Pemulangan WNI Eks ISIS akan Merepotkan Keamanan Negara

Selasa, 11 Februari 2020 - 15:24 WIB
Pemulangan WNI Eks ISIS akan Merepotkan Keamanan Negara
Pemulangan WNI Eks ISIS akan Merepotkan Keamanan Negara
A A A
JAKARTA - Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane menyebut, pemulangan warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS dari Suriah akan merepotkan aparat keamanan, terutama Polri. Apalagi dalam waktu dekat bangsa Indonesia akan melangsungkan pilkada serentak di sejumlah daerah.

"Tentunya keberadaan eks ISIS itu menjadi ancaman tersendiri bagi keamanan, mengingat sebagian besar dari mereka adalah ahli pembuat bom dan ahli teror," kata Neta kepada SINDOnews, Selasa (11/2/2020). (Baca juga: Soal Pemulangan WNI Eks ISIS, Mahfud MD: Tunggu Keputusan Presiden)

Namun demikian, apa pun risikonya, pemerintah harus memulangkan mereka ke Tanah Air karena UUD 45 tidak mengenal negara boleh membuang warga negaranya kecuali mereka sudah mendapatkan suaka di negara lain. Di sisi lain, jika warga negaranya terlantar di negara lain pemerintah Presiden Jokowi wajib mengembalikannya ke Tanah Air. "Adapun pelanggaran hukum yang dilakukannya tetap harus diproses aparat penegak hukum di Indonesia. Polri tentunya punya data-data lengkap tentang semua itu," tutur dia. (Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Masih Cari Dasar Hukum Pemulangan WNI Eks ISIS)

Dalam kasus ini, pemerintah Jokowi harus menyelamatkan anak-anak dan wanita tidak berdosa yang dibawa orang tua maupun suaminya ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Menurut Neta, Presiden Jokowi disebutnya wajib menyelamatkan dan mengembalikan mereka ke Tanah Air. Untuk itu Polri dan BNPT perlu mendata secara komperhensif banyak WNI yang bergabung dengan ISIS.

Sebab, selama ini datanya masih simpang siur. Ada yang mengatakan 500 hingga 600 orang di Suriah dan ada yang mengatakan 500 orang lainnya masih tersebar di luar Suriah. Dari jumlah itu, berapa jumlah anak-anak dan wanita. Lalu berapa jumlah anak anak WNI yang lahir di Suriah dari orang tuanya yang eks ISIS.

Menurut Neta, sesuai UU No 35 tentang Perlindungan Anak, mereka ini harus dilindungi oleh negara. Presiden Jokowi harus paham soal ini dan jangan menyepelekannya. Rusia misalnya, belum lama ini sudah memulangkan 200 anak-anak warga negaranya yang orang tuanya bergabung ke ISIS di Suriah.

"Begitu juga Kazakhstan, Austria, Jerman, Prancis, Belgia, Swedia, Norwegia dan lain-lain, mengembalikan anak-anaknya lewat Palang Merah Internasional. Sementara Indonesia belum melakukan apapun dan masih asyik berpolemik di dalam negeri," ungkapnya.

Lebih lanjut Neta menyatakan, memang kembalinya eks kombatan ISIS itu akan membawa persoalan baru bagi bangsa Indonesia, terutama dalam hal ancaman keamanan di mana Indonesia pernah bertubi tubi mendapat serangan teror. Untuk itu Polri perlu menyiapkan strategi baru untuk melokalisasi gerakan mereka agar aksi-aksi teror tidak terjadi sepulangnya mereka ke Tanah Air.

Dia menyarankan agar Presiden Jokowi dan BNPT bersama Polri perlu membuat program baru deradikalisasi terhadap mereka. Bangsa Indonesia sebenarnya punya kemampuan untuk melakukan program deradikalisasi tersebut. Sejarah panjang Indonesia menunjukkan aksi-aksi sparatis sempat marak di sejumlah daerah dan berhasil diamankan dan dikendalikan, terakhir pemerintah berhasil mengamankan Aceh dari Gerakan Aceh Merdeka. Sebab itu Pemerintah Presiden Jokowi, BNPT dan Polri tidak perlu ragu mengembalikan anak-anak bangsa yang terlantar di Suriah tersebut.
(cip)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7615 seconds (0.1#10.140)