Legislator Ini Diundang Khusus untuk Saksikan Pileg di Azerbaijan

Jum'at, 14 Februari 2020 - 20:40 WIB
Legislator Ini Diundang...
Legislator Ini Diundang Khusus untuk Saksikan Pileg di Azerbaijan
A A A
JAKARTA - Azerbaijan menyelenggarakan pemilihan anggota Milli Majelis (Majelis Nasional), semacam pemilihan legislatif (pileg), pada Ahad (9/2/2020). Ini pemilihan ke-6 sejak negara itu memperoleh kembali kemerdekaannya pada tahun 1991 setelah runtuhnya Uni Soviet. Sebanyak 1.314 orang mencalonkan diri, di antaranya hampir 300 perempuan.

Anggia Ermarini, anggota Komisi IX DPR dari PKB dan Ketua Umum Fatayat NU (2015-2020), Veeramalla Anjaiah dan Mohammad Anthoni yang diundang khusus untuk mengamati dan meliput pemilihan itu mengunjungi tiga tempat pemungutan suara di Baku, ibu kota Azerbaijan, beberapa saat setelah pemungutan suara resmi dibuka pukul 08.00 waktu setempat.

Ratusan pengamat asing dan lokal dan wartawan dari 130 media (47 negara) melaporkan pesta demokrasi ala Azerbaijan itu di saat suhu udara di luar ruang rata-rata di bawah suhu 5 derajat celsius dan angin bertiup relatif kencang.

Surat kabar berbahasa Inggris di toko-toko buku habis terjual karena para pengamat dan wartawan dari luar negaeri ingin mengetahui laporan-laporan yang dipublikasikan harian lokal.

Rombongan dari Indonesia itu yang didampingi Mourad, petugas penghubung, menuju tempat-tempat pemungutan suara tak menemukan foto-foto dan gambar-gambar para calon di tepi-tepi jalan atau seruan-seruan untuk memberikan suara.

Pusat kota Baku bersih dari pemasangan foto-foto para calon dan poster. Mereka berkampanye lewat media sosial dan bertemu dengan calon-calon pemilih sebelum masa kampanye ditutup, kata sumber-sumber.

Tempat-tempat pemungutan suara yang dikunjungi tersebut berada umumnya di aula sekolah atau rumah susun. Kain berwarna biru langit, merah, hijau dan putih menutup bilik-bilik suara dan taplak meja. Warna-warna tersebut sama dengan warna bendera Azerbaijan, negara yang berjuluk "land of fire" dan juga "land of wine".

Tempat pemungutan suara pertama yang dikunjungi rombongan itu ialah sebuah ruang berukuran 4x6 meter dan memiliki enam bilik suara. Rata-rata pemilih berusia di atas 50 tahun berdatangan dengan mengenakan baju-baju tebal.

"Mereka adalah pengungsi dari Nagorno-Karabakh dan tinggal di rumah susun ini," ujar Mourad, yang kedua orang tuanya juga berasal dari wilayah tersebut dan kini dikuasai tentara Armenia.

Mourad, yang menuntut ilmu di Sydney, Australia, dan pemilih pemula, memberikan suara di tempat lain yang berjarak beberapa kilometer dari tempat pemungutan suara pertama. Setelah mendaftar dan menunjukkan kartu identitas sebagai pemilih ia mendapat secarik kertas berisi daftar calon.

Di kertas itu hanya ada daftar nama tanpa foto para calon anggota parlemen. Para pemilih termasuk Mourad hanya memberikan tanda silang pada bagian tulisan nama calon yang dipilih di bilik suara, lalu melipat dan memasukkan kertas itu ke dalam kotak plastik transparan, bukan kardus.

Setelah memberikan suara, seorang petugas menyemprotkan cairan di kuku salah satu jempol tiap pemilih sebagai tanda sudah memberikan suara untuk menghindari pemberian suara dua kali.

Petugas juga dilengkapi alat senter ultra violet untuk mengecek ulang bahwa kuku pemilih telah disemprot cairan khusus bening, bukan tinta berwarna hitam atau warna lainnya. Antara 200-300 pemilih terdaftar di tiap TPS dan setiap pemilih hanya memerlukan waktu 5-10 menit untuk memberikan suara.

