertutup itu tidak akan dilakukan sepenuhnya melainkan harus parsial.
"Nah nanti kalau ada pihak yang merasa tidak diakomodir dalam bentuk rapat dengar pendapat umum (RDPU) atau aspirasinya tidak itu tinggal kirim surat ke kita. Nanti kita bisa lakukan atau kirim surat ke MK (Mahkamah Konstitusi) aja," terangnya.
Menurut Azis, setiap pembahasan RUU, DPR dan pemerintah akan berusaha melibatkan berbagai pihak termasuk elemen masyarakat dan elemen intelektual. Hal itu bisa dibuktikan dalam pembahasan RUU selama ini di DPR.
"Nggak ada undang-undang yang gak melibatkan unsur elemen intelektual, unsur elemen mahasiswa, elemen masyarakat pasti kita libatkan. Coba temen-temen (media) yang biasa dan lama di DPR, ada nggak saya tidak libatkan?" ucap Azis.
Karena itu, Azis melanjutkan, pihaknya akan melibatkan organisasi buruh dalam pembahasan RUU Cipta Kerja ini. Namun, mengingat banyaknya organisasi buruh, tentu tidak bisa semuanya diundang ke DPR. (Baca Juga: 9 Poin Kontroversial Omnibus Law Cipta Kerja Versi KSPI).
"Ya organisasinya kan banyak. Kalau semua buruh kumpul kan nggak muat ruangan saya," ujarnya dengan nada bercanda.
Karena itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan bahwa RUU Cipta Kerja ini berpotensi besar berubah dari draf yang dibuat pemerintah. Karena, RUU itu belum disahkan bahkan, belum mulai dibahas.
"Sangat bisa. Sampai dengan ini belum diketuk di paripurna, masih ada kemungkinan ada perubahan baik dalam penambahan baik itu dalam pengurangan dan masih dapat memungkinkan menerima masukan," jelasnya.
Lebih dari itu, Azis menambahkan, RUU ini masih dalam proses registrasi di Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR untuk kemudian dibahas di rapat pimpinan (Rapim) dan rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk penugasan AKD (alat kelengkapan dewan) atau Pansus (panitia khusus). Dan, AKD yang memungkinkan adalah Badan Legislasi (Baleg) karena anggotanya berisi lintas komisi. (Baca Juga: Golkar Sebut Sosialisasi Omnibus Law Sangat Masif, Termasuk Oleh Kementerian Perekonomian).
"Tapi opsinya bisa pansus atau Baleg. Kalau orang nanya, sama saja kok mau Baleg atau pansus, personelnya sama, kapasitasnya sama. Tidak ada yang berbeda, substansinya sama. Jadi tidak usah diperdebatkan. Yang perlu diperdebatkan substansi dan transparansi yang melakukan pembahasan," tandasnya.
(zik)