Di TPS, tempat Mourad memberikan suara, Anggia tertarik untuk berswafoto karena sebagian besar petugas adalah kaum hawa berseragam resmi. Petugas mencatat nama-nama yang datang bukan sebagai pemilih.

Kemudian rombongan itu pergi untuk maksud dan tujuan yang sama ke Evrika Liseyi, sebuah gedung sekolah berlantai lima. Di ruang besar untuk berolah raga, sebuah TPS yang berukuran 10x10 meter disediakan bagi para pemilih.

Sebelum tengah hari sudah lebih 200 orang memberikan suara di TPS itu dan pemungutan suara ditutup pukul 19.00 waktu setempat. Sejumlah orang duduk berderet di masing-masing kursinya menyaksikan proses pemungutan suara. Mereka adalah pengamat daan saksi.

Beberapa wartawan dari surat kabar dan televisi lokal datang untuk menyiarkan pemungutan suara itu.

Salah seorang saksi mengatakan, dirinya rela tanpa menerima bayaran untuk menjadi saksi. "Saya sebagai pemilih pemula dan bersedia menjadi saksi untuk memberikan dukungan bagi calon saya," ujar gadis itu, yang menolak memberitahu namanya, seraya menunjuk sebuah nama calon yang berusia sekitar 20 tahun.

Generasi lebih muda antusias berperan serta dalam pemilihan setelah Presiden Ilham Aliyev menandatanagani dekrit untuk membubarkan parlemen pada Desember 2019. Aliyev memilih untuk menyelenggarakan pemilihan lebih cepat delapan bulan dari jadwal.

Lebih 90 persen pemilih berusia di bawah 40 tahun dan seperlima calon adalah perempuan yang jumlahnya naik dibandingkan pemilihan-pemilihan sebelumnya.

Komisi Pemilihan Pusat (CEC) mengumumkan bahwa maksud dan tujuan dari pemilihan itu ialah fokus pada reformasi ekonomi mengganti sistem lama dan memberikan posisi tinggi bagi para pemimpin profesional yang lebih muda.

Pemilihan pada Ahad diikuti para legislator veteran menghadapi calon-calon muda dengan latar belakang pendidikan Barat dari partai berkuasa, dalam usaha memberikan kesempatan bagi bagi calon-calon yang lebih profesional.

Sehari setelah pemilihan, Partai Azerbaijan Baru (Yeni Azerbaijan/YAP) yang dipimpin Presiden Ilham Aliyev dilaporkan memperoleh 65 dari total 125 kursi di parlemen dan diyakini menguasai suara di parlemen.

Aliyev sudah berkuasa selama 17 tahun dan ingin mengonsolidasikan kekuasaan dan mempercepat reformasi ekonomi dengan mengganti tokoh-tokoh tua yang masih bercokol dan dekat dengan ayahnya, Hayder Aliyev.

Calon-calon independen, sebagian besar pendukung kebijakan-kebijakan YAP, meraih hampir semua sisa kursi yang diperebutkan dalam pemilihan 9 Februari itu.

Kendati memiliki sumber daya energi, negara di Laut Kaspia itu berjuang mengatasi pengangguran, dan banyak dari 10 juta penduduknya belum banyak menikmati keuntungan dari minyak dan gas yang diproduksinya.

Azerbaijan tidak terikat dengan kelompok-kelompok besar di kawasan seperti Uni Eropa atau Uni Ekonomi Eurasia pimpinan Rusia dan kebijakan luar negerinya berimbang antara Rusia, Barat dan Iran.

Partai Musavat, oposisi utama, dilaporkan telah menuding YAP, yang sudah berkuasa selama hampir tiga dekade, mengadakan pemungutan suara dengan cara-cara yang tak fair.

"Kami sudah memantau sejumlah pelanggaran di TPS-TPS tempat kami kirim pengamat," kata Isa Gmbar, kepada Reuters. (Penulis: Muhammad Anthony, tim Observer Pemilu di Azerbaijan)
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1487 seconds (0.1#10.140